PERANG BESAR BAGIAN 12

Di depan gerbang Kekaisaran Surgawi, sepuluh prajurit elit pelindung Kaisar Langit berdiri dalam keheningan yang tegang. Mereka tahu, kedatangan Raja Iblis hanyalah soal waktu. Tempat ini adalah satu-satunya jalan menuju Istana Langit, dan mereka ditugaskan untuk menghentikan kehancuran yang mungkin akan datang.

“Apa jebakan yang sudah dipasang akan mampu menjebak Raja Iblis?” salah satu prajurit bertanya dengan nada ragu. Meski tubuhnya tampak tenang, matanya yang tajam mengamati setiap sudut sekitar, siap menghadapi ancaman kapan saja.

“Jebakan ilusi itu tidak lebih dari mainan untuk iblis rendahan,” balas prajurit lainnya dengan sinis. Ia bersandar pada pedang besarnya, posturnya seolah seperti batu karang yang tidak tergerak bahkan oleh angin badai sekalipun.

Namun, suara sang kapten memotong ketegangan ringan itu. “Lawan kita adalah Raja Iblis. Jangan lengah—bahkan untuk berkedip sekalipun!” Seruan itu terdengar tegas, menggema di udara dingin yang mengelilingi mereka. Wajahnya keras, penuh tekad. “Ini bukan hanya pertempuran biasa. Ini hidup dan mati.”

“Siap, perintah dimengerti!” jawab mereka serempak. Suara itu bergaung seperti dentuman genderang perang, penuh keyakinan meskipun di dalam hati mereka sadar bahwa kemungkinan ini tidak semudah yang mereka bayangkan.

Dari belakang, seorang informan bergegas menyampaikan kabar. “Perang besar di Alam Dunia telah selesai. Iblis... mereka keluar sebagai pemenangnya.”

Keheningan yang mencekam menyelimuti. Beberapa dari mereka menunduk, merasakan beban yang kian berat, sementara yang lain menggenggam senjata mereka lebih erat.

“Sudah kuduga,” gumam seorang prajurit dengan tubuh penuh tato. Suaranya mengandung amarah terpendam. “Mengirim hanya satu Jenderal Langit Agung? Itu jelas keputusan bodoh! Apa yang ada di pikiran para petinggi?”

“Seorang Jenderal Langit Agung, dengan kekuatan hampir menyamai Tiga Keadilan Absolut, berhasil ditumbangkan. Ini semakin menarik,” sela prajurit lain dengan senyum liar. Lidahnya menjulur seperti ular, matanya menyala-nyala dengan antusiasme yang ganjil. “Aku tidak sabar ingin bertarung habis-habisan.”

“Itu wajar saja,” jawab sang kapten, tatapannya dingin menembus cakrawala. “Musuh mereka adalah Azazel.”

Ucapan itu membuat beberapa prajurit muda terkejut. Salah satu dari mereka, yang baru dilantik, memberanikan diri bertanya. “Kapten, maaf... tapi siapa sebenarnya Azazel? Apakah dia benar-benar sekuat itu?”

Kapten menatap prajurit muda itu. Ada kilatan emosi di matanya, campuran antara kenangan pahit dan penghormatan. “Dia adalah mantan Jenderal Langit Agung, pemegang gelar Monster Keadilan. Gelar itu dulunya diberikan pada tiga prajurit terkuat di Alam Langit : Gabriel, Mikael, dan Azazel. Mereka adalah simbol kekuatan mutlak.” Suaranya dipenuhi gravitasi, membawa setiap kata seperti beban yang mengguncang jiwa.

Namun, suaranya mengeras saat melanjutkan. “Setelah pengkhianatannya, gelar itu dihapus dan digantikan oleh Tiga Keadilan Absolut. Tapi ingatlah, dia bukan hanya legenda. Dia nyata. Dan dia lebih berbahaya dari yang bisa kau bayangkan.”

Prajurit muda itu menelan ludah, merasa kecil di bawah bayang-bayang nama Azazel, sosok yang seblumnya hanya ia anggap pemimpin pasukan iblis biasa. Ternyata dia mantan tujuh jenderal langit agung, lebih parahnya lagi mantan tiga keadilan Absolut.

Kapten melangkah maju, tatapannya menembus jauh ke horizon seolah ia melihat sosok-sosok dari masa lalunya. “Ribuan tahun yang lalu, aku sendiri adalah salah satu dari tujuh Jenderal Langit Agung. Tapi bahkan aku tahu, di hadapan Gabriel, Mikael, dan Azazel, kekuatan kami yang lain hanyalah bayang-bayang.”

Kata-kata itu menancap dalam hati para prajurit. Mereka menyadari, pertarungan ini lebih dari sekadar melindungi Kaisar Langit. Ini adalah ujian keberanian, kekuatan, dan tekad mereka menghadapi kekuatan yang pernah menjadi lambang harapan—dan kini menjadi musuh yang paling ditakuti.

Prajurit muda itu mengangkat tangan ragu, lalu bertanya, “Aku baru tahu jika Kapten adalah mantan Jenderal Langit Agung. Tapi, kenapa Kapten terlihat begitu tua sekarang? Tidak seperti Tuan Mikael dan Gabriel…”

Nada suaranya penuh rasa ingin tahu, tetapi juga terdengar kurang sopan, seolah terlupa bahwa ia berbicara dengan seorang yang sangat di hormati. Kata-katanya membuat suasana tegang.

“Hey, bocah magang!” Suara tegas memotong suasana. Wisteria, prajurit wanita dengan rambut ungu yang memancarkan aura ketegasan, melangkah maju. Matanya memandang tajam ke arah prajurit muda itu.

“Jaga ucapanmu di depan Kapten! Tindakanmu sama sekali tidak mencerminkan rasa hormat pada seorang yang begitu dihormati di Alam Langit.”

Prajurit muda itu langsung menundukkan kepala, wajahnya merah padam. “Maafkan kelancangan saya, Nona Wisteria. Harap dimaklumi... saya hanya seorang prajurit elit magang.”

Sang Kapten mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada Wisteria agar lebih santai. “Tidak apa. Biarkan ia bertanya. Rasa ingin tahu adalah awal dari kebijaksanaan,” katanya dengan nada bijak, meski sorot matanya menyimpan kenangan yang kelam.

Wisteria mundur dengan hormat, tetapi tetap memandang tajam si prajurit muda.

Sang Kapten menghela napas panjang sebelum mulai berbicara. “Pemberontakan Azazel dimulai dari sebuah luka... bukan luka fisik, melainkan luka harga diri. Itu terjadi setelah kami menyelesaikan misi pemusnahan sosok malapetaka di Alam Neraka. Kemenangan itu membawa penghargaan dan pujian dari seluruh penduduk langit, dari Benua Satu hingga Benua Tujuh. Namun, semua penghargaan itu diarahkan hanya kepada Gabriel.”

Kata-kata itu membawa keheningan berat di antara mereka. Beberapa prajurit tampak terkejut mendengar kisah yang mereka hanya tahu sebagai mitos.

“Azazel merasa tersisihkan,” lanjut sang Kapten, suaranya kini lebih dalam, seolah menggali kembali rasa sakit lama. “Bagi Azazel, itu adalah penghinaan. Ia merasa perjuangan dan pengorbanannya—pengorbanan kami semua—terlupakan hanya karena sosok Gabriel yang dianggap paling bersinar.”

Ia berhenti sejenak, memandangi para prajurit satu per satu. “Dan itulah awal mula retaknya persatuan prajurit langit. Sebagian memihak Gabriel, menganggapnya sebagai pemimpin yang sah. Sebagian lagi mendukung Azazel, yang percaya bahwa keadilan dan pengakuan tidak boleh diberikan hanya kepada satu orang.”

Prajurit-prajurit muda menahan napas, merasa terbawa dalam cerita yang memancarkan konflik dan rasa kehilangan.

“Ketegangan itu semakin memuncak,” Kapten melanjutkan, “hingga akhirnya Jenderal Tertinggi Iskandar Agung turun tangan. Kaisar Langit memerintahkan penyelesaian. Keputusan diambil: Gabriel dan Azazel akan berduel. Duel ini akan menentukan siapa yang pantas menjadi pemimpin pasukan besar prajurit langit.”

Wisteria, yang biasanya tenang, terlihat sedikit terkejut. “Duel?” tanyanya dengan suara rendah, hampir berbisik.

Kapten mengangguk perlahan. “Ya. Mereka bertarung di tempat terpencil, jauh dari jangkauan makhluk hidup, agar kehancuran yang mereka timbulkan tidak mempengaruhi dunia. Ini bukan duel biasa. Ini tentang kehormatan, tentang harga diri, dan tentang siapa yang berhak memimpin pasukan di bawah naungan Jenderal Tertinggi.”

“Berapa lama mereka bertarung, Kapten?” tanya salah satu prajurit dengan suara bergetar.

“Duel itu berlangsung selama tujuh bulan,” jawab Kapten, tatapannya kosong, seolah kembali menyaksikan pertempuran itu dalam pikirannya. “Dua Jenderal Langit Agung dengan gelar Monster Keadilan—keduanya berada di puncak kekuatan mereka. Tidak ada yang tahu siapa yang akan menang hingga akhir.”

Para prajurit menatapnya, terpesona sekaligus tegang. Bahkan Wisteria, yang biasanya tak terpengaruh emosi, terlihat menggenggam pedangnya lebih erat.

“Lalu, Gabriel menang,” lanjut Kapten, suaranya pelan. “Namun kemenangan itu tidak mengakhiri semuanya. Azazel menghilang setelah itu, membawa luka dan kebenciannya. Dan kini, setelah ribuan tahun, ia kembali. Kembalinya bukan sekadar sebagai musuh, tetapi sebagai ancaman terbesar yang pernah dihadapi Alam Langit.”

"Tidak ada yang tau kejadian itu kecuali para petinggi dan beberapa pasukan khusus. Yang mereka semua tahu Azazel menghilang begitu saja, seperti tertelan alam." Lanjutnya.

Keheningan yang mengikuti terasa menyesakkan. Para prajurit kini menyadari bahwa mereka bukan hanya menghadapi musuh biasa. Mereka menghadapi sejarah yang hidup, luka yang belum sembuh, dan perang yang telah membara sejak ribuan tahun lalu.

Sang Kapten tersenyum tipis, sesuatu yang jarang mereka lihat. “Alasan aku jadi tua seperti ini sederhana. Aku tidak pernah memakan Pil Abadi atau Pil Dewa dari Kebun Adam,” katanya, suaranya diselimuti nada ringan. “Andai saja aku menjadi salah satu dari Tiga Jenderal Langit Agung terkuat, mungkin aku akan memakan pil itu. Dan sekarang, wajahku pasti setampan Gabriel dan Mikael.”

Tawa kecil terlepas dari beberapa prajurit. Gurauan itu terasa hangat di tengah ketegangan yang menghantui. Melihat Kapten mereka, sosok yang selalu tegas dan penuh wibawa, menunjukkan sisi manusiawinya adalah pemandangan langka yang menguatkan semangat mereka.

Namun bagi mereka, Kapten adalah lebih dari sekadar pemimpin pasukan elit. Ia adalah pelindung, pelatih, dan panutan. Sebagian besar dari mereka berasal dari berbagai benua Alam Langit, berjuang dari bawah hingga menjadi seperti sekarang, semuanya berkat Kapten. Jika bukan karena bimbingannya, mungkin nasib mereka hanya akan menjadi bayang-bayang di tanah surga yang luas ini.

Di Alam Langit, terdapat tujuh benua. Semakin tinggi benua, semakin besar energi dan kekuatan penghuninya. Tetapi itu juga berarti benua-benua yang lebih tinggi sering bertindak semena-mena terhadap yang lebih lemah. Kapten adalah salah satu dari sedikit yang mampu melawan ketidakadilan itu, meski dirinya berasal dari benua yang lebih rendah.

Suasana damai itu tiba-tiba pecah oleh munculnya cahaya terang yang menyilaukan. Sinar itu begitu intens hingga menyelimuti seluruh dataran gerbang surgawi, membuat para prajurit menutup mata mereka sesaat. Perlahan, cahaya tersebut mengambil wujud seorang dewi dengan paras yang begitu anggun, penuh kelembutan dan kasih sayang.

Wisteria, yang biasanya keras, langsung berlutut dengan hormat. Begitu pula dengan sembilan prajurit lainnya. Sosok itu adalah Dewi Athena, Dewi Suci Barat, yang dihormati karena kebijaksanaan dan keberaniannya.

“Wahai anak-anakku,” ucap Dewi Athena dengan suara yang lembut namun menggema dalam hati mereka. “Sebentar lagi, iblis itu akan datang. Bersiaplah menyambut kedatangan Raja Iblis Zhask dengan seluruh kemampuan yang kalian miliki.”

Para prajurit serempak menjawab, “Kami akan memberikan yang terbaik untuk menghentikan pergerakan iblis tersebut, wahai Dewi Suci Barat Athena.” Suara mereka menggema dengan penuh penghormatan.

Dewi Athena melangkah mendekat, menyentuh udara di depan mereka seolah memberkati para prajurit dengan kekuatan dan keberanian. “Harapan akan selalu ada,” katanya lembut, matanya menatap setiap prajurit dengan kasih. “Kepercayaan satu sama lain adalah kunci keberhasilan.”

Kata-katanya seperti nyala api kecil di dalam hati mereka, membakar rasa takut yang sempat merayap. Dewi itu kemudian menghilang dalam seberkas cahaya lembut, meninggalkan mereka kembali dalam suasana yang tegang namun penuh tekad.

Para prajurit mempersiapkan diri dengan lebih sungguh-sungguh. Mereka tahu, yang akan mereka hadapi bukan sekadar musuh biasa. Raja Iblis Zhask adalah simbol kehancuran, sosok yang mengukir ketakutan bahkan di hati para penghuni langit.

Sang Kapten menatap ke langit tempat sosok Dewi Athena tadi menghilang. “Dewi... sosok yang anggun. Penuntun kebijakan seluruh bangsa Langit,” gumamnya dengan nada penuh penghormatan, seolah keindahan kehadiran sang Dewi masih menyelimuti tempat itu.

“Anugerah telah turun,” ucap salah satu prajurit dengan nada penuh keyakinan. “Kemenangan kita sudah di depan mata!”

“Coba bayangkan,” sela prajurit berbadan besar dengan baju tempur yang berkilau. “Andai aku bisa bersama dengan Empat Dewi Penjuru Arah, hidupku pasti penuh kebijaksanaan dan kedamaian.”

“Beruntungnya mereka yang memiliki ikatan emosional dengan para Dewi,” lanjutnya sambil melamun, bibirnya sedikit tersenyum seakan membayangkan kehidupan sempurna.

Wisteria mendengus. “Cukup halu mu itu. Kau tidak pantas membayangkan sosok semulia para Dewi, apalagi dengan kebiasaan buruk mu minum-minuman keras dan merokok. Perbaiki dulu dirimu.”

“Hahaha!” pria besar itu tertawa lepas. “Sepertinya kau terlalu mengamati kebiasaanku selama ini.”

“Cih... sok tahu!” balas Wisteria tajam. “Bukankah kau sendiri yang selalu memamerkannya di depan semua orang?”

Namun percakapan itu terhenti tiba-tiba saat tanah di bawah mereka bergetar hebat. Getaran itu diiringi ledakan aura kutukan yang begitu kuat dan busuk hingga udara terasa berat. Para prajurit elit langsung merapatkan formasi, berusaha menahan tekanan energi tersebut.

Langit berubah hitam pekat, diliputi awan kutukan berwarna gelap. Kilatan petir menggelegar tanpa henti, membelah udara seperti belati yang haus darah. Bau busuk menyengat menusuk indra penciuman mereka, membuat beberapa prajurit elit mulai mengeluarkan darah dari hidung dan telinga.

Kapten berdiri tegak di tengah kekacauan itu, matanya tajam seperti baja. “Dia datang. Persiapkan diri kalian. Pertempuran ini bukan sekadar pertarungan, ini adalah soal hidup dan mati!”

“Baik, Kapten! Perintah diterima!” jawab seluruh pasukan dengan suara lantang meskipun wajah mereka menampilkan kelelahan akibat tekanan kutukan yang menyiksa.

Tanpa membuang waktu, mereka menggabungkan energi mereka. Aura terang mulai terbentuk, menangkis kutukan yang menyerang. Udara yang sebelumnya penuh beban perlahan-lahan kembali normal.

Meskipun wajah mereka penuh keringat dan luka kecil, mereka berhasil memulihkan keseimbangan energi di tempat itu.

Namun ketenangan itu justru membuat mereka semakin waspada. “Ke mana perginya aura kutukan tadi? Apakah energi gabungan kita berhasil menyingkirkannya?” tanya salah satu prajurit dengan nada bingung.

“Entahlah,” jawab yang lain. “Tapi sekarang aku merasa sedikit tenang.”

Ketegangan meningkat ketika gerbang besar pertahanan Super Great Adam, yang seharusnya disegel dengan kekuatan tertinggi, mulai terbuka perlahan. Asap tebal keluar dari dalamnya, menyelimuti seluruh area gerbang.

“Siap-siaga! Ada sesuatu di balik asap itu,” seru salah satu prajurit dengan nada tegas.

Sosok siluet muncul perlahan dari balik asap. Wujudnya seperti manusia tidak seperti iblis pada umumnya, namun dengan empat tanduk hitam dan dua sayap besar yang mengancam. Itu jelas-jelas iblis.

“Apakah itu Raja Iblis yang kita tunggu?” gumam seorang prajurit, mencoba membaca situasi.

Kapten menatap tajam ke depan, tetapi ekspresinya tetap tenang. “Aku tidak merasakan tekanan energi dari sosok itu,” katanya.

“Begitu juga aku kapten,” tambah prajurit lain. “Tidak ada tanda-tanda kekuatan luar biasa di dalamnya.”

“Tetap waspada,” potong Wisteria, matanya tajam. “Makhluk ini berhasil melewati segel Great Adam. Itu saja sudah cukup membuktikan kalau dia bukan sembarang makhluk.”

Salah satu prajurit mengaktifkan skill mata supernya. Namun, meskipun penglihatannya mampu menembus ilusi dan energi terkuat, ia tetap tidak dapat melihat apa pun dengan jelas dari sosok itu. “Aku tidak bisa membaca energi atau melihat bentuk sebenarnya. Ini mustahil. Makhluk itu tidak mungkin lemah.”

Ketegangan mencapai puncaknya ketika seorang prajurit tiba-tiba jatuh berlutut. Wajahnya pucat pasi, tubuhnya gemetar hebat. Mulutnya menggumamkan kata-kata tidak jelas, seperti seseorang yang kehilangan kewarasan.

“Kita akan mati! Tidak ada yang akan selamat! Makhluk ini tidak seharusnya ada! Aku tidak mau berada di sini lagi. Bawa aku pergi! Bawa aku pulang!” jeritnya putus asa, suaranya pecah seperti cermin yang terhempas ke lantai.

Yang lain hanya bisa memandangnya dengan ngeri. Sosok itu berdiri diam di balik asap, tanpa gerakan, tanpa suara. Tapi kehadirannya cukup untuk membuat seorang prajurit elit kehilangan akal sehatnya.

"Hei! Apa yang terjadi denganmu, Rein? Sadarlah! Ini bukan waktu untuk bertingkah bodoh! Cepat bangkit!" seru salah satu prajurit dengan nada tegas, mencoba menutupi kepanikannya yang semakin terasa di tengah suasana genting itu.

Rekan lainnya, yang berdiri tak jauh dari Rein, menyela dengan nada tergesa. "Apa yang terjadi dengannya? Kenapa dia seperti itu?"

"Aku juga tidak tahu! Dia tiba-tiba seperti ini setelah mencoba menggunakan teknik Long Energi untuk mendeteksi sosok di depan kita," jawab prajurit yang sejak tadi di sisinya, suaranya gemetar, wajahnya penuh keterkejutan.

"Long Energi?" potong prajurit berbadan besar penuh tato dengan nada tidak percaya. "Apa hubungannya dengan teknik itu sekarang?"

"Entahlah! Jangan tanyakan hal yang hanya membuat situasi semakin kacau!" balas yang lain dengan frustasi.

Long Energi adalah teknik mendeteksi cakupan energi dengan radius yang luas, mampu menjangkau jarak ribuan mil, jauh lebih unggul dibandingkan Low Energy, yang hanya efektif di area terbatas. Tapi apa yang dialami Rein, sesuatu yang begitu tak terduga, membuat mereka semua tertegun.

"Sungguh tidak mungkin! Ini di luar kemampuan siapa pun!" seru salah satu prajurit yang baru saja menggunakan teknik serupa. Matanya terbelalak, tubuhnya gemetar hebat seperti melihat sesuatu yang seharusnya tidak ada.

"Apa yang kau lihat? Cepat katakan!"

Dengan nada tergagap, ia berteriak. "Cepat aktifkan teknik Long Energi kalian semua!"

Satu per satu, para prajurit elit mengaktifkan teknik tersebut. Seketika, wajah mereka berubah pucat. Nafas mereka tercekat, seperti baru saja dihempaskan oleh badai yang tak kasat mata.

"Ini... ini tidak masuk akal!" ucap salah satu dari mereka dengan suara nyaris tak terdengar.

"Luapan energinya... mencakup seluruh wilayah Alam Langit dan bahkan Alam Neraka!"

Hening melanda sesaat, sebelum seorang prajurit lainnya berteriak, suaranya hampir pecah. "Gila! Ini benar-benar gila! Energi sebesar ini tidak mungkin dimiliki oleh makhluk! Bahkan jika energi Lucifer dan Gabriel digabungkan, mereka tidak akan mendekati ini!"

Sosok misterius di depan mereka masih berdiri dalam diam, seperti patung hitam yang memancarkan aura kematian. Tidak ada gerakan, tidak ada suara, tapi keberadaannya mencengkeram hati setiap prajurit yang ada di sana.

Ketua pasukan elit menatap makhluk itu dengan wajah pias. Tubuhnya bergetar, dagunya bergetar hebat, tapi ia tidak bisa menahan dirinya untuk berkata pelan, hampir seperti bisikan yang dipenuhi ketakutan. “Kau… benar-benar sosok malapetaka…”

Kesunyian menyelimuti tempat itu, hanya suara napas terengah-engah yang terdengar di antara prajurit. Mereka semua tahu, saat ini, tidak ada lagi harapan untuk menang.

Namun, meskipun demikian, tak satu pun dari mereka melangkah mundur. Mereka adalah prajurit langit. Pasukan elit yang dipilih untuk menjaga kehormatan Gerbang Besar Great Adam.

Dengan sisa keberanian yang ada, sang ketua pasukan perlahan menghunus pedangnya, suaranya bergetar namun tegas, “Jika ini adalah akhir kita, maka kita akan bertempur dengan kehormatan. Tak ada satu langkah pun yang akan mundur.”

Mata para prajurit lainnya membara, menggema semangat terakhir di hati mereka meskipun tahu kemenangan berada di luar jangkauan. Dalam diam, mereka semua mengangkat senjata mereka, bersiap untuk menghadapi sosok yang tak terlukiskan itu.

Langit di atas mereka semakin gelap, badai petir menggelegar seakan memberi tanda dimulainya pertempuran terakhir. Dari balik asap yang pekat, sosok itu mulai melangkah maju, setiap langkahnya seperti membawa dunia mendekati kehancuran.

Dan begitulah, di bawah langit yang hitam pekat dan badai yang bergemuruh, pertempuran antara cahaya dan kegelapan akan segera dimulai kembali...

Episodes
1 PERAN BESAR BAGIAN 1
2 PERANG BESAR BAGIAN 2
3 PERANG BESAR BAGIAN 3
4 PERANG BESAR BAGIAN 4
5 PERANG BESAR BAGIAN 5
6 PERANG BESAR BAGIAN 6
7 PERANG BESAR BAGIAN 7
8 PERANG BESAR BAGIAN 8
9 PERANG BESAR BAGIAN 9
10 PERANG BESAR BAGIAN 10
11 PERANG BESAR BAGIAN 11
12 PERANG BESAR BAGIAN 12
13 PERANG BESAR BAGIAN 13
14 PERANG BESAR BAGIAN 14
15 PERANG BESAR BAGIAN 15
16 PERANG BESAR BAGIAN 16
17 PERANG BESAR BAGIAN 17
18 PERANG BESAR BAGIAN 18
19 PERANG BESAR BAGIAN 19
20 PERANG BESAR BAGIAN 20
21 PERANG BESAR BAGIAN 21
22 PERANG BESAR BAGIAN 22
23 PERANG BESAR BAGIAN 23
24 AKHIR PERANG BAGIAN 1
25 AKHIR PERANG BAGIAN 2
26 AKHIR PERANG BAGIAN 3
27 AKHIR PERANG BAGIAN 4
28 AKHIR PERANG BAGIAN 5
29 AKHIR PERANG BAGIAN 6
30 AKHIR PERANG BAGIAN 7
31 AKHIR PERANG BAGIAN 8
32 AKHIR PERANG BAGIAN 9
33 AKHIR PERANG BAGIAN 10
34 AKHIR PERANG BAGIAN 11
35 HARAPAN BAGIAN 1
36 HARAPAN BAGIAN 2
37 HARAPAN BAGIAN 3
38 KISAH DI MULAI BAGIAN 1
39 KISAH DI MULAI BAGIAN 2
40 KISAH DI MULAI BAGIAN 3
41 KISAH DI MULAI BAGIAN 4
42 KISAH DI MULAI BAGIAN 5
43 KISAH DI MULAI BAGIAN 6
44 KISAH DI MULAI BAGIAN 7
45 KISAH DI MULAI BAGIAN 8
46 KISAH DI MULAI BAGIAN 9
47 KISAH DI MULAI BAGIAN 10
48 KISAH DI MULAI BAGIAN 11
49 KISAH DI MULAI BAGIAN 12
50 KISAH DI MULAI BAGIAN 13
51 KISAH DI MULAI BAGIAN 14
52 KISAH DI MULAI (BAB 15) REVISI
53 KISAH DI MULAI (BAB 16) REVISI
54 KISAH DI MULAI (BAB 17) REVISI
55 KISAH DI MULAI (BAB 18) REVISI
56 KISAH DI MULAI (BAB 19) REVISI
57 JENIS KUTUKAN RAJA IBLIS
58 KUTUKAN TINGKAT 3
59 HADES
60 WUJUD SEMPURNA
61 Lilith sang iblis mistis
62 Pilihan Sulit
63 PENYESALAN
64 Mode Byon
65 Segel surgawi
66 Babak baru
67 Di mulai kembali
68 Kekalahan Lilith
69 Pertemuan dua iblis mistis
70 Salah musuh
71 Soe vs Enzo
72 Sosok iblis yang sesungguhnya
73 Belenggu jiwa
74 Hades sang iblis kematian
75 Ampunan
76 Kebingungan narator
77 Selesai
78 Perjalanan sengit
79 Azuel the Paradise
80 Kereta
81 Sora
82 Party pahlawan
83 Operasi
84 Jail (REVISI)
85 raja serigala
86 Mahluk mitologi
87 menu masakan
88 Aliansi
89 selesai oprasi
90 Berbincang santai
91 Dante
92 Leo
Episodes

Updated 92 Episodes

1
PERAN BESAR BAGIAN 1
2
PERANG BESAR BAGIAN 2
3
PERANG BESAR BAGIAN 3
4
PERANG BESAR BAGIAN 4
5
PERANG BESAR BAGIAN 5
6
PERANG BESAR BAGIAN 6
7
PERANG BESAR BAGIAN 7
8
PERANG BESAR BAGIAN 8
9
PERANG BESAR BAGIAN 9
10
PERANG BESAR BAGIAN 10
11
PERANG BESAR BAGIAN 11
12
PERANG BESAR BAGIAN 12
13
PERANG BESAR BAGIAN 13
14
PERANG BESAR BAGIAN 14
15
PERANG BESAR BAGIAN 15
16
PERANG BESAR BAGIAN 16
17
PERANG BESAR BAGIAN 17
18
PERANG BESAR BAGIAN 18
19
PERANG BESAR BAGIAN 19
20
PERANG BESAR BAGIAN 20
21
PERANG BESAR BAGIAN 21
22
PERANG BESAR BAGIAN 22
23
PERANG BESAR BAGIAN 23
24
AKHIR PERANG BAGIAN 1
25
AKHIR PERANG BAGIAN 2
26
AKHIR PERANG BAGIAN 3
27
AKHIR PERANG BAGIAN 4
28
AKHIR PERANG BAGIAN 5
29
AKHIR PERANG BAGIAN 6
30
AKHIR PERANG BAGIAN 7
31
AKHIR PERANG BAGIAN 8
32
AKHIR PERANG BAGIAN 9
33
AKHIR PERANG BAGIAN 10
34
AKHIR PERANG BAGIAN 11
35
HARAPAN BAGIAN 1
36
HARAPAN BAGIAN 2
37
HARAPAN BAGIAN 3
38
KISAH DI MULAI BAGIAN 1
39
KISAH DI MULAI BAGIAN 2
40
KISAH DI MULAI BAGIAN 3
41
KISAH DI MULAI BAGIAN 4
42
KISAH DI MULAI BAGIAN 5
43
KISAH DI MULAI BAGIAN 6
44
KISAH DI MULAI BAGIAN 7
45
KISAH DI MULAI BAGIAN 8
46
KISAH DI MULAI BAGIAN 9
47
KISAH DI MULAI BAGIAN 10
48
KISAH DI MULAI BAGIAN 11
49
KISAH DI MULAI BAGIAN 12
50
KISAH DI MULAI BAGIAN 13
51
KISAH DI MULAI BAGIAN 14
52
KISAH DI MULAI (BAB 15) REVISI
53
KISAH DI MULAI (BAB 16) REVISI
54
KISAH DI MULAI (BAB 17) REVISI
55
KISAH DI MULAI (BAB 18) REVISI
56
KISAH DI MULAI (BAB 19) REVISI
57
JENIS KUTUKAN RAJA IBLIS
58
KUTUKAN TINGKAT 3
59
HADES
60
WUJUD SEMPURNA
61
Lilith sang iblis mistis
62
Pilihan Sulit
63
PENYESALAN
64
Mode Byon
65
Segel surgawi
66
Babak baru
67
Di mulai kembali
68
Kekalahan Lilith
69
Pertemuan dua iblis mistis
70
Salah musuh
71
Soe vs Enzo
72
Sosok iblis yang sesungguhnya
73
Belenggu jiwa
74
Hades sang iblis kematian
75
Ampunan
76
Kebingungan narator
77
Selesai
78
Perjalanan sengit
79
Azuel the Paradise
80
Kereta
81
Sora
82
Party pahlawan
83
Operasi
84
Jail (REVISI)
85
raja serigala
86
Mahluk mitologi
87
menu masakan
88
Aliansi
89
selesai oprasi
90
Berbincang santai
91
Dante
92
Leo

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!