Bab Dua Puluh

Pagi pagi sekali, nampak Juwita turun dari anak tangga. Disana semua sudah berkumpul di meja makan, terkecuali Gwen dan Gober yang langsung pergi meninggalkan meja makan untuk sarapan. Juwita tetap biasa, ia tidak peduli sarapan dengan banyak orang atau tidak yang jelas keluarga besar ini tidak hangat, mirip seperti dunia pekerjaan yang menurutnya hanya bertahan hidup dan mencari satu jabatan yang di raih, meski bukan miliknya.

'Hah ..' duduk Juwita, ia pun meraih roti dan mengoles selai sendiri.

Juwita makan dengan lahap, tanpa basa basi dan kata kata membuat Meta saat itu mengerucut bibirnya.

"Udah ah, cabut duluan dah telat nih!" memasang wajah kesal terhadap Juwita.

Juwita hanya menatap lurus, bangku yang ia duduki pun di tengah tengah tempat papanya berada, membuat seisi yang lain satu persatu pergi bak takut satu meja dengannya.

"Kenapa mereka pergi semua, apa aku menakutkan ..?" oceh Juwita, membuat David menelan saliva.

"Kenapa kamu berubah Juwita. Kamu mirip seperti Singa atau harimau yang ingin memangsa."

"Haa Haa .. Baguslah! Dan kenapa aku begini, karena aku tidak mau terus ditindas oleh kalian semua. Ingat posisi kalian tinggal itu harus sadar diri dan tahu tempat."

"Jangan bicara omong kosong Juwita! Kamu tidak berhak semena mena." Gober kembali, saat itu jasnya tertinggal namun mendengar ocehan Juwita bicara sendiri.

"Baiklah, kita akan lihat nanti paman. Apa begini sikap kamu yang selalu merasa benar, yakin tidak punya salah dan tinggalin jejak. Hm .. Pantas ditinggal mantan, apa mungkin ibu kandung Meta itu menyesal. Mm .. Tapi kalau lihat history, sepertinya beruntung deh. Hahaha .."

"Dasar anak nakal!"

Gober kesal, ia pun langsung pergi tak mau kembali menatap Juwita yang super berani membantah, bahkan jika di ancam pun akan sulit.

David pun terdiam, saat Juwita kembali melahap satu roti dengan satu suapan. Tidak ada tampang elegant, yang membuat Juwita tertawa begitu David menyudahi sarapannya dan pergi apalagi menyaksikan paman Gober diam saja di injak injak Juwita.

Kembali meraih tas, Juwita masih tidak melihat Viona. Kemana anak itu, setelah kejadian dirinya membongkar siapa Viona, ia tidak lagi terlihat batang hidungnya. Juwita ingin mencari nya dan menanyakan pada pelayan di rumah itu, tapi tidak ada yang akrab selain bibi Lau, lagi pula untuk apa mencari Viona juga.

Saat pun tiba, kini Juwita yang menuju kampus. Ia merasa kepikiran dengan satu map yang dibaca oleh paman, sehingga saat ini juga ia meminta supir mengantarnya ke suatu tempat.

"Pak ke kantor papa sekarang!"

"Tapi Nona, hari ini .."

"Aku bisa izin kelas malam pak. Sekarang lebih penting!"

"Baik Non."

Hanya dengan empat puluh menit juga, sebuah gedung tinggi itu membuat Juwita terkesan akan gaya bangunan. Saat turun, ia langsung naik ke atas di antar seseorang di bagian pintu, cukup bertanya dimana ruangan pak Lorenzo saja sudah cukup pegawai itu mempersilahkan.

Meski tadinya Juwita harus menitipkan identitas, tidak banyak yang tahu Juwita adalah putri dari pemilik perusahaan eksportir tersebut.

Asisten Lorenzo adalah pria yang selalu disamping papa, yang berada di samping papa selagi sehat dan berada di kantor kemanapun dengan papa, hingga di rumah sakit dialah yang memegang bisa dibilang orang kepercayaan papa.

"Kantornya di ruangan sebelah Bu, saya permisi."

Eh .. Kenapa bu, ah .. Juwita ingat setiap kantor apapun itu pasti selalu panggilan bapak atau ibu baik dewasa atau tua dan remaja sepertinya.

"Terimakasih."

Tok ..

Tok ..

"Silahkan masuk!"

Juwita pun masuk, ia berdiri saat pria itu menaikan wajahnya yang terbilang memakai kacamata, tetapi senyum kedatangan Juwita.

"Juwita .. Kenapa jam seperti ini kemari?"

'Wajahnya tampan dengan usia cukup matang mungkin sekitar 30 tahun an, tetapi apa dia jujur di pihak papa, atau membelok seperti Paman Gober yang ingin merampas posisi papa?'

"Ada yang ingin aku tanyakan paman! Tolong tunjukan padaku, dan beri tahu dimana aset berharga yang di simpan perusahaan ini baik yang asli atau tergadai aku bisa cek jika semuanya disalahgunakan!"

DEG ..

Lorenzo terdiam, ia melepas kacamatanya dan melonggarkan dasi.

"Ada apa ini, apa yang kamu ingin tahu. Apa kamu tahu soal bisnis yang papa mu jalankan disini? Paman harus tahu alasannya sebelum memberi tahu."

"Aku putrinya, aku berhak tahu dan harus mengamankan dari orang yang ingin merebutnya, termasuk asisten kepercayaannya mungkin hm .." tajam Juwita, ia duduk mendekati asisten papanya itu.

"Haha .. Baiklah. Cukup bagus dengan kejujuran kamu saat ini, tapi apa paman bisa andalkan kamu dengan bisnis ini. Secara kamu tidak pernah kemari, bahkan papa mu tidak mengajak kamu Juwita, selain Arman yang di kenalkan di perusahaan ini."

"Lalu aku bisa tunjukan pada seorang Lorenzo. Setelah kuliah aku bisa bekerja disini memahami semua apa saja di perusahaan ini, termasuk bangku papa. Aku tidak mau ada yang mendudukinya."

Tok ..

Tok ..

Lorenzo menelan saliva, saat Juwita bicara seperti itu dengan jelas dan amarah emosi tidak stabil, tiba saja ada yang datang saat mereka saling menatap seolah kepercayaan sedang terbagi.

Bersambung ..

Tunggu lanjutan lagi ya all, masih ada semoga tidak sampai sore lolosnya.

🌸 Happy Reading All 🌸

Yuk dukung jejak dan like nya.

Terpopuler

Comments

Ari Peny

Ari Peny

ayo gercep juwi jgn lemot

2024-07-19

1

obiz

obiz

ini toh yang disebut asisten papa steve

2024-07-11

0

Yurniati

Yurniati

tetap semangat terus update nya thorr

2024-07-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!