Harun dan Asep sulit untuk tertidur. Apa yang ada di pikiran mereka enggan untuk membiarkan mereka berdua terlelap begitu saja. Mereka waspada melihat ke semua penjuru ruangan tempat makan dimana mereka bekerja di sana.
“Sudah aku bilang jangan nonton Sundel Bolong”,
“Begini jadinya jadi susah tidur”, tutur Asep.
“Kita ini penakut Harun”, tambah Asep.
“Kenapa tadi tidak kau ganti saja chanelnya Sep”, kata Harun.
“Kau kan tadi bilang sendiri. Sudah tidak apa-apa, aku sudah nonton puluhan kali mana mungkin aku takut”, jawab Asep.
“Mana sekarang hujan deras begini”, kata Asep lagi.
Rumah makan buka 24 jam. Disinilah Harun dan Asep bekerja. Hari ini giliran mereka mendapatkan shift jaga masuk malam. Sebenarnya ada saja orang yang datang di waktu lewat jam tidur untuk makan, tapi tentu saja jumlahnya tidaklah banyak. Apalagi malam ini hujan begitu deras mengguyur menjadikan suasana jalan raya semakin sepi.
Baru-baru ini di tempat kerja mereka memang lagi parno dengan yang namanya setan atau perhantu-hantuan. Hal ini dipicu karena beberapa hari yang lalu viralnya sebuah video penampakan hantu di sebuah rumah makan yang sudah diputar dan dibagikan jutaan kali di platform digital. Tidak hanya membahas asli atau tidaknya unggahan tersebut yang jelas efeknya sampai ke tempat Harun dan Asep bekerja.
Harun dan Asep memang terkenal lemah masalah setan-setanan. Bisa-bisa setiap kejadian yang sedikit-sedikit dihubungkan dengan mistis. Sekarang setelah mereka habis menonton sebuah film horor yang sangat ikonik di negeri ini mereka merasakan sendiri akibatnya. Menjadi penakut di jam malam di musim penghujan.
“Sep, nanti kalau ada yang mau beli bangunkan aku ya. Aku tidur dulu”, ucap Harun.
Sebenarnya Harun hanya menutup mata saja untuk menutupi rasa takutnya. Sementara Asep yang juga was-was tidak bisa begitu saja tertidur karena ia sudah menghabiskan kopi hitam seduhannya.
***
“Run aku ke belakang dulu ya”, kata Asep.
“Ya”, jawab Harun dengan malas.
Beberapa menit kemudian setelah Asep menyelesaikan urusannya di kamar mandi ia kembali ke depan. Ia dibuat terkejut setelah kembali ke ruang depan. Ada dua pelanggan yang sudah duduk di kursi meja makan. Tampaknya pasangan suami istri yang sudah berumur.
“Mau makan Pak, Bu?”, sapa Asep menghampiri tamunya.
“Iya mas, makan di sini ya”, jawab bapak-bapak berkumis tebal.
“Mari Pak mau sama apa lauknya? Saya ambilkan”, kata Asep.
“Punya saya samakan saja mas sama punya bapak”, pinta ibu-ibu berkerudung biru.
“Minumnya apa Pak?”, tanya Asep setelah keduanya selesai memesan.
“Teh anget saja mas dua”, kata bapaknya.
“Baik pak, saya buatkan sebentar”, jawab Asep.
Asep kemudian membangunkan Harun yang ternyata sudah bisa tertidur dengan tenang.
“Run, teh anget dua. Cepet sudah ditunggu”, kata Asep.
“Loh ada yang beli Sep? Aku kok nggak dengar apa-apa?”, kata Harun terbangun.
“Tenang sudah aku layani”, jawab Asep.
“Ya sudah aku buatkan minumnya dulu. Teh anget dua ya?”, tanya Harun memastikan pesanan.
“Sip”, kata Asep.
Asep tidak menyangka akan ada pembeli yang datang di malam yang sudah larut di saat hujan deras seperti ini. Pasangan suami istri itu baru pertama kali datang ke rumah makan ini. Mereka dari luar kota. Begitulah Asep membaca situasinya setelah melihat mobil jadul yang terparkir di depan rumah makan mereka memperlihatkan plat nomor kendaraan dari luar kota. Pasangan suami istri itu dengan lahap menikmati hidangan yang disajikan.
“Kenapa lama Run?”, tanya Asep ketika Harun berjalan melewatinya keluar dari belakang membawa dua gelas teh hangat pesanan pelanggan.
“Air panasnya habis jadi meski aku masak dulu”, ucap Harun berlalu mengantarkan pesanannya.
Harun kembali ke belakang setelah mengantarkan minuman. Kali ini ia juga mengajak Asep. Ada yang ingin Harun beritahukan kepada Asep. Terjadilah perdebatan.
“Aneh Sep, kenapa makanannya tidak dimakan? Orangnya cuma duduk diam seperti patung. Jangan-jangan setan Sep”, kata harun bisik-bisik kepada Asep.
“Apa-apaan kamu Run? Kamu mau menakut-nakuti aku ya Run? Tidak kena Run”, bantah Asep.
“Sep. Aku serius”, kata Harun.
“Aku tadi mengamati mereka. Mereka makan dengan lahap. Orangnya juga ramah”, jelas Asep.
“Mobilnya antik Run coba kamu lihat di luar sana”, ujar Asep.
Harun mengintip dari ruang belakang untuk memastikan perkataan Asep.
“Mobil apaan? Tidak ada mobil yang parkir di depan rumah makan kita”, lawan Harun.
“Setan ini Sep”, bisik Harun.
Harun kembali mengintip lagi. Kali ini ia memperhatikan dengan seksama dua tamu pelanggan malam mereka.
Harun menarik diri. Ia sandarkan punggungnya di tembok sudut ruangan belakang. Tubuhnya lemas. Ia duduk ambruk di lantai. Muka Harun seketika pucat.
Melihat itu Asep pun bertanya,
“Kenapa Run?”,
Harun kesulitan untuk menjawab pertanyaan Asep. Ia terlihat seperti kesulitan untuk menyusun dan mengeluarkan kata-kata dari mulutnya.
Setelah beberapa saat akhirnya Harun bisa menjawab rasa penasaran Asep,
“Pppppp… pp…. po…c…. poc….. po..co.. po..cong”, kata Harun terbata-bata.
Asep yang tidak yakin dan tidak percaya begitu saja dengan kesaksian Harun kembali ke ruang depan untuk memastikannya.
Asep mendapati pasangan suami istri itu telah selesai makan. Habis tidak tersisa. Asep juga masih melihat mobil retro yang terparkir di depan rumah makan mereka.
“Sudah mas, mau bayar”, kata bapak berkumis tebal.
“Oh iya Pak”,
Di sinilah Asep mulai tersadar. Logika Asep mulai berjalan sebagaimana mestinya. Asep menerima uang seratus ribu dari bapak tersebut untuk membayar makan mereka. Tapi yang diterima oleh Asep adalah uang seratus ribu cetakan lama. Lama sekali.
“Sebentar Pak, saya ambilkan kembaliannya”, ucap Asep mulai merinding.
Sembari mencari pecahan uang kembalian Asep kembali memperhatikan dua orang tersebut. Aneh memang pikir Asep. Di luar hujan deras, tapi pakaian keduanya sama sekali tidak ada basah-basahnya sama sekali.
“Kalau tidak ada kembaliannya buat sampeyang saja mas”, ucap bapak itu yang mengetahui Asep yang sedang memperhatikannya.
“Ada Pak, sebentar”, jawab Asep.
Ketika Asep hendak menyerahkan uang kembalian pasangan suami istri itu sudah tidak ada lagi di meja makan. Asep melihat mereka berdua sudah masuk ke dalam mobil. Asep pun menyusul mereka.
Asep tidak sengaja kembali melihat plat nomor mobil tua itu. Rupanya tahunya sudah sangat tua. Asep mengurungkan niatnya untuk mengembalikan uang kembalian yang telah dibawanya. Sesampainya di dekat mobil Asep balik badan lalu kembali masuk ke dalam rumah makan.
Dengan keadaan yang sedikit kebasahan karena di luar masih hujan Asep menemui Harun. Asep duduk lesu bersandar di tembok ruang belakang sama seperti Harun.
“Ada apa Sep?”, tanya Harun pelan.
“Pocong Run”, jawab Asep.
Asep mengetahui dua orang yang berada di dalam mobil tua yang parkir di depan rumah makan mereka adalah pocong.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments