*Ratu Abadi (Raab)*
Dengan banyaknya obor yang ditempatkan di berbagai sudut di luar ruangan di kediaman Adipati Rempah Alot, membuat malam tidak memiliki harga diri.
Terkhusus di halaman yang kini menjadi tempat berkumpulnya puluhan pendekar, ada puluhan obor bambu yang dipasang, baik di sekeliling panggung maupun di sekitar para pendekar duduk-duduk.
Sudah tidak ada tenda beratapkan anyaman daun pandan. Sudah dibongkar karena menganggap matahari tidak akan muncul di kala malam. Yang muncul malam ini adalah bulan terang yang nyaris bulat sempurna menjelang purnamanya.
Saat ini panggung kosong dari manusia. Tidak ada penari dan tidak ada pemain gamelan. Adipati Rempah Alot sendiri belum muncul, tapi di sisi kanan panggung ada deretan kursi bagus yang pasang. Kursi itu dijaga oleh sejumlah prajurit. Sepertinya yang punya hajat akan duduk di kursi itu bersama pejabat lain yang tadi terlihat datang sore-sore.
Jadi, aturan kompetisi adu sakti malam ini adalah para pendekar yang ingin ikut pertandingan dibagi menjadi dua kelompok besar. Masing-masing kelompok dinamai Kelompok Ayam dan Kelompok Bebek. Entah siapa yang punya ide memberi nama seperti itu? Sungguh tidak ada gagah-gagahnya sedikit pun. Namun anehnya lagi, tidak ada pendekar yang protes.
Pendekar di masing-masing kelompok akan bertarung sesama rekan satu kelompoknya, hingga muncul seorang juara kelompok.
Puncaknya atau babak finalnya mempertemukan juara Kelompok Ayam dan juara Kelompok Bebek.
Siapa menantang siapa, tidak diundi dalam toples, tetapi pendaftar awal diberi keistimewaan untuk memilih lawannya. Jika yang ditantang tidak keberatan menjadi lawan, makan sah menjadi pasangan tarung.
“Aku mau melawan Aji Sontoloyo,” ujar Kidulang Tuo kepada prajurit petugas pendata peserta turnamen.
“Maaf, Tetua. Aji Ronggoloyo sudah ditantang oleh tiga murid Perguruan Jarum Gadis,” kata si prajurit.
“Aku menantang Adi Ronggoloyo,” kata Nini Kuolot pula.
“Maaf, Tetua. Adi Ronggoloyo sudah ditantang oleh tiga murid Perguruan Jarum Gadis lainnya,” kata prajurit itu lagi. “Silakan tetua memilih lawan yang belum mendaftar.”
Akhirnya sepasang pendekar tua yang mendendam kepada Dua Pendekar Sombong itu memilih lawan lain yang belum mendaftar.
Bukan hanya Kidulang Tuo dan Nini Kuolot yang ingin sekali menantang Dua Pendekar Sombong, tetapi ada beberapa pendekar tua yang penasaran ingin langsung menghajar Aji dan Adi di babak awal pertandingan.
Sementara itu, Dua Pendekar Sombong yang ditantang lebih dulu oleh murid-murid Perguruan Jarum Gadis sangat tidak menolak. Dengan senang mereka menerima tantangan itu. Mereka paling suka bertarung dengan wanita, tidak mengapa meski dikeroyok pun.
Bagi pendekar yang datang berkelompok seperti murid-murid Perguruan Jarum Gadis, Perguruan Sembilan Langkah dan perguruan lainnya, mereka diperkenankan bertarung keroyokan, tetapi maksimal hanya tiga orang.
Mila Kemangi dan kelima adik seperguruannya membagi dua kelompok. Sementara kelima murid Perguruan Sembilan Langkah membagi diri menjadi tiga, yaitu 2-2-1. Sebagai murid tertua, Pucuk Kerak merasa aib jika harus bertarung keroyokan. Jadi dia memilih bertarung seorang diri, sementara adik seperguruannya dua-dua.
Gong! Gong!
Setelah semua pendekar telah siap untuk bertarung, terdengarlah suara gong yang dipukul dua kali sampai benjol besar. Gong itu dipukul oleh seorang prajurit saat Adipati Rempah Alot muncul bersama rombongannya.
Meski dalam rombongan itu tetap ada Gaban Selangit yang mendominasi pemandangan, tetapi komposisi rombongan kali ini sangat berbeda dari sebelumnya.
“Pangeran Ulur Langit!” sebut sejumlah pendekar agak terkejut saat mereka mengenali seseorang dalam rombongan.
Orang yang mereka sebut sebagai Pangeran Ulur Langit adalah lelaki separuh baya nan tampan dengan kebersihan kulit cerahnya. Meski lebih muda dari sang adipati, tetapi wibawanya menyeruak lebih memesona dengan pakaian warna putih seputih kapas. Emas permata menghiasi kepalanya, lebih mewah dari asesoris sang adipati. Dia membawa pedang, tapi dibawakan oleh pengawalnya yang berjalan di belakang, tepatnya di sisi Gaban Selangit.
Pangeran Ulur Langit berjalan di depan dan tengah. Di sisi kirinya berjalan Adipati Rempah Alot.
Meski di dalam rombongan itu ada Pangeran Ulur Langit, tetapi pusat perhatian para pendekar, terutama pendekar batangan, lebih terfokus kepada sosok yang berjalan anggun di sisi kanan sang pangeran.
Sosok yang terus ditatap oleh para pendekar itu adalah seorang gadis cantik jelita berpakaian serba ungu keungu-unguan. Bibir merah terangnya seolah-olah menjadi buah cabai yang sangat menantang untuk digigit. Keanggunan langkahnya sebagai wanita di antara para bangsawan terlihat begitu tenang dengan dagu yang sedikit tinggi. Cara memandangnya yang luas menunjukkan bahwa dia bukanlah gadis biasa yang suka bermalu-malu Bersama kucing, tapi cenderung gadis yang berani.
Sosok gadis muda itu tidak lain adalah Aninda Serunai yang telah menyandang gelar Ratu Abadi. Untuk memastikan bahwa dia adalah Aninda Serunai, cukup dengan melihatnya dari dekat, maka akan terlihat bahwa dia memelihara kumis halus yang menggoda iman dan Iwan.
Para pendekar lelaki, bahkan selevel Kidulang Tuo, terpana melihat kejelitaan Aninda Serunai yang laksana rembulan purnama jatuh di malam itu. Anak Pengemis sampai menyeka bibirnya yang mendadak basah. Untung masih bibirnya yang basah, bukan yang lain.
Selain Pangeran Ulur Langit dan wanita cantik jelita berpakaian ungu, ada pula beberapa pejabat penting kadipaten, termasuk dua putra Adipati, yaitu Wadi Mukso dan adiknya Kandar Wulat. Si Kandar Wulat itulah yang lebih populer dengan ketampanan dan kesaktiannya dibanding kakaknya, termasuk lebih muda karena usianya masih tiga puluh tahun.
“Cantik sekali, Adi,” ucap Aji Ronggoloyo terpana tanpa memandang adiknya.
“Aku kira hanya aku yang terpukau oleh kecantikannya, ternyata Kakang juga jatuh hati,” sahut Adi Ronggoloyo.
“Kenapa baru kali ini kita melihatnya, di saat kita sudah kebanyakan jatuh hati?” tanya Aji tanpa mengalihkan pandangannya dari sosok Aninda Serunai.
“Dia melirikku, Kakang! Hahaha!” teriak Adi Ronggoloyo tiba-tiba sambil menepak keras lengan kakaknya, lalu tertawa kencang. Padahal Aninda tidak meliriknya.
Tawa kencang Adi Ronggoloyo membuat para pejabat bangsawan itu memandang kepada Dua Pendekar Sombong yang berdiri di antara pendekar yang lain, termasuk Aninda Serunai jadi melirik sebentar.
“Dia memandangku secara penuh, Adi! Hahaha!” pekik Aji Ronggoloyo pula. Lalu tertawa keras pula sambil menyikut lambung adiknya. Hatinya berkembang-kembang laksana motif kain batik.
Kegeeran Dua Pendekar Sombong jadi merusak suasana. Pasalnya, para pendekar yang tadi fokus memandangi Aninda Serunai jadi beralih memandangi dua pemuda tampan yang memuakkan itu.
Tuk!
Terkejut Aji dan Adi saat merasakan bokong mereka ditusuk oleh sesuatu yang tumpul. Sontak tawa mereka berdua terhenti dan mereka cepat menengok untuk melihat siapa yang jahil menusuk bokongnya.
Mereka berdua mendapati sosok wanita gemuk usia emak-emak berdiri di belakang. Sangat dekat di belakang mereka.
“Buah!” pekik Aji dan Adi kompak terkejut. Sampai-sampai mereka terlompat maju sambil berbalik menghadap kepada wanita bermuka bulat yang tersenyum lebar.
Wanita berpakaian hitam itu bukan hanya mengejutkan dengan senyuman genitnya, tetapi dia juga mengejutkan dengan adanya seekor ular besar warna hijau muda yang melingkar di leher dan pinggangnya.
“Kau melecehkan kami, Pandan Duri!” tuding Aji Ronggoloyo.
“Jangan galak-galak kepada wanita sepertiku, Aji Loyo. Ularku ini masih gadis, dia juga suka dengan lelaki,” kata wanita gemuk yang bernama Pandan Duri itu sambil menjulurkan kepala ularnya kepada kedua pemuda tampan itu.
Dua Pendear Sombong refleks mundur selangkah dengan gestur takut-takut geli terhadap si ular yang setebal pergelangan tangan.
Pandan Duri dikenal dengan julukan Siluman Ular Hijau, meski dia bukan siluman dan ularnya pun bukan kerabat siluman.
“Hiiih!” pekik Aji Ronggoloyo sembari tergidik seperti menahan mencret. Dia segera menarik tangan adiknya untuk pindah posisi menjauhi Pandan Duri.
“Hahaha!” Pecah tawa para pendekar melihat tingkah Dua Pendekar Sombong.
Sementara itu, Pangeran Ulur Langit, Aninda Serunai, Adipati Rempah Alot, putranya dan pejabat yang lain telah duduk di deretan kursi bagus di sisi kanan dari panggung.
Dilihat dari formasi duduknya di kursi, sangat jelas bahwa Pangeran Ulur Langit dan Aninda Serunai adalah orang yang paling utama.
“Siapa wanita muda itu? Aku tidak pernah melihatnya,” kata Kidulang Tuo.
“Kau jatuh hati kepadanya?” tanya Nini Kuolot bernada cemburu.
“Aku tahu ukuran,” ketus Kidulang Tuo sedikit tersinggung karena dituding naksir kepada daun muda. “Perhatikan gerak-gerik Pangeran Ulur Langit ketika bicara kepada gadis itu.”
Memang, ketika Pangeran Ulur Langit sesekali berbicara kepada Aninda Serunai, terlihat gesturnya menunjukkan penghormatan kepada si gadis yang sesekali mengangguk kecil.
Gestur penghormatan terlihat lebih jelas lagi ditunjukkan oleh Adipati Rempah Alot. Pemandangan itu membuat para pendekar jadi sangat penasaran. Mereka ingin tahu siapa sebenarnya Aninda Serunai dan apa kedudukannya di antara para pejabat tersebut. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Umar Muhdhar
4
2024-11-08
1
•§͜¢•❤️⃟Wᵃf로스미아✰͜͡v᭄ℜ𝔬𝔰ˢ⍣⃟ₛ
terlalu pede weh.. siapa juga yg melirikmu
2024-10-19
1
☠️⃝⃟𝑽𝑨𝙊𝙚૨αɳ𝙜𝕻𝖓𝖉𝓐𝔂⃝❥
berarti dia bermalu2 nya bersama singa makanya berani....ckckck, mata pendekar batangan harus dirukyah tuh sebelum dicolok ma jari lentik sang putri ungu ke ungu2an😂😂😂
2024-09-03
2