Katering Gaib

Rangga dan Dilman dua kakak beradik yang kini tengah dipusingkan dengan urusan mencari katering untuk acara 100 hari meninggalnya ibu mereka. Yang membuat pusing bukanlah di catering mana mereka akan memesan makanan untuk hajatan tersebut. Tapi yang menjadi persoalan adalah masalah waktu yang mepet karena hari H acara adalah besok malam. Katering mana yang sanggup menerima pesanan dadakan untuk porsi 1000 orang tamu undangan dalam waktu satu hari saja?

“Mbak Rianti itu gimana? Harusnya dia kalau mau membatalkan apa yang menjadi tanggungjawabnya paling tidak jangan mendadak seperti ini memberitahunya”, kata Rangga yang terdengar marah dengan kakak perempuannya.

“Di grup WA keluarga sudah jelas, semua sudah dibahas, sudah seminggu yang lalu rencana dibuat matang, tidak ada yang menyangka kalau bakalan seperti ini”, lanjut Rangga.

“Mana ada catering yang mau menerima pesanan buat satu kampung hanya dalam waktu 1 malam saja?”, tutur Rangga yang masih kesal.

“Besok kalau Rianti datang kamu jangan marah-marah sama dia. Apalagi sampai jadi tontonan banyak orang. Tidak perlu lagi kita bertengkar. Kita semua sudah dewasa bukan anak kecil lagi”, ucap Dilman kakak tertua dalam keluarga itu.

“Kita usaha dulu saja. Semoga ada catering yang mampu membuat 1000 porsi dalam waktu satu malam”, lanjut Dilman.

Rianti yang sudah disepakati mendapat tugas untuk mengurus catering di acara 100 hari meninggalnya ibu mereka tiba-tiba membatalkan kesepakatannya dan melemparkan tanggungjawabnya kepada saudara-saudaranya. Sebenarnya tidak menjadi soal jika ia memberitahukan hal itu kepada Dilman beberapa hari sebelum acara. Tapi yang menjadi masalah Rianti memberitahukan kepada Dilman hal itu satu hari sebelum hari H. Dilman sendiri meski kecewa dengan sikap dan keputusan adiknya itu harus menerima dan tetap tenang supaya acara besok malam tetap berjalan lancar sesuai yang direncanakan. Dilman juga maklum dengan sikap Rianti karena memang suami Rianti yang tidaklah mudah untuk diajak berkompromi.

Kini Dilman dan Rangga yang sejatinya kebagian tugas mengurus tempat acara dan tamu undangan mau tidak mau harus berpartisipasi dalam mencari catering yang akan digunakan untuk menjamu kurang lebih 1000 tamu undangan yang akan hadir di acara doa bersama memperingati 100 hari meninggalnya ibu mereka.

***

Sudah berkali-kali Dilman dan Rangga berputar-putar mengelilingi kota mereka untuk mencari catering yang sanggup menerima orderan mereka. Banyak nama-nama catering yang tertera di media sosial, di reklame iklan, dan rekomendasi dari teman-teman mereka yang mereka datangi. Catering-catering itu memang benar adanya, tapi mereka tidak bisa menyanggupi pesanan 1000 porsi hanya dalam waktu 1 malam.

“Maaf ya mas, maaf ya pak, saya terus terang saja memang tidak sanggup. Takutnya kalau saya malah hanya janji-janji saja nanti kalian yang kecewa, tidak berani ambil resiko”, kata ibu seorang pengusaha catering.

“Ya sudah buk kami pamit, semoga kami masih bisa mencari yang lain”, kata Dilman.

“Mau cari dimana lagi mas? Catering yang barusan kita datangi itu adalah yang terakhir dalam list kita”, kata Rangga kepada Dilman.

Mereka berdua masih termangu di dalam mobil di waktu sore yang sudah hampir habis dimana waktu seakan memburu mereka.

“Alhamdulillah”, ucap Dilman.

“Kenapa mas?”, tanya Rangga.

“Lihat. Itu ibu-ibu catering yang tadi sedang berjalan ke arah mobil kita. Syukurlah, semoga dia berubah pikiran dan mau membantu kita”, kata Dilman yang melihat ibu pengusaha catering yang tengah berjalan ke arah mereka.

***

Rangga dan Dilman melanjutkan perjalanan. Ibu pengusaha catering yang terkahir mereka temui memberikan sebuah harapan dimana di sebuah desa yang terletak di perbatasan kota ada seorang nenek-nenek yang membuka jasa boga dan sudah kerap bekerja sama dengan pengusaha-pengusaha catering di kota apalagi jika ada pesanan dalam jumlah banyak dan mendesak. Inilah yang menjadi harapan bagi Rangga dan Dilman untuk menyelamatkan acara besok malam sekaligus menjaga nama baik keluarga mereka.

Pas waktu magrib Rangga dan Dilman tiba di kampung itu. Terlihat suasana di desa itu sepi. Tidak banyak orang-orang yang mereka jumpai.

“Mau tanya siapa?” kata Rangga.

“Itu saja”, jawab Dilman menunjuk ke seorang nenek-nenek yang sepertinya hendak pergi ke surau lengkap sudah mengenakan mukenanya.

Dilman pun langsung turun dari mobil untuk menghampiri nenek-nenek itu.

“Permisi mbah, mau numpang bertanya”, ucap Dilman dengan lembut.

“Mau tanya apa mas?”, jawab nenek-nenek itu.

“Saya ke sini mencari rumahnya Mbah Robiah yang sering berjualan kue di pasar”, kata Dilman dengan seksama.

“Kamu mau pesan makanan?”, tanya nenek-nenek itu.

“Iya mbah”, jawab Dilman.

“Saya mbah Robiah penjual kue di pasar yang kamu maksud”, kata nenek-nenek itu.

“Syukurlah mbah”, ucap Dilman.

“Sekarang kamu ke rumah mbah dulu saja”, ucap mbah Robiah.

Sesampainya di rumah mbah Robiah.

“Mau pesan apa dan berapa jumlahnya”, tanya mbah Robiah.

“Nasi kotak sama snack 1000 porsi mbah”, ucap Dilman.

“Untuk kapan?”, tanya mbah Robiah.

“Acaranya besok malam mbah habis isya”, terang Dilman.

“Coba sekarang kamu tuliskan di kertas ini rinciannya”, pinta mbah Robiah.

Setelah menerima catatan dari Dilman mbah Robiah pun mengajukan harga untuk pesanan itu dan mewajibkan Dilman untuk membayar uang muka yang akan digunakan untuk membeli bahan-bahan dan kebutuhan lainnya. Dilman yang sangat berterimakasih masalahnya bisa terselesaikan langsung saja membayar lunas biayanya.

“Sama tuliskan alamat kamu ya nak. Besok sore biar cucu mbah yang antarkan pesanannya ke rumah kamu”, kata mbah Robiah.

“Siap mbah” karta Dilman.

“Terimakasih ya mbah sudah membantu saya dan keluarga saya. Karena keadaan yang tidak terduga kami harus memesan catering dalam jangka waktu yang mepet. Untung ada mbah Robiah yang mau menerima pesanan kami. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih mbah”, ungkap Dilman.

“Sama-sama nak. Mbah juga senang masih bisa menolong orang lain. Kalau cuma 1000 porsi saja meski dalam waktu satu malam bagi mbah itu urusan kecil”, kata mbah Robiah.

***

Dengan wajah sumringah yang sudah tidak tegang lagi Dilman menghampiri Rangga yang menunggu di dalam mobil enggan untuk diajak ke rumah mbah Robiah.

“Kita sholat magrib dulu Ngga”, ajak Dilman.

“Kita sholat di POM bensin aja ya mas”, ajak Rangga.

“Kenapa nggak di masjid sini saja?”, kata Dilman.

“Di POM bensin saja, di sini ngeri hawanya kaya di kuburan, sepi”, ucap Rangga.

***

“Jadi gimana mas? Mbah Robiah mau menerima pesanan kita?”, tanya Rangga.

“Mau dong Ngga. Malahan kata dia kalau cuma 1000 porsi itu masih urusan kecil”, jelas Dilman.

“Meski cuma 1 hari?”, tanya Rangga.

“Meski cuma 1 hari”, jawab Dilman yakin.

“Untunglah kita. Aku sendiri agak sedikit ragu tadi waktu ibu pengusaha catering yang memberikan alamat mbah Robiah kepada kita bilang kalau sudah seminggu lebih mbah Robiah tidak berjualan di pasar”, ungkap Rangga.

“Oh itu. Tadi aku juga sempat nanya. Katanya ia memang baru saja sakit. Tapi syukurlah sekarang sudah sembuh. Namanya juga sudah tua paling cuma kelelahan saja”, jawab Dilman.

***

Rumah masa kecil mereka sudah tertata rapi untuk acara habis isya memperingati 100 hari meninggalnya almarhumah sang ibu. Sore menjelang magrib Dilman dan Rangga menunggu dengan cemas catering pesanan mereka yang telah dijanjikan akan dikirim setelat-telatnya sore hari beberapa jam sebelum acara dimulai.

Di teras rumah Dilman dan Rangga menghabiskan berbatang-batang rokok tanpa berbicara satu sama lain menunggu kedatangan catering Mbah Robiah diantarkan ke rumah mereka.

Tepat waktu magrib akhirnya yang ditunggu tiba juga. Seorang pemuda yang mengaku sebagai cucu mbah Robiah datang dengan membawa pesanan catering yang sudah dijanjikan. Rangga dan Dilman membantu cucu mbah Robiah yang datang sendiri dengan mobil baknya untuk menurunkan 1000 pesanan lalu dibawa masuk ke dalam rumah.

Rangga dan Dilman harus bekerja keras karena kebetulan di waktu magrib itu di rumah mereka tidak ada orang lagi karena semuanya sudah berangkat ke masjid.

“Kateringnya sampai kapan mas?”, tanya Rianti kepada Dilman.

“Tadi pas adzan magrib. Untung masih ada aku dan Rangga yang menunggu di rumah”, jawab Dilman.

***

Setelah acara tahlilan dan doa bersama selesai para tamu undangan pun pulang. Mereka juga membawa bekal berupa nasi kotak dan snack yang sempat membuat gusar tuan rumah pemilik acara hajatan dalam menyediakannya.

“Kok masih banyak yang sisa mas kateringnya?”, tanya Rianti.

“Sebenarnya undangannya cuma 978, aku bulatin saja jadi 1000. Sisanya bisa kita makan sendiri. Sama bisa kita kasihkan lebih ke orang-orang yang sudah bantu-bantu di sini”, jawab Dilman.

Semua orang di malam itu dibuat tercengang dan takut. Ketika mereka membuka makanan catering dari acara itu. Bukanlah nasi dan ayam atau pun jajanan snack yang mereka terima. Tanah, dedaunan kering dan bunga kantil adalah isian di dalam kotak putih yang mereka bawa pulang. Dan yang lebih membuat mereka tambah seram adalah aroma bau kuburan yang begitu kentara ketika mereka membuka kotak tersebut.

Beberapa hari kemudian setelah diselidiki rupanya Mbah Robiah si penjual kue di pasar yang memang sering menerima pesanan catering dalam jumlah yang banyak sudah meninggal dari beberapa minggu yang lalu.

Terpopuler

Comments

Kartini Kartini

Kartini Kartini

waw serem

2024-11-12

1

Herlina Lina

Herlina Lina

serem

2024-07-13

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!