*Ratu Abadi (Raab)*
Drap drap drap…!
Kedua kuda berwarna cokelat itu berlari sedang yang menunjukkan bahwa keduanya tidak sedang dikejar atau mengejar waktu. Keduanya ditunggangi oleh lelaki yang sama-sama usia hampir empat puluh tahun. Keduanya yang mengenakan pakaian bagus warna kuning dan hijau terang itu memiliki paras yang tampan.
Lelaki yang memperkaya kumis bernama Adi Ronggoloyo. Sedangkan lelaki yang memperkaya cambang bernama Aji Ronggoloyo. Aji adalah kakak dari Adi. Keduanya putra dari Abi Ronggoloyo atau cucu dari Aki Ronggoloyo.
Kakak adik yang sangat akur dan bersahabat itu memiliki gelar Dua Pendekar Sombong. Gelar itu bukan mereka yang lahirkan atau dianugerahkan karena mereka telah diwisuda usai mengenyam pendidikan S selama tiga puluh semester, tetapi diberikan oleh rekan-rekan sejawat dan lawan-lawan sejerawat.
Mereka kompak menghentikan lari kudanya saat mereka menemui sepasang pendekar tua yang sedang berjalan kaki di pinggir jalan yang tidak bertrotoar. Aki dan nini itu disebut pendekar karena memang style mereka menunjukkan seperti itu. Nenek-nenek mana yang suka bawa-bawa pedang jika bukan pendekar? Dan, aki-aki mana yang suka bawa-bawa selendang jika bukan pendekar?
Si nenek kurus berpakaian abu-abu yang menyandang pedang di punggung bernama Nini Kuolot. Sedangkan si kakek yang bukan suaminya bernama Kidulang Tuo. Meski keduanya tidak memiliki gelar kebangsawanan atau akademik, tetapi nama mereka cukup populer di kancah dunia persilatan.
Jika yang populer nama asli dibandingkan sekalimat gelar, berarti individu tersebut bukanlah orang kebanyakan. Jika dia seorang pendekar, berarti dia bukan pendekar kebanyakan. Artinya dia pendekar kedikitan.
“Hahaha!”
Yang biasa pertama kali dilakukan oleh Dua Pendekar Sombong adalah menertawakan orang lain.
Kidulang Tuo dan Nini Kuolot sebelumnya mendengar suara lari kuda yang datang mendekat dari arah belakang, tetapi mereka cuek nenek. Barulah ketika dua hewan itu berhenti yang diiringi oleh suara menertawakan dari dua lelaki, barulah sepasang tua itu menengok dengan lirikan yang tajam. Maklum, usia tua membuat mereka sensitif mendengar suara tawa meski tidak sensitif untuk tertawa.
Mereka langsung mengenal kedua lelaki gagah di atas kuda.
“Sudahlah tua, tapi tidak kunjung cari harta, hanya mencari kedigdayaan. Akhirnya, seekor kambing pun tidak kunjung terbeli untuk dijadikan tunggangan. Hahaha!” ejek Adi Ronggoloyo.
“Apakah kau ingin merasakan mulutmu dibungkam oleh selendangku, Pendekar Sombong?” tanya Kidulang Tuo menawarkan.
“Hahaha! Jangan cepat marah seperti itu. Orang tua yang suka marah seperti itu nanti cepat mati. Bahagialah Nini Kualat jika kau mati. Setidaknya dia akan mencari ganti yang satu tahun lebih muda darimu, Kidulang,” kata Adi Ronggoloyo.
“Hahaha!” tawa Aji Ronggoloyo. Dia tertawa bukan karena kata-kata adiknya lucu, tetapi mereka memang selalu kompak dalam hal mengolok-olok.
“Namaku Nini Kuolot, bukan Nini Kualat!” hardik Nini Kuolot marah.
“Memang sengaja. Hahaha!” kata Adi Ronggoloyo dengan bibir dibengkokkan seperti orang struk. Setelah itu dia tertawa.
Tes!
Respons dari ledekan kedua pemuda itu adalah satu sentilan tangan tanpa peluru, tetapi ada segumpal energi tenaga dalam tidak terlihat yang melesat menyerang paha kaki depan kuda Adi Ronggoloyo.
Ctas!
Ehehehek!
Namun, Adi Ronggoloyo sigap menghentakkan tangan kanannya ke arah bawah. Terjadi ledakan energi tanpa wujud di sisi kaki kuda. Adi melakukan pencegahan dengan tenaga dalamnya pula.
Akibatnya, ledakan yang terjadi dekat dengan kuda, mengejutkan kuda tunggangan Adi Ronggoloyo. Itu membuat si kuda meringkik kaget lalu berlari sebelum dipecut. Adi Ronggoloyo tidak bisa menolak raganya dibawa oleh kudanya.
“Tidak perlu pamer tenaga dalam di pinggir jalan, Nini Kualat. Nanti, kalau mau pamer di kediaman Adipati Rempah Alot,” kata Aji Ronggoloyo, tanpa tertawa lagi. “Di sana, aku yakin, pendekar tua sudah kehilangan masanya untuk berjaya.”
“Kami pun ingin melihat kesombongan yang hanya tinggi di mulut,” timpal Kidulang Tuo.
“Heah heah!” Aji Ronggoloyo lalu menggebah kudanya untuk mengejar adiknya.
Ketika Aji berhasil menyusul Adi, adiknya itu sudah menguasai kudanya.
Tidak berapa lama, mereka telah memasuki ibu kota Kadipaten Rempal. Di depan ada sekelompok wanita muda-muda berpakaian pendekar. Mereka ada enam sekawan.
Lagi-lagi kedua pemuda itu tidak tenang jika tidak usil. Mereka kompak memelankan kudanya dan berjalan santai di sisi rombongan kelompok wanita pendekar yang semuanya membawa pedang.
“Viut!” Adi Ronggoloyo bersiut memanggil keenam wanita itu.
Mereka yang awalnya tidak mengindahkan suara kuda yang datang, jadi menengok. Seketika bibir keenam wanita muda itu mencebik. Mereka sudah kenal siapa kedua pemuda tampan tersebut.
“Tidak usah diladeni. Pendekar seperti mereka kurang perhatian, makanya cari perhatian,” kata wanita tertua di antara mereka. Namanya Mila Kemangi. Meski paling tua, tetapi usianya baru tiga puluh satu tahun. Bisa ditakar usia wanita yang lain.
“Eh eh eh. Baru bertemu dengan Kakang yang ganteng ini kenapa langsung merajuk seperti itu? Nanti rindu kepada kami sebelum kalian rindu,” kata Aji Ronggoloyo menggoda.
“Jangan dikira kalian akan menemukan lelaki tampan yang setampan kami lagi. Tidak ada itu. Aku jamin,” kata Adi Ronggoloyo pula.
“Kalian memang tampan, tetapi tidak lebih tampan dari kuda kalian,” ketus wanita muda tercantik di antara mereka. Namanya Ulis doang. Dia memiliki rambut ikal yang sebahu.
“Hihihi…!” Meledak tawa Mila Kemangi dan adik-adik seperguruannya mendengar perkataan Ulis.
“Buah!” pekik Aji dan Adi mendelik karena dibandingkan dengan kuda mereka sendiri.
Mila Kemangi dan kelima adik seperguruannya lalu melanjutkan langkahnya sambil tertawa-tawa menertawakan Dua Pendekar Sombong.
Namun, Aji dan Adi tidak menyerah begitu saja. Mereka tetap menjalankan kudanya di sisi para wanita itu.
“Tidak usah jual-jual mahal seperti itu, Mila Kemangi. Aku tahu kau masih seorang diri, belum punya kekasih, apalagi suami. Jika kau ingin hidup bahagia, aku bisa memberikannya,” kata Aji Ronggoloyo.
“Jika kau terus jual mahal, sampai tua pun kau tidak akan punya lelaki. Kau pasti belum tahu bahwa lelaki itu rasanya lezat,” kata Adi pula.
Mendelik Mila Kemangi mendengar kata-kata kedua pemuda tampan itu.
“Hihihi!”
Namun, Ulis dan lainnya justru tertawa, mereka menertawakan kakak seperguruannya.
“Diam kalian!” hardik Mila kepada adik-adik bukan sekandungnya. “Kalian pikir mereka lucu?”
Lalu katanya kepada Dua Pendekar Sombong.
“Aku yakin, kalian beruntung kali ini karena sedang berjumpa kami yang cantik-cantik. Kalian, asalkan jenisnya wanita, pasti digoda dan diajak, termasuk nenek-nenek sekalipun.”
“Hihihi…!” Ramai Ulis dan rekan-rekannya tertawa.
“Sembarangan kau bicara, Mila. Kami ini sombong karena apa? Kami sombong karena di kalangan wanita kami menjadi rebutan. Di kalangan pendekar kami tidak terkalahkan. Di kalangan lelaki kami paling tampan. Di kalangan hartawan kami paling berharta,” sesumbar Aji Ronggoloyo.
Drap drap drap!
“Coba kalian lihat itu!” tunjuk Adi Ronggoloyo sambil ke satu arah.
Perhatian mereka semua segera teralih ke satu arah. Mereka melihat ada seorang gadis cantik berpakaian putih datang mendekat dengan berkuda.
“Cempaka Air datang karena dia cemburu melihat kami menggoda kalian,” kata Adi Ronggoloyo. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
🫡Ran🫠off✈︎
lah kuda siapa yang lewat? kata orang tadi
2024-11-05
1
Umar Muhdhar
6
2024-11-08
1
🫡Ran🫠off✈︎
wkwkwkw ada ada aja nanti benaran marah lagi
/Facepalm/
2024-11-05
1