Tidak seperti wajah irent yang biasanya datar, atau senyum irent yang manis, wajah tenang irent terlihat sangat cantik dan sanggup menyejukkan pikirannya yang masih berkecamuk karena masalah semalam.
Saat mereka sedang menyusuri hutan dan sekarang mulai senja, dari kejauhan irent melihat mata air yang sangat jernih. Irent berlari kecil untuk pergi ke mata air itu. Justin hanya mengikuti ke mana gadis itu pergi. Wajah manis irent kembali nampak saat dia tersenyum memainkan air itu. Walau pun keadaannya belum membaik tapi dia sangat menikmati perjalanan ini. Dia membuka peta dan kompas untuk bisa mengetahui dimana mereka sekarang. Ternyata mereka sudah cukup jauh berjalan.
Saat ingin menghampiri irent tiba-tiba justin merasakan kepalanya pusing dan terasa sangat berat. Dia mencari sesuatu untuk dipegang agar bisa bertahan. Akhirnya, tangan itu jatuh tepat di pundak irent. Irent kaget tiba-tiba bahunya di pegang dengan sangat kuat. Irent berbalik untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
“Justin! Justin lo nggak papa? Jangan buat gue khawatir dong.” Irent menyanggah justin dan menepuk pelan pipi justin untuk menyadarkannya.
“Kan tadi gue bilang lo nggak perlu ikut, astaga gimana ini? Badan lo panas banget.” Irent benar-benar khawatir kali ini karena justin menjadi lebih pucat dari sebelumnya serta suhu tubuhnya naik drastis.
Irent mengambil tasnya untuk melihat apakah ada sesuatu yang bisa berguna dalam situasi ini. Irent mengambil air minum, makanan, kotak obat dan tissue yang ada di tasnya. Dan kembali melihat justin. Irent meletakkan kepala justin di pahanya, menuangkan air di atas tissue lalu mengelap dahi justin.
“Lo harus tetap sadar justin. Gue mohon buka mata lo Tin.” Ucap irent sambil mengusap lembut pipi justin.
Justin merasakan tangan lembut mengusap kepalanya dan perlahan-lahan berusaha membuka matanya. Dia bisa melihat wajah khawatir irent saat membuka mata.
“Akhirnya lo sadar.” Irent merasa lega.
“A-a-irr.” Pinta justin dengan suara gagap.
Irent langsung mengambil botol air, mengangkat sedikit kepala justin dan memberikan justin minum lalu kembali menaruh justin di pangkuannya.
“Lo udah minum obat?” tanya Irent
“Gue lupa bawa obat.” Jawab justin.
“Astaga! Lo ceroboh baget sih.” Omel irent.
“Orang lagi sakit malah diomelin.” Sahut justin dengan suara lemah.
Irent menghela napasnya berusaha menahan emosinya. Dia pun mengambil kotak makan yang ada di sampingnya.
“Lo makan dulu baru minum obat. Ada paracetamol di tas gue.” Irent mulai menyuapi justin dengan hati-hati takut nanti justin tersedak. Justin hanya makan sedikit karena lidahnya pahit. Irent mengambil paracetamol dari kotak p3k dan air minum lalu membantu justin meminum obat itu. Irent kembali membuka kotak p3k untuk mengambil minyak angin dan meneteskannya di telapak tangan justin.
“Hirup minyak angin bisa ngebuat perasaan lo menjadi lebih baik.” Irent memberi saran pada justin.
Justin mengikuti saran itu dan mulai menghirup minyak angin yang ada di telapak tangannya. Justin terus menatap wajah irent yang menatap mata air yang ada di depan mereka.
“Kenapa lo sakit?” Tanya irent tiba-tiba.
“Hmm?” Justin bingung dengan pertanyaan Irent tiba-tiba.
“Lo bisa nggak jujur ama gue kenapa lo jatuh sakit kek gini? Nggak mungkin kan lo sakit tanpa ada sebabnya.” Tanya irent.
“Gue kehujanan semalem.” Jawab justin asal.
“Gue minta lo jujur. Gue nggak mau dengan alasan ngarang.”
“Itu udah jujur.”
“Ya udah terserah lo.” Irent tak mau ambil pusing lagi, tapi dia juga kesal justin tak mau menjawab jujur pertanyaannya.
Keheningan kembali terjadi. Irent tidak ingin bicara lagi. Justin sepertinya tau kalau irent kesal karena pertanyaannya tidak dijawab dengan jujur. Justin tersenyum tipis mengingat keadaan sekarang. Justin yang terbaring di pangkuan irent yang sedang kesal sekaligus khawatir padanya.
“Gue dikunciin di ruang pendingin semaleman ama bokap gue.” Setelah keheningan lama justin bersuara menjawab pertanyaan irent.
“Ha?! Gimana bisa?” irent kaget dengan jawaban yang diberikan justin. Dikunciin di ruang pendingin? Ama bokapnya sendiri?
“Gue cerita tapi lo harus janji nggak bakal kasih tau ini ke siapa pun.”
“Iya, gue nggak bakal kasih tau ke siapa pun.”
“Gue semalem bertengkar ama bokap gue. Dia nggak suka kalau gue ikut motoran. Dia nyuruh gue berhenti ikut balapan atau gangster dan harus fokus untuk belajar bisnis. Gue nggak mau. Akhirnya kita adu mulut dan gue malah dikunciin diruang pendingin semaleman.” Jelas justin kenapa dia bisa sakit begini.
Mengetahui cerita itu, irent jadi kasihan ama justin. Dia tidak menyangka ayah justin sangat jahat.
“Lo nggak usah ngasihanin gue. Gue nggak suka dikasihanin.”
“Emang nggak ada yang bisa ngebelain ello gitu? Mama lo?”
“Nyokap gue takut ama bokap. Gue juga nggak mau nyusahin nyokap gue. Dia pengidap penyakit hipertensi, gue takut terjadi apa-apa ama dia kalo dia ngebelain gue.”
“Bokap lo suka kdrt?”
“nggak juga sih. Tapi gue benci banget ama bokap gue. Dari kecil gue udah dipaksa buat belajar bisnis, ngelakuin ini, ngelakuin itu semua atas perintah dia.” Pikiran dan pandangan justin menjadi gelap saat membahas ayahnya.
Irent bisa melihat kebencian yang dimiliki justin terhadap ayahnya lewat sorot matanya.
“Lo tau jus, lo harus bersyukur, lo masih punya orang tua yang mau ngerawat lo. Lah gue, boro-boro dirawat, gue malah ditelantarkan di jalan dan hidup lantung-lantungan. Untuk ayah hagwer mau ngadopsi gue dan sayang ama gue kaya putrinya sendiri. Kalo nggak, nggak tau deh nasib gue bakal kaya gimana. Gue nggak bilang kalo apa yang dilakuin bokap lo ke ello itu benar. Bokap lo tetep salah karena berbuat kekerasan. Yang mau gue bilang lo harus bisa nerima orang tua lo apa pun keadaannya. Percaya nggak percaya, orang tua selalu pengen yang terbaik untuk anaknya, tapi terkadang caranya salah.”
“Lo udah kaya penasehat aja.” Justin berusaha mencairkan suasana.
“Ini gue serius loh jus. Lo harus ingat perkataan gue hari ini.”
“Iya-iya gue pasti inget.”
Justin kembali menutup matanya sejenak untuk menetralkan pikirannya. Dia sebenarnya sudah sanggup untuk bangun dan berdiri, tapi dia ingin terus berbaring di pangkuan irent. jadi dia putuskan untuk terus menutup matanya.
“Tin ini udah lewat jam enam, vio dan yang lain pasti khawatir nyari kita.” Ucap irent melihat jam tangannya.
“Gue belum sanggup berdiri rent. Biar mereka aja yang datang ke sini.” Justin berbohong kalau dia tidak bisa berdiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments