Mahdi sedang pusing tujuh keliling. Pikirannya tidak karuan memikirkan begitu banyaknya tagihan hidup yang mesti ia penuhi demi keluarganya. Tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga sungguhlah bukan main-main.
Malam demi malam ia lewati dengan mata yang sulit terpejam. Ia pandangi istri dan anaknya yang masih balita. Seorang suami sekaligus ayah yang menjadi tulang punggung seorang diri memikul beban hidup dua jiwa yang terkasih.
“Susu habis mas”, ucapan sang istri membuyarkan lamunan Mahdi.
“Tadi siang ibu kos datang minta uang sewa, katanya kalau seminggu lagi kita nggak bayar kita bakal diusir. Kita sudah nunggak dua bulan mas”, perkataan sang istri bagai petir menyambar di tengah malam yang dingin.
“Sabar ya dek, semoga besok aku dapat kerja lagi”, jawab Mahdi.
*
Sudah dua bulan Mahdi menganggur. Kerjaannya setiap hari hanya main sana main sini sambil berharap dapat pekerjaan baru. Ia juga sudah mencoba untuk meminjam uang kepada teman-teman dekatnya tapi tidak ada lagi yang mau memberikan pinjaman kepadanya. Tidak juga dengan bank atau pun koperasi.
Di titik ini ia selalu tergoda untuk mengulang masa lalunya yang pernah memberikannya tempat khusus di dalam sebuah penjara. Pada masa mudanya Mahdi kerap berurusan dengan aparat penegak hukum. Ia dikenal sebagai seorang pencuri yang kerap keluar masuk jeruji besi untuk masalah yang sama.
Sudah tiga tahun terakhir Mahdi bersih dari kriminalitas. Setelah terakhir kali keluar dari lapas ia menyibukkan dirinya dengan bekerja di tempat yang halal. Pribadinya juga semakin membaik tatkala ia menemukan wanita yang dicintainya yang kemudian ia nikahi untuk hidup berumah tangga. Apalagi sekarang Mahdi sudah menjadi seorang bapak.
Kini persoalan baru muncul ketika di tempatnya bekerja ada pengurangan jumlah karyawan. Dan Mahdi menjadi salah satu pekerja yang diberhentikan.
*
Di lingkungan tempat Mahdi tinggal sekarang ada sebuah rumah mewah milik salah seorang kaya raya. Bangunan megah itu dikenal sudah tidak lagi dihuni oleh pemiliknya dalam waktu yang lama. Tidak ada yang tahu pasti kemana pemilik rumah tersebut saat ini. Hunian itu masih mempunyai perabotan beserta isinya lengkap.
Mahdi melihat rumah mewah itu sebagai jalan keluar alternatif untuk masalah kebutuhan ekonomi pelik yang sedang membelenggunya. Tabiat lamanya gatal ingin kembali mempraktekkan kepiawaiannya sebagai seorang pencuri. Namun catatannya adalah rumah mewah itu angker.
*
Rumah besar itu terletak di pinggir jalan masuk perumahan warga. Pagarnya tinggi dengan gerbang besi yang sudah mulai berkarat. Malam itu Mahdi pamit kepada istrinya untuk pergi ke rumah temannya guna menanyakan pekerjaan. Sejatinya ia memilih malam itu sebagai waktunya untuk beraksi.
Jam 10 malam jalanan sudah sepi. Orang-orang sudah berada di rumah masing-masing dengan pintu terkunci. Mahdi mengendap-endap menyisir pagar rumah yang tinggi. Ia mencoba masuk melalui pintu gerbang, tapi pintu itu terkunci.
Setelah melihat sekeliling, memastikan sepi tidak ada orang yang akan menjadi saksi Mahdi memanjat pintu gerbang yang tingginya dua kali tinggi badannya. Apa yang sedang dilakukannya ini mengingatkannya kepada kenangan dulu yang sering kali ia lakukan memanjat dan melompat dinding-dinding pagar. Memang butuh keahlian, untungnya kemampuan Mahdi belum sepenuhnya hilang.
Setelah berhasil melompati pagar dan masuk di dalam kawasan rumah mantan maling yang kembali mencuri itu langsung menyembunyikan dirinya di sisi gelap supaya tidak ada yang mengetahui keberadaannya. Mahdi memperhatikan rumah target operasinya itu. Halamannya begitu luas dengan tanaman-tanaman yang besar tumbuh tinggi menjulang. Dan tentunya rumah megah nan mewah yang kini menunggunya di depan mata.
Hanya Mahdi seorang. Tidak ada manusia lain di sana. Rumah mewah yang terkenal angker. Sudah lebih dari 30 menit pencuri itu mengitari rumah sasarannya. Tapi ia belum juga menemukan celah untuk masuk ke dalam ruamh tersebut. Semua pintu dan jendela tertutup rapat. Tidak hanya satu kali ia mondar-mandir berkeliling rumah yang penampilannya bak istana untuk para raja.
Sepertinya ia harus melakukan opsi terakhir untuk masuk ke dalam rumah. Yaitu dengan cara paksa atau melakukan perusakan. Mahdi mengeluarkan obeng yang dibawanya. Ia berharap alat itu bisa ia gunakan untuk mencongkel jendela. Tapi obeng punya Mahdi bukanlah tandingan untuk kerangka jendela mewah yang super kokoh.
Mahdi mengambil batu yang berada di taman rumah. Batu yang cukup besar yang ia yakini bisa memecahkan kaca jendela rumah itu. Semoga dalam satu kali percobaan ia bisa membuka jalan tanpa perlu menimbulkan bunyi curiga. Tapi sayangnya tiga kali Mahdi memukul kaca jendela dengan batu rumah itu belum juga mengizinkannya untuk masuk.
Pria yang sedang berupaya untuk mendapatkan nafkah bagi anak dan istrinya melalui jalan yang haram tidak benar itu mulai kelelahan. Sudah berjam-jam ia melakukan perlawanan terhadap rumah besar itu tapi ia masih duduk bersandar di luar.
Tiba-tiba sesuatu yang mengejutkan terjadi. Suara berat dari pintu kayu terbuka. Mahdi mendengarnya dengan sangat jelas. Suara itu berasal dari pintu utama. Mahdi yang sedang berada di samping rumah lekas menghampirinya. Ia masih bingung harus bersikap, antara senang rumah itu terbuka dengan sendirinya atau karena reputasi rumah itu.
Ketika sampai di depan rumah memanglah pintu rumah itu telah terbuka. Tapi kini Mahdi justru ragu untuk masuk ke dalamnya. Sesuatu yang mengejutkan kembali terjadi. Dari dalam rumah itu keluar sosok perempuan mengenakan daster warna hitam. Perempuan itu berparas cantik, berkulit putih, rambutnya keriting panjang dengan tatapan matanya yang teduh.
“Kamu siapa?”, tanya sosok itu dengan bersuara lembut.
“Nama saya Mahdi nona”, jawab Mahdi yang masih tidak percaya dengan apa yang dialaminya.
“Kamu mau apa datang ke sini?”, tanya perempuan itu.
“Saya datang ke sini mau mencuri”, kata-kata yang begitu saja keluar dari mulut Mahdi.
“Untuk apa kamu mencuri?”, tanya perempuan itu.
“Saya butuh uang buat bayar kos sama untuk beli susu anak saya”, jawab Mahdi jujur.
“Kamu tidak perlu mencuri. Masuklah ke dalam”, pinta perempuan itu.
Sosok perempuan itu menyuruh Mahdi masuk ke dalam rumah mewah yang sebelumnya berniat ia jahati. Mahdi mengikuti langkah perempuan yang telah mempersilahkannya masuk ke dalam rumah.
Rumah itu sesuai dengan apa yang selama ini dibicarakan oleh orang-orang. Perabotan-perabotan serba mahal. Hiasan-hiasan yang terpajang melambangkan kekayaan. Mahdi belum pernah melihat isi dalam rumah yang semewah dan semegah ini. Lampu yang terang memperlihatkan gemerlapnya kilauan kejayaan.
“Ambil ini”, kata perempuan itu sambil memberikan sebuah vas bunga kepada Mahdi.
“Untuk saya nona?”, kata Mahdi menerima vas bunga yang begitu indah.
“Jualah ke toko emas kamu akan mendapatkan bayaran yang mahal”, kata perempuan itu.
“Tapi kenapa nona memberikannya kepada saya?”, tanya Mahdi.
“Sudahlah ambil saja. Uangnya bisa kamu pakai untuk mencukupi kebutuhanmu”, jawabnya.
“Baiklah nona dengan senang hati saya akan menerimanya. Terimakasih nona”, ucap Mahdi.
Setelahnya perempuan itu mengantar Mahdi untuk keluar rumah.
“Kamu bisa kembali kemari jika kamu butuh bantuan lagi”, ucap perempuan itu.
“Sekarang pulanglah”, pinta perempuan itu.
“Jangan lupa kamu tutup kembali pintu pagarnya”, pesannya.
“Baik nona, sekali lagi terimakasih. Saya pulang sekarang”, jawab Mahdi.
Seusai pamit Mahdi berbalik arah lalu berjalan meninggalkan rumah mewah yang baru saja memberinya hadiah. Ia tidak berani menoleh lagi. Memang rumah itu sungguh angker. Banyak tanda-tanda kejanggalan yang terjadi. Dari luar tampak rumah itu gelap sepi, tapi setelah masuk ke dalam ruangannya begitu terang benderang. Lalu siapa juga sosok perempuan itu? Jelas-jelas rumah mewah itu telah bertahun-tahun kosong tidak berpenghuni.
Namun yang terpenting bagi Mahdi adalah apa yang ada ditangannya sekarang. Sebuah benda berharga berupa vas bunga yang terlihat antik dan mewah yang pastinya akan membawa banyak uang jika dijual.
Tadi ia susah payah untuk bisa masuk ke area rumah itu. Ia harus sembunyi-sembunyi hingga memanjat pintu gerbang yang cukup tinggi. Ketika pulang pintu gerbang itu sudah terbuka memudahkan Mahdi untuk melewatinya. Ia pun tidak lupa untuk kembali menutup pintu gerbang tersebut sesuai pinta dari perempuan yang baru saja ditemuinya.
Sesaat menutup pintu Mahdi sempat mengintip melihat kembali ke arah rumah besar di ujung sana. Ia masih melihat sosok perempuan itu. Mahdi sempat melihat perempuan itu berbalik badan lalu kembali masuk ke dalam rumah. Dengan cara yang tidak biasa. Melayang.
*
Esok paginya tanpa berlama-lama Mahdi membawa vas bunga yang dari semalam sudah ia simpan dengan aman ia bungkus dengan kemeja yang ia kenakan saat hendak mencuri. Ia membawa vas bunga itu ke sebuah toko emas sekaligus tempat yang juga melayani jual beli barang antik.
“Wah hebat juga kamu Mahdi”,
“Darimana bisa dapat barang secantik ini?”, ucap si pemilik toko.
“Langka ini, bisa bawa hoki”, pujinya.
“Udah bayarin aja”, ucap Mahdi.
“Deal. Berani bayar mahal ini”, kata si pemilik toko sepakat.
Kejutan masih berlanjut. Mahdi tidak menyangka akan mendapatkan jumlah uang yang benar-benar begitu besar dari penjualan satu vas bunga saja yang dianggapnya kuno. Apa yang dikatakan sosok perempuan tadi malam benarlah adanya.
Dengan jumlah angka yang besar di genggaman Mahdi akan segera bisa lepas dari gangguan pikiran yang selama beberapa bulan terakhir ini membuatnya susah untuk tidur. Bahkan uang itu masih bisa ia gunakan untuk bertahun-tahun. Istri dan anak Mahdi pasti akan gembira.
*
Beberapa bulan kemudian.
Mahdi jatuh sakit. Ia harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Sama seperti perubahan drastis status sosial kehidupannya yang dijadikan bahan pembicaraan. Kini Mahdi yang terbaring bisu juga dijadikan objek gunjingan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments