Muskinto tertangkap. Pria pekerja serabutan berusia 51 tahun itu harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Setelah melalui proses penyelidikan dan pendalaman kasus yang cukup panjang dan rumit akhirnya laki-laki yang tinggal dirumahnya seorang diri itu resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Saat ini Muskinto berada di ruang interogasi. Ia sudah bersedia untuk berbicara menceritakan kronologi tindak kejahatannya. Ia juga sudah tidak bisa mengelak lagi dengan bukti-bukti nyata yang pasti akan memenjarakannya.
Muskinto mulai menceritakan kisahnya,
*
Di kampung ia tinggal Muskinto mengambil pekerjaan sebagai tukang gali kubur bersama beberapa rekannya yang lain. Tiba di suatu hari ia tidak ikut pergi ke tempat pemakaman karena ia ingin ikut memandikan jenazah. Karena hari itu yang meninggal adalah pamannya sendiri.
Hubungan Muskinto dengan pamannya sangatlah dekat. Hanya pamannya seorang lah yang kini ia miliki. Satu-satunya kerabat keluarga yang bersikap baik kepadanya dan memperhatikannya. Muskinto tidak menikah. Orang tuanya sudah lama meninggal. Satu-satunya saudara yang ia punya pergi merantau dan tak pernah kembali lagi ke desa.
Malam harinya hujan deras. Muskinto punya kebiasaan tidur di jam malam. Susah baginya untuk tidur lebih awal. Alasannya karena hampir setiap malam ia merasa lapar. Tidak gampang baginya untuk mencari makan. Apalagi dengan statusnya yang dianggap sebagai orang yang aneh di mata masyarakat. Bahkan pandangan itu juga datang dari sanak saudaranya sendiri.
Muskinto terngiang-ngiang kejadian tadi siang sewaktu ia ikut memandikan jenazah pamannya. Dalam pikirannya ia melihat tubuh manusia sepertinya enak untuk dimakan.
Semesta seakan mendukungnya. Hujan deras dan gelapnya langit akan membantunya untuk melakukan rencana yang ada di dalam angan-angannya. Entah setan apa namannya yang bisa menjadi pendorong bagi Muskinto untuk mewujudkan nafsu binatangnya.
Dengan membawa cangkul yang biasa ia gunakan untuk menggali kubur malam itu Muskinto pergi ke makam pamannya.
Beberapa jam kemudian Muskinto kembali ke rumah. Ia kembali dengan membawa daging yang masih segar yang diambil dari tubuh pamannya sendiri yang baru tadi pagi meninggal.
Akhirnya ia bisa tidur nyenyak setelah menghabiskan daging yang ia bawa dari kuburan. Muskinto memasaknya dengan cara digoreng hanya dengan tambahan garam sebagai bumbunya. Ia menyukainya.
*
Beberapa minggu kemudian Muskinto kembali bertugas sebagai tukang gali kubur karena ada warga yang meninggal.
Setelah peristiwa yang pertama itu kemudian ia meneruskan kebiasaan barunya ini. Ketagihan yang menjadi candu. Memakan bangkai daging manusia yang baru saja meninggal.
Pekerjaannya sebagai tukang gali tanah kuburan memudahkannya untuk menjalani peran barunya ini. Sebagai seorang kanibal yang mencuri bagian tubuh dari tetangganya sendiri setelah mereka selesai dikebumikan.
Bahkan ia juga sempat mencuri daging dari jasad di kuburan desa-desa yang lain. Persoalan timing menjadi hal yang paling penting. Muskinto paham betul soal ini. Karena makam tanah kuburan yang baru tidak akan menimbulkan kecurigaan jika dibongkar kemudian ditutup lagi. Muskinto melakukannya dengan rapi selaras dengan keterampilan yang ia kuasai.
Lantas bagaimana Muskinto bisa tertangkap?
*
Cinta memberikan kebahagiaan. Dengan catatan cinta itu bertemu dengan yang saling cinta. Cinta mengakibatkan luka. Jikalau rasa cinta itu hanya sendiri tidak berpasangan.
Itulah yang dialami oleh Muskinto. Itulah juga yang menjadi alasan latar belakang kenapa ia sampai tua tidak kunjung menikah. Gagal move on.
Muskinto mencintai Nyiam teman bermainnya sejak kecil. Dari dulu mereka selalu bersama. Apalagi rumah mereka berdekatan. Bagi Muskinto rasa sayang itu tumbuh berlebih menjadi sebuah rasa cinta. Tapi sayangnya Nyiam tidak merasakan hal yang sama. Nyiam hanya menganggap Muskinto tidak lebih dari sekedar teman.
Saat waktunya tiba ketika mereka sudah beranjak dewasa, Muskinto memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanya kepada Nyiam sekaligus melamar tetangganya itu. Tapi Muskinto ditolak oleh Nyiam dan keluarganya. Bahkan sampai tiga kali lamarannya ditolak mentah-mentah.
Kedekatan yang terbangun selama ini nyatanya hanyalah sebatas pertemanan saja. Pergaulan di antara teman-teman sebaya di kampung yang sama. Hal itu semakin nyata setelah Nyiam menikah. Ia dipersunting oleh tetangganya yang lain yang mempunyai kejelasan dan kemapanan yang lebih menjamin dari pada Muskinto.
*
Peristiwa itu terjadi di malam hari. Hujan gerimis. Nyiam lewat di depan rumah Muskinto dalam perjalanan pulangnya dari pengajian di masjid.
“Sendirian?”, tanya Muskinto.
“Bapak-bapak masih di masjid”, jawab Nyiam.
“Kin aku pinjam payung ya”, kata Nyiam.
Kin adalah nama panggilan akrab Nyiam kepada Muskinto sejak kecil. Tapi sekarang, apalagi setelah pamannya meninggal hampir tidak ada yang mau lagi berinteraksi dengan Muskinto kecuali kalau ada perlu saja.
“Payung?”, tanya Muskinto.
“Iya payung. Kamu punya tidak?”, tanya Nyiam.
“Ada. Sini masuk dulu”, kata Muskinto.
“Sebentar aku ambilkan”, kata Muskinto masuk ke dalam rumah.
“Ini rumah apa kandang kambing?”, tanya Nyiam yang sudah berpuluh-puluh tahun tidak masuk ke rumah Muskinto.
“Mana payung nya? Di luar sudah mulai deras”, kata Nyiam melihat Muskinto keluar dari ruang dalam tidak membawa payung.
Muskinto justru membawa balok kayu patahan kaki kursi di tangan kanannya.
“Hi… hi...”,
Muskinto sempat tertawa kecil dan tersenyum sebelum memukulkan balok kayu itu ke kepala Nyiam. Seketika teman masa kecilnya itu jatuh dengan kepala yang mengalirkan darah.
Muskinto menutup pintu rumahnya. Hujan yang semakin deras disertai petir yang sesekali menyambar sejalan dengan pikirannya.
“Kenapa kamu mukul aku Kin?”,
“Aku ada salah apa sama kamu?”, tanya Nyiam lemah dengan kesadarannya yang mulai berkurang.
“Kenapa kamu tidak mau menikah denganku?”, tanya Muskinto menguak dendam luka lamanya.
“Aku tidak pernah mencintaimu”, jawab Nyiam.
“Pembohong”, kata Muskinto sebelum kembali memukul kepala Nyiam bertubi-tubi.
*
Warga digegerkan dengan penemuan mayat Nyiam yang ditemukan di tempat tidur rumah Muskinto. Tidak hanya itu masyarakat selain geram juga dibuat mual-mual dan muntah dengan penemuan itu. Jenazah Nyiam ditemukan dengan keadaan yang sungguh memprihatinkan. Kepalanya pecah. Perutnya robek. Darah berceceran dimana-mana.
Hari itu juga Muskinto berhasil ditangkap oleh pihak berwajib dengan bantuan warga setempat. Ia bersembunyi di bukit yang berada dekat dengan kuburan. Saat ditangkap Muskinto pasrah tidak melakukan perlawanan atau pun berusaha untuk melarikan diri.
*
“Kenapa kamu makan otak dan hatinya?”, tanya penyidik.
“Aku ingin mengetahui apakah Nyiam benar-benar mencintaiku”, jawab Muskinto.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments