Baharuddin. Ia adalah seorang guide pendakian gunung. Sudah 16 tahun lebih ia menjadi pemandu orang-orang pecinta alam yang hendak menaklukan tingginya puncak bumi. Ia sudah sangat berpengalaman.
Berawal dari hobinya sejak zaman SMP yang terus ia tekuni. Kesukaannya terhadap alam dan pendakian kini menjadi sebuah tanggung jawab pekerjaan yang sangat ia cintai.
Semua gunung raksasa di Pulau Jawa sudah berkali-kali ia daki. Ia membuka jasanya sebagai guide bukan hanya semata karena imbalan. Ia ingin berbagi ilmu dan pengalamannya sebagi seorang pendaki kepada tunas-tunas muda yang baru ingin berkenalan dengan gunung. Bagaimana indahnya alam dan kasih sayang yang bisa dibentuk memalui hikmatnya sebuah perjalanan pendakian.
Baharuddin sangat bahagia dengan profesinya ini.
*
Me time. Ketika tidak sedang naik gunung sebagai pemandu Baharuddin juga masih meluangkan waktu untuk dirinya sendiri. Sesekali ia menghabiskan waktunya hanya berdua saja dengan alam dan gunung. Solo hiking.
Dua bulan terakhir jadwalnya penuh. Satu minggu bisa sampai dua atau tiga kali Baharuddin naik gunung. Beginilah ketika cuaca sedang bagus bersamaan dengan hari-hari libur para anak-anak remaja.
Baharuddin menyisihkan waktu. Selain untuk recovery fitness badannya ia juga perlu untuk memanjakan hasrat jiwanya yang ingin pendakian bebas tanpa harus mengurus ini dan itu.
Bukit Tangan atau orang-orang lebih mengenalnya dengan Gunung Tangan. Meski bukan gunung, tapi bukit atau anak gunung ini punya ketinggian yang lumayan tinggi. Alamnya juga indah dan masih terasa alami karena jarang yang pergi ke sana. Dan yang paling Baharuddin sukai adalah karena medannya yang tidaklah mudah untuk didaki.
Baharuddin akan mendaki Bukit Tangan setelah terakhir kali ia ke sana dua tahun yang lalu. Dan ini adalah untuk kali ketiga ia pergi ke sana.
*
Start dari Pos Pendakian pertama dimana suasananya sangat sepi. Tapi memang hari seperti itulah yang sengaja dicari karena ketenangan dan keseruan naik gunung seorang diri.
Pukul 08:00 pagi Baharuddin mulai melangkah. Ia sengaja berjalan tidak terlalu cepat. Ia ingin menikmati pemandangan suguhan alam. Di mulai dari rumah-rumah kayu yang begitu ramah dengan tegur sapa para penghuninya. Sawah-sawah hijau yang bisa diajak berbicara. Hingga hutan yang melantunkan nada angin, kicauan burung dan nyanyian serangga.
Tidak lama. Baru juga jam 11 siang tapi Baharuddin sudah sampai di puncak Bukit Tangan. Padahal ia sudah berjalan pelan-pelan.
Kenapa bukit ini dinamakan Bukit Tangan? Karena di puncaknya ada dua gundukan besar yang subur berdekatan. Dimana ada lima lekukan yang terbentuk secara alami di masing-masing gundukan tersebut layaknya sebuah cap telapak tangan. Gambaran ini sangat jelas terlihat bila dilihat dari atas.
Sampai di puncak Baharuddin mendirikan tenda kecilnya. Kemudian ia menyiapkan api dan air panas untuk membuat kopi.
Bayangkan saja sendiri. Di puncak bukit tinggi. Dikelilingi syahdu alam yang berseri. Sejauh mata kemana pun arah memandang adalah senyuman keindahan. Menikmati kopi panas sambil berteduh di bawah tenda. Seorang diri.
Aroma suasana itu membius Baharuddin sampai diam tertidur pulas.
*
Bangun-bangun siang sudah hilang. Jam tangan di pergelangan tangan kirinya memberitahukan waktu sudah pukul 16:00 sore. Baharuddin bergegas membereskan tenda dan perlengkapan perbekalannya. Ini sudah di luar rencananya. Targetnya jam 4 ia seharusnya sudah sampai di bawah.
Awan mendung membuatnya buru-buru. Tidak lucu jika ia harus kehujanan. Anehnya lagi sudah berhari-hari tidak turun hujan. Tapi sekarang langit seakan mengancam ingin membasahi tanah bumi.
Ketika Baharuddin hendak turun ia melihat rombongan pendaki lain yang juga sedang bergerak turun. Waktu naik tadi hanya ia seorang yang terdaftar di hari itu menaiki Bukit Tangan. Apa mereka datang setelahnya?
Di puncak yang memiliki tanah lapang yang luas itu wajar jika mereka tidak bertemu. Apalagi tadi Baharuddin sempat tidur berjam-jam.
Rombongan pendaki yang terdiri dari banyak orang itu turun meninggalkan puncak dan Baharuddin. Mereka tidak melalui jalur yang sama dengan jalur yang dilalui oleh Baharuddin. Hanya ada satu jalur pendakian sepengetahuan Baharuddin.
“JALUR BARU”,
Dari kejauhan Baharuddin membaca plang itu. Rupanya kini Bukit Tangan punya jalan baru. Tapi kenapa sewaktu ia mendaftar petugas yang jaga tidak memberitahukan kepadanya?
Karena ia memang seorang pendaki sejati sekaligus seorang guide gunung, Baharuddin pun memilih untuk turun dari puncak melalui jalur baru yang baru saja ditunjukkan oleh rombongan pendaki muda-mudi itu.
Dengan berjalan lebih cepat Baharuddin memperkirakan sebelum magrib ia sudah bisa sampai di bawah.
Jalannya sudah rapi dan mudah untuk dilalui. Setelah dua tahun tidak pernah kemari rupanya tempat ini sudah mengalami perkembangan yang signifikan.
Baharuddin yang sudah berkali-kali naik turun gunung akhirnya mampu menyusul rombongan yang tadi dilihatnya di atas. Sekarang ia berada tepat di belakang kelompok pendaki tersebut.
“Darimana mas?”, tanya Baharuddin berkenalan dengan mereka.
Tapi sapaan Baharuddin tidak berbalas. Orang-orang itu hanya diam dan tertunduk sambil terus berjalan.
Tiba-tiba mereka berhenti lalu membuka jalan untuk Baharuddin.
“Duluan mas”, kata salah satu diantara mereka.
Sejatinya Baharuddin bingung dengan cara mereka berperilaku. Tapi karena hari semakin gelap ia pun mengambil jalan yang dipersilahkan untuknya dan meninggalkan rombongan itu.
“Saya duluan mas”, kata Baharuddin.
*
Jam 17:40. Tapi Baharuddin belum juga sampai di tempat registrasi. Malahan kini ia berhenti di sebuah warung yang buka di tempat yang mempunyai tanda plang bertuliskan POS 2.
“Kopi hitam satu mbah”, Baharuddin memesan.
“Pakai gula?”, tanya kakek pemilik warung.
“Pakai mbah, sedikit saja jangan terlalu manis”, kata Baharuddin.
“Permisi mbah mau tanya”,
“Ini jalur baru ya mbah?” tanya Baharuddin penasaran.
“Iya mas. Ini jalur baru yang memang dibuat khusus”, jawab kakek pemilik warung.
“Kalau hanya ada satu jalur saja suka bertubrukan kalau sedang ramai pendakian”, terangnya.
“Sudah lama mbah ini jalurnya dibuka?”, tanya Baharuddin lagi.
“Ya sudah lama”, jawab kakek pemilik warung.
“Kira-kira masih jauh tidak ya mbah sampai di bawah? Saya baru pertama kali lewat sini”, ungkap Baharuddin.
“Ohh sampeyan baru pertama kali lewat sini?”, kata kakek terkejut.
“Ya masih jauh”, jelas kakek pemilik warung.
“Harusnya sampeyan kalau naiknya tidak lewat sini, ya turunnya jangan lewat sini”, kata kakek pemilik warung menambahkan.
“Ini mas kopinya”,
Kopi hitam Baharuddin sudah jadi.
*
Rombongan pendaki yang tadi disalip oleh Baharuddin datang. Mereka juga singgah di warung yang berada di POS 2 tersebut. Tapi kembali mereka berperilaku aneh. Meski mereka juga turut memesan minuman dan makanan tapi kelompok orang-orang itu kembali bersikap tak acuh, tidak memperdulikan keberadaan Baharuddin yang terlebih dahulu duduk di sana.
“Mbah, itu kenapa ya orang-orang itu sikapnya aneh?”, Baharuddin bisik-bisik kepada kakek pemilik warung.
“Tadi waktu turun saya juga bertemu dengan mereka. Tapi mereka tidak mau melihat dan berbicara sama saya”, ujar Baharuddin.
Mendengar perkataan Baharuddin itu kakek pemilik warung menghela nafas panjang sebelum ia berbicara menanggapinya,
“Yang bilang kami orang itu siapa?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments