Pangkalan Ojek Stasiun 1993

Ini adalah sebuah kisah yang terjadi di salah satu kota tertua di pulau jawa. Stasiun kereta api yang sudah berpuluh-puluh tahun beroperasi menyambungkan langkah orang-orang dari satu kota ke kota yang lain resmi ditutup.

Diberhentikannya pelayanan jasa transportasi jalur darat ini meninggalkan banyak cerita. Dan salah satu yang paling membekas dan berkenang adalah cerita-cerita seram berhantu di lingkungan stasiun tua itu.

Tidak lama setelah kereta api sudah tidak lagi melintas di atas rel yang diabaikan, warga yang tinggal di sekitaran stasiun masih sering mendengar suara kereta api datang dan pergi. Suara-suara ramai lalu-lalang orang-orang yang hendak berangkat naik kereta maupun para penumpang yang baru saja turun dari kereta. Dan yang paling menakutkan tentu saja terror hantu korban kecelakaan kereta api.

Dari banyaknya cerita yang sambung menyambung dari mulut dan telinga, ada satu kisah kejadian horor yang paling mengerikan dan yang paling sering dibagikan kisahnya oleh orang-orang.

***

Pangkalan ojek stasiun kini menjadi sepi karena para penumpangnya yang sebagian besar jugalah penumpang kereta api sudah tidak ada lagi semenjak stasiun tua itu berhenti beroperasi. Para tukang ojek kini hanya memiliki pelanggan yang itu-itu saja yang sering lewat kawasan mereka. Tidak sedikit juga yang berhenti menjadi tukang ojek dan memilih mencari mata pencaharian dari profesi yang lain.

Tukiman adalah seorang tukang ojek yang sudah terbilang lama menekuni pekerjaannya mengantar satu penumpang ke penumpang yang lain semasa baktinya. Tidak terhitung berapa pantat orang yang sudah menunggang motor 2 tak kesayangannya. Tukiman sudah menjadi tukang ojek bahkan sebelum pangkalan ojek sendiri itu ada.

“Tidak pulang Man?”, tanya teman tukang ojek yang lain.

“Baru jam sembilan”, jawab Tukiman.

“Aku pulang dulu ya. Sudah ngantuk”,

Kini tinggal Tukiman seorang diri yang mangkal di pangkalan ojek. Teman-teman tukang ojek lainnya sudah pada pulang. Jam malam Tukiman memang berbeda. Jam terbang tukang ojek yang sudah berumur ini tiada perlu diragukan lagi.

“Pak Tukiman, jangan ngelamun Pak”,

Sapa anak-anak muda yang hendak pergi malam-malam memancing belut.

“Mau kemana? Cari belut lagi?”, Tukiman menyapa orang-orang yang hendak menyeberang rel kereta api.

“Ikut kami saja Pak mancing belut”, ajak mereka.

“Aku lagi kerja” jawab Tukiman.

“Mau ngantar siapa Pak, setan?”, tanya salah satu dari mereka.

“Kalau ada demit yang mau diantar ya tidak apa-apa, asal jangan lupa bayar”,

Pak Tukiman yang dikenal ramah dan suka bergurau menanggapi celotehan anak-anak kampung stasiun.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Dari kejauhan Pak Tukiman yang matanya masih awas menangkap kedatangan pelanggan. Ia adalah Bu Asri seorang perawat yang bekerja di rumah sakit yang letaknya tidak jauh dari stasiun. Pak Tukiman paham betul dengan seragam dinas malam Bu Asri serta jaket corduroynya yang berwarna abu-abu.

“Jaga malam Bu Asri”, sapa Pak Tukiman.

“Iya ini Pak Tukiman. Mari Pak antar saya ke rumah sakit”, pinta Bu Asri.

***

Setelah selesai mengantarkan Bu Asri Tukiman kembali ke pangkalan ojek stasiun. Waktu sudah mau jam 10 malam tapi orang tua itu masih tetap betah di luar rumah dengan udara yang semakin dingin bersanding gelap yang semakin kelam.

Tukiman memang sengaja ingin pulang larut malam. Ia dan sang istri sedang tidak harmonis. Biasa namanya juga perjalanan rumah tangga, ada kalanya mesra dunia seperti milik berdua tapi seringnya perang beradu mulut hingga salah satu harus mengalah seperti binasa. Apalagi Tukiman dan istri hanya tinggal berdua di rumah, anak-anak mereka sudah berkeluarga dan mandiri masing-masing.

Sunyi sepi membuat pria paruh baya yang sudah dikarunia dua orang cucu itu bisa dengan jelas mendengar hirupan nafasnya sendiri. Malam pekat yang terdiam itu tidak bergeming sehingga hembusan angin malam terasa jelas seolah menari-nari di udara. Dari kejauhan Tukiman melihat seseorang yang sedang datang menghampirinya, semakin mendekat ia juga mendengar dengan jelas lembut langkah kakinya.

Seorang wanita bergaun kuning dengan corak bunga-bunga berwarna hijau mendatangi pangkalan ojek stasiun.

“Permisi Pak”, sapa perempuan itu kepada Tukiman yang termangu.

“Iya mbak. Mau ngojek mbak?”, tawar Tukiman.

“Iya Pak. Tolong antar saya ke rumah sakit ya”, pinta perempuan berbaju kuning itu.

“Untung masih ada bapak, saya bingung tidak tahu jalan mau ke rumah sakit”, terang perempuan asing itu.

Tukiman memenuhi permintaan wanita itu untuk mengantarkannya ke rumah sakit, meski dirinya merasa janggal dengan sosok tersebut. Tukiman berpikir aneh rasanya seorang perempuan di tengah malam yang dingin seperti ini keluar rumah malam-malam dengan hanya mengenakan gaun tipis, sendirian pula. Tukang ojek berpengalaman itu juga belum pernah sama sekali mengenali sosok perempuan tersebut.

Percakapan di tengah perjalanan menuju ke rumah sakit.

“Memangnya rumah mbaknya dimana mbak?”, Tukiman memberanikan diri bertanya.

“Sepertinya saya belum pernah melihat mbak sebelumnya”, lanjut Tukiman.

“Saya memang bukan warga sini Pak”, aku perempuan itu.

“Saya baru tadi pagi tiba di sini. Kerabat saya tinggal di dekat stasiun”, terang penumpang misterius itu.

“Mbak saudaranya siapa? Nama saya Tukiman mbak, saya warga asli sini”, tanya Tukiman sambil memperkenalkan diri.

“Saya saudara jauhnya Pak Muhkandar”, jawab perempuan itu.

“Oh Pak Muhkandar”, kata Tukiman.

Dari percakapannya dengan penumpang wanita yang belum dikenalnya itu Tukiman mulai menaruh rasa curiga. Pasti sosok yang sedang diboncengnya ini bukanlah sembarangan. Apalagi Tukiman juga merasa sudah cukup lama ia melajukan motornya, tapi kenapa belum juga ia sampai ke rumah sakit yang jaraknya tidaklah terlalu jauh.

“Kalau boleh tahu, memangnya tadi pagi mbaknya datang ke sini naik apa mbak?”, Tukiman mengeluarkan pertanyaan kunci.

“Saya naik kereta Pak”, jawab perempuan itu.

Seketika dada Tukiman yang membusung runtuh. Keberaniannya kini dimakan oleh lebih besarnya rasa takut. Ia berharap bisa segera sampai di rumah sakit.

Setelah mengetahui siapa sosok sebenarnya penumpang yang dibawanya itu Tukiman mulai merasakan hal-hal yang tak wajar secara jelas. Ia merasakan motornya kini membawa beban yang teramat berat. Ia juga mulai mencium bau yang lama kelamaan semakin tidak mengenakan. Bau dari anyir darah.

Kini perempuan itu hanya diam tidak berkata-kata lagi. Tukiman juga sudah tidak lagi mendengar suara hembusan nafas wanita yang memintanya untuk mengantarkannya ke rumah sakit itu. Hanya helaan nafasnya sendiri yang mulai tidak beraturan yang bisa ia dengar.

Selamat. Akhirnya tiba juga di rumah sakit.

“Langsung ke kamar jenazah ya Pak”, pinta perempuan itu.

“Iya mbak”, jawab Tukiman yang tidak lagi berani menoleh mau pun mengintip dari kaca spion.

Alih-alih menuju ke UGD atau ruang informasi sosok penumpang itu meminta Tukiman untuk langsung mengantarkannya ke Kamar Jenazah. Sebagai pelaku jual jasa layanan pengantar tentu saja Tukiman menyanggupinya.

Setelah sampai di depan Kamar Jenazah tidak ada yang bisa ditanyakan lagi oleh Tukiman. Sosok perempuan yang diboncengnya dari pangkalan ojek stasiun tadi sudah tidak ada. Menghilang.

***

Beberapa malam berikutnya Tukiman kembali melihat sosok penumpang misterius itu. Ia melihat sosok itu tengah berada di rumah sakit. Tukiman baru saja menurunkan Bu Asri yang dinas malam. Sosok perempuan itu tengah berdiri di bawah pohon beringin yang berada di halaman depan Kamar Jenazah. Masih dengan penampilan yang sama bergaun kuning dengan corak bunga-bunga berwarna hijau. Tapi ada yang berbeda. Seluruh tubuhnya bermandikan darah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!