Irent menerima itu dengan wajah kesal. Dia yang menantang dia juga yang kalah. Dia menjadi dongkol sekarang.
“Mukanya jangan ditekuk gitu. Kalo kalah mah terima aja.”
Irent masih tidak mau bicara. Irent memang seperti ini saat kalah, dia akan menjadi dongkol sesaat.
Justin menghela nafas, melihat Irent tidak mau bicara dan wajahnya masih terlihat kesal. Justin merangkul Irent dari samping untuk meredakan rasa kesalnya.
“Hey. Mukanya jangan ditekuk gitu. Ya udah gue ngalah, kita ketemu aja di arena latihan.” Justin memilih mengalah demi gadis cantik yang sedang dia rangkul.
“Nggak usah. Lo jemput gue aja.” Irent langsung berdiri ingin kembali ke Camp.
Justin langsung menahan tangannya.
“Lo masih kesal ama gue?” tanya justin.
“Nggak, gue tadi cuma nggak bisa ngontrol emosi sebentar.” Sekarang wajah Irent tidak sekesal tadi.
“Ya udah kalau gitu kita balik. Malam api unggun kayaknya udah selesai, " ajak justin.
Mereka akhirnya kembali ke Camp. Saat tiba di Camp ternyata benar, mereka sudah kembali. Irent melihat Vio dan Ara sudah ada di depan tenda.
Wajah mereka kelihatan sembab, sepertinya mereka mendengar renungan malam.
Irent langsung menghampiri vio yang kelihatan sangat sedih. Justin juga mengikuti Irent.
“Vio. Are you okay?” Irent langsung memeluk adiknya itu
“Rent. Aku kangen Ibu,” lirih Vio sambil memeluk Irent.
Saat mendengar renungan malam tadi dia menjadi sangat memikirkan ibunya yang sudah lama meninggal.
“Tenanglah Vio. Kita akan langsung ke makam Ibu saat pulang dari kemah okey. Jadi berhentilah menangis,” ujar Irent yang berusaha menenangkan vio.
Vio pun mengangguk mengiyakan perkataan irent. dia pun mulai berhenti menangis dan melerai pelukan mereka berdua.
“Ngomong-ngomong kamu dari mana?” tanya Vio.
“Oh, tadi gue jalan-jalan nyari udara segar.”
“sendirian?”
“Iya.” Irent tidak bilang kalau dia di sana bersama justin.
“Dia tidak sendirian. Tadi kami kebetulan bertemu di hutan dan berjalan-jalan bersama. Jadi bisa dibilang gue nemanin dia jalan.” Justin yang berada di belakang Irent menceritakan yang sebenarnya.
“Ohhh gitu.” Vio mangut-mangut mengerti.
“Kalo gitu, gue balik ya, lo jaga diri baik-baik Vio, jangan terlalu sering nangis. Kakak lo keliatan khawatir mulu kalo lo nangis. Kita semua juga khawatir kalo lo sedih.” Justin memberi nasihat pada Vio.
“Iya kak. Makasih ya udah peduli.”
“Sama-sama. Kalo gitu gue balik.” Justin langsung pergi meninggalkan mereka bertiga.
*****
Pagi harinya, suasana hutan menjadi sangat ramai karena semua siswa sudah mulai berkemas-kemas karena mereka akan kembali ke rumah masing-masing.
Begitu pula Irent, Vio dan Ara.
“Semuanya udah siap kan?” tanya Irent kepada adik dan sahabatnya.
“Iya, semua udah selesai.” Vio menjawab.
“Udah nggak ada yang ketinggalan kan?” tanya Irent memastikan.
“Iya, udah nggak ada.” Kali ini Ara yang menjawab.
“Baiklah anak-anak, sebelum kita kembali ke rumah masing-masing, harap semua orang berkumpul terlebih dahulu. Kita akan mengabsen sekaligus ramah tamah.” Terdengar suara pak Hardy yang memanggil anak-anak.
Semua siswa akhirnya berkumpul di tempat biasanya mereka berkumpul. Di belakang pak Hardy sudah berkumpul panitia kemah.
Mereka mulai menjalankan absen pada semua siswa. Pak Hardy mulai berbicara.
“Baiklah anak-anak. Kita telah melewati tiga hari bersama di hutan ini. Bapak tau kalian pasti punya pengalaman yang baik dan buruk di tempat ini. Tapi Bapak berharap kalian bisa belajar saling menghormati, saling menjaga, dan saling bekerja sama serta menjadikan pengalaman ini sebagai sesuatu yang selalu dikenang. Untuk penutupan maka Bapak minta untuk masing-masing siswa putra dan putri untuk memberikan pesan dan kesannya selama tiga hari ini. Untuk putra, Bapak meminta secara khusus untuk Nak Justin memberikan pesan dan kesannya.” Pak hardy meminta Justin memberikan pesan dan kesan.
Semua pandangan mata tertuju pada justin begitu juga Irent, Vio dan Ara.
Justin pun akhirnya mulai membelah kerumunan untuk pergi ke tempat pak Hardy berada.
Para siswa pun secara spontan memberikan jalan pada Justin seolah dia adalah seorang bintang. Tapi, dia memang bintang.
“Selamat pagi semuanya. Seperti yang kita ketahui bersama kalo kita sudah melakukan camping selama tiga hari penuh. Sejujurnya gue dari awal kurang menikmati kemah ini karena kesehatan gue kurang baik. Tapi gue perlahan mulai menikmatinya karena, bisa menghabiskan waktu bersama kalian semua di sini, bersenang-senang bersama dan membuat pengalaman yang tak terlupakan.”
Sepanjang Justin berbicara dia terus menatap Irent dan Irent juga menatapnya.
Jantung Irent berdegup kencang saat Justin terus menatapnya. Irent tidak tahu kenapa jantungnya terus berdetak kencang.
“Secara khusus gue mau berterima kasih sama seseorang yang telah membuat waktu camping ini menjadi sangat berharga. Dia mau mendengarkan semua keluh-kesah gue dan mau memberi nasihat yang mendalam sama gue, sehingga gue bisa punya pandangan yang berbeda terhadap semua hal. Sekali lagi gue benar-benar berterima kasih.”
Seluruh siswa menjadi riuh berbisik saling bertanya siapa sebenarnya yang dimaksud pemimpin pilar mereka.
Justin benar-benar hanya menatap Irent sepanjang pidatonya, entah semua orang menyadarinya atau tidak, tapi itu memang benar adanya.
Justin tersenyum pada Irent dan Irent juga ikut tersenyum.
“Baiklah, terima kasih atas pesan dan kesannya Nak Justin. Untuk orang yang secara khusus di maksud justin, Bapak berterima kasih karena membuat Justin merasa senang pada kemah kali ini. Sekarang kita akan melanjutkan dengan siswa putri. Bagi yang ingin membagikan pesan dan kesannya bisa untuk mengacungkan tangan.”
Pak hardy kembali meminta kepada siswa-siswi untuk memberikan pesan dan kesannya.
Tak berapa lama pak Hardy mengatakan itu, Vio langsung mengangkat tangannya dan juga membelah kerumunan menuju tempat pak Hardy, justin dan panitia kemah.
“Okey, selamat pagi teman-teman sekalian. Senang sekali rasanya kita telah melalui tiga hari bersama di hutan yang tenang ini. Awalnya aku berpikir kalo kemah di hutan itu tidak akan menyenangkan. Aku bahkan berpikir kalo itu merepotkan. Aku juga minta tukar tempat pada Pak Hardy yang menjadi wali kelasku. Tapi, ternyata camping di hutan ternyata nggak seburuk itu. Mungkin bisa dibilang sangat menyenangkan. Aku bisa pergi ke tempat baru, suasana baru dan bertemu dengan kalian semua. Camping ini selalu tersimpan dalam ingatan ku menjadi suatu hal yang sangat menyenangkan.” Vio berpidato dengan percaya diri dan senyum cerianya menatap semua orang.
Semua bertepuk tangan atas kesan dan pesan yang diberikan Justin dan Vio. Lalu, mereka kembali bersamaan dengan sapaan dan sedikit perbincangan.
*****
Sekarang Vio dan Irent sudah berada di dalam mobil menuju rumah mereka.
Tapi sebelum itu, seperti yang dikatakan Irent mereka terlebih dahulu singgah di makam ibu Vio. Sekarang mereka sudah tiba di tempat pemakaman ibu vio.
Vio menatap lama batu nisan ibunya. Irent hanya memperhatikan vio dari belakang.
Irent tidak bisa terlalu merasakan apa yang dirasakan Vio. Ibu Vio meninggal saat vio berusia empat tahun karena kecelakaan.
Irent tidak pernah bertemu dengan ibu Vio, dia hanya mendengar ceritanya dari ayah Hagwer atau Vio dan dia sendiri juga tidak memiliki ibu.
Itulah mengapa dia sulit berempati pada Vio mengenai ibunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments