Pulang Malam

Juang. Dia adalah seorang pekerja kantoran 8 jam per hari yang terikat dari senin sampai dengan jumat. Ia juga merupakan salah satu dari sekian juta orang perantauan yang mengadu nasib di sesaknya persaingan di ibukota. Juang bekerja di salah satu perusahan finance di Jakarta, jauh meninggalkan kota kelahirannya.

***

“Jadi pulang malam ini juga bro?”, tanya salah satu teman Juang.

“Jadilah. Kalau pulang besok pagi malah takutnya ngantuk. Acaranya juga besok malam. Tidak keburu kalau pulang besok”, jawab Juang.

“Hati-hati ya bro. Di berita sekarang lagi ramai begal. Sama anak-anak kecil yang tidak jelas itu apa namanya? Yang suka motoran bawa sajam”, kata teman Juang yang lain.

“Apa? Geng motor? Klitik?”, tanya Juang.

“Tenang saja bro. Insya Allah aman. Lagian aku sudah sering pulang malam. Jalannya juga rame sampai pagi. Aman bro”, terang Juang.

“Iyalah bro. Hati-hati pokoknya. Kalau ada apa-apa tinggal hubungi kita”, pesan teman Juang.

Jumat malam Juang bersama teman-temannya baru saja selesai melaksanakan nobar mendukung tim kesayangan tanah air Timnas Indonesia yang berhasil menang melawan negara tetangga di ajang pertandingan yang bertajuk persahabatan. Setelah acara selesai Juang langsung berpamitan kepada rekan-rekannya untuk pulang kampung karena esok harinya dia harus hadir di acara yang sangat penting yaitu hari pernikahan kakak perempuannya.

Malam itu juga laki-laki muda itu akan berkendara di malam hari untuk menempuh perjalanan selama 5 jam menunggangi motor gedenya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena Juang yang sudah bekerja lebih dari 2 tahun di Jakarta sudah sering melakukan perjalanan ini ketika hendak pulang ke rumahnya. Ia sudah kerap kali berkendara di malam hari.

***

Perjalanan berlangsung lancar. Tidak ada kendala yang mengganggu lajunya. Rute jalan tentu sudah sangat dihafal benar karena jalan itulah yang kerap kali ia pilih ketika harus pulang. Dua jam sudah berlalu artinya tinggal setengah perjalanan lagi ia akan sampai.

Fokus terjaga. Adrenalin terpacu. Apalagi setelah timnas menang. Hati dan pikiran seluruh penduduk bumi pertiwi merasakan senang. Begadang akan terasa ringan. Tidur pun dijamin nyaman. Sama halnya dengan Juang, sejak tarikan gas pertama moodnya selalu dengan baik terjaga saat mengemudi.

Di tengah perjalanan ada yang terasa kosong. Rupanya setelah euforia kemenangan dan semangatnya untuk segera pulang ke rumah yang tak terbendung menyisakan celah kelalaian. Di tengah perjalanan yang sudah setengah jalan lebih perut Juang keroncongan. Bunyinya nyaring bisa terdengar mengalahkan suara halus mesin motor. Tidak ingin menjadi hambatan Juang pun mengurangi kecepatannya sembari mencari warung makan. Mudah-mudahan di jam yang larut ini masih ada tempat jualan yang buka.

Karena sudah tidak lagi melewati area padat pemukiman Juang kesusahan untuk mencari makan di waktu yang sudah menunjukkan pukul 01.00 pagi lebih itu. Sejauh ini tidak ada warung makan atau pun toko yang buka 24 jam. Sejauh mata memandang yang ada hanya jalanan sepi serta sawah dan kebun di samping kanan mau pun kiri. Itu artinya kini Juang sudah memasuki jalan perbatasan antar kota.

***

Pada akhirnya Juang yang hampir putus asa dengan rasa laparnya bertemu dengan lentera harapan. Manusia yang sudah mulai lemas dan sedikit pusing itu kembali bersemangat mengetahui apa yang ia temukan beberapa meter di depannya. Seorang penjual jagung bakar yang tengah mendorong gerobaknya.

“Jagung bakarnya masih Pak”, tanya Juang menghampiri.

“Masih mas”, kata si bapak penjual jagung bakar.

Tidak tanggung-tanggung Juang langsung memesan tiga jagung bakar sekaligus dengan tiga varian yang berbeda. Pedas manis, mentega, dan original. Bahkan ia juga memesan dua lagi untuk dibungkus buat jaga-jaga kalau perutnya kembali berisik meminta.

“Terimakasih ya Pak, saya benar-benar ketolong bertemu Bapak”, ucap Juang.

“Terimakasih mas sudah beli dagangan saya, dari tadi sepi. Untung saya ketemu masnya”, ucap bapak si penjual jagung bakar.

“Saya duluan ya Pak mau lanjut perjalanan”, pamit Juang.

“Iya mas, terimakasih hati-hati”, balasnya.

Juang kembali melaju untuk merampungkan perjalanan pulangnya. Hanya tinggal sejaman lagi ia bisa sampai ke rumah.

Tapi baru sebentar kembali berjalan Juang dipaksa kembali berhenti. Kali ini bukan karena niatnya sendiri yang menjadi alasan kenapa ia harus berhenti di tengah jalan yang sepi di waktu dini hari. Sungguh apes bagi Juang hal semacam ini belum pernah sama sekali ia alami sebelumnya. Pria yang tergolong perfeksionis itu selalu mempersiapkan dirinya dengan baik untuk apa pun itu juga. Termasuk mempersiapkan motornya apalagi sudah tahu ia akan berkendara jauh untuk mudik pulang ke kampungnya. Tapi tiba-tiba motor yang masih terbilang baru dibelinya itu mogok di tengah jalan.

Juang mengotak-atik motornya berharap bisa menyala kembali. Ia mau menghubungi kawan-kawannya tapi sayang tidak ada jaringan. Ia ingin melihat tutorial membetulkan motor matic yang mati mendadak tapi tidak bisa. Sudah ia cek bahan bakar aman. Kemudian hal-hal kecil lainnya yang basic yang sudah ia kuasai tapi tetap saja mesinnya mati.

Aneh. Kabutnya tadi tidak setebal ini. Kenapa sekarang kabutnya terasa lebih lebat? Juang menyinari sekelilingnya dengan flash di handphonenya untuk berjaga-jaga.

Tercium bau bakar-bakaran. Semakin lama baunya semakin kuat. Ada yang datang.

Dari kabut itu muncul sosok yang Juang pernah temui sebelumnya. Orang itu adalah si bapak penjual jagung bakar.

“Mogok mas motornya?”, tanyanya.

“Iya pak. Nggak tahu kenapa”, jelas Juang.

“Sudah larut mas. Mending masnya ikut ke rumah saya saja. Istirahat dulu”, tawar bapak si penjual jagung bakar.

“Memang rumah bapak dimana?”, tanya Juang.

“Itu di depan belok kiri kampung saya mas. Rumah saya dekat”, jawab bapak itu.

“Boleh pak terimakasih, dari pada saya harus nunggu sampai pagi di pinggir jalan”, Juang menerima tawaran baik bapak itu.

“Tapi saya benar-benar tidak tahu Pak kalau di sekitar sini ada pemukiman”, kata Juang.

“Ya memang jarang diperhatikan”, ucap bapak tersebut.

Hanya berjalan beberapa langkah saja. Bapak si penjual jagung bakar mendorong gerobak dagangannya, sementara Juang mendorong motornya yang sedang sakit. Belok kiri ada turunan, di situlah rumah bapak si penjual jagung bakar itu tinggal.

“Itu suara apa Pak? Seperti ada suara ramai anak-anak”, tanya Juang setelah sampai di dalam rumah.

“Itu suara anak-anak pesantren. Ini waktunya mereka sholat tahajud”, jawab bapak si pemilik rumah.

“Masnya sekarang istirahat saja. Tidur mas”, kata si bapak.

***

Keesokan paginya. Ditemukan seorang pemuda yang tidur di tengah ladang jagung milik salah seorang warga. Pemuda itu juga membawa motornya ke tengah-tengah sawah. Ketika sudah terbangun dan sadar warga sekitar yang semula hendak berangkat bekerja ke sawah berbondong-bondong menolong pemuda malang tersebut.

Terpopuler

Comments

Romi Tama

Romi Tama

menakutkan

2024-10-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!