"Siram sekarang bi!"
Byuur ..
Bibi Lau pun juga memberikan sambel rujak ke tangan Juwita, dimana gadis tersebut masih berteriak menahan rambutnya, bahkan kata kata kasar yang membuat Juwita memaparkan sambel ke mulut gadis itu.
Aa ... pedas .. Panas! Kau gila ..
"Hey, kau apakan temanku. Lepas, dan lihat cat itu kena mobil ku, apa kamu bisa bersihkan tanpa cacat?" salah satu teman lainnya menghampiri, membuat Juwita melepas keras rambut yang di genggamnya.
"Hm .. Ga salah, siapa yang memulai?" tanya Juwita menantang.
"Dasar cewek culun! Bego .. Kamu bisa aku tuntut ya, bisa bisa narik rambutku begini. Sakit tahu, dan ini namanya penyiksaan aku bisa tuntut kamu!" gadis yang melempar cat tersebut seolah mengancam, dan keluar hingga tepat bergabung di samping teman temannya.
"Heh .. Culun! Bersihkan cat itu di mobil Ku, dan tanggung jawab yang kamu lakukan itu pada teman saya."
"Heh .. Ga salah, siapa yang memulainya?"
"Kamu .. Kamu .. "
"Apa ... Kamu .. Kamu, dasar manipulatif."
Tidak segan gadis itu dengan cepat meraih stick golf di bangku mobilnya dari tasnya, ia berusaha mengarahkan ke arah Juwita.
Tetapi, Juwita gerak cepat menangkas stick golf tersebut, hingga jatuh terpental ke aspal. Tepatnya kali ini, meraih tangan gadis tersebut dan memelintirkan tangan lawannya.
"Aw .. Sakit .. Lepas Culun .. Bodoh!" teriaknya meringis nangis kesakitan.
"Jadi yang bodoh, Culun siapa!"
Salah satu temannya ingin membantu, namun kaki belakang Juwita segera menyilang, hingga salah satu temannya terjatuh. Bahkan gadis yang tangannya ia pelintir pun, ia dorong hingga ikut jatuh bersamaan dengan teriakan tak tertolong.
"Kalian berdua ingin maju juga?" Juwita menoleh ke arah lain.
"Dasar culun sakit!"
Salah satu gadis yang menyetir pertama jatuh, ia menolong temannya berdiri dan pergi serta memberi kode pada yang lain segera masuk ke dalam mobil.
"Kalian semua yang sakit jiwa! Jangan ganggu jika tidak mau dibalas, dasar playing victim. Jika mau tempuh jalur hukum, ayo kita sama sama ke kantor polisi! Kalian pikir tidak ada cctv disini." teriak Juwita, dengan gerak cepat membersihkan kotoran debu di celana jeansnya, meski basah cat amat menyengat.
Bibi Lau, masih tidak percaya akan nona kecilnya saat ini. Tetapi perubahan seratus persen ini sangat sangatlah membanggakan, membuat bibi Lau penuh syukur dibalik kecelakaan kecil itu.
"Bibi, sepertinya aku harus membeli baju dulu."
"Baik Nona."
Setelah di rasa berganti di butik, dengan card yang tak pernah Juwita kenakan. Ia lebih memilih pakaian casual yang mudah dan nyaman. Setelah itu, sampailah ia menuju tujuan yakni rumah sakit ternama Harapan Setia.
Bibi Lau, pun menunjukan ruangan Tuan Steve, dimana beberapa asisten khusus dan dokter pribadi menatap ke arahnya. Bibi pun menjelaskan jika nona Juwita ingin menjenguk sang papa, bahkan asisten kepercayaan tuan Steve tidak pernah menyangka, putri dari bos nya itu bisa sampai ke rumah sakit, padahal yang ia tahu Nona Juwita tidak pernah keluar dan tidak diperbolehkan keluar oleh Nyonya Gwen.
"Ada apa ini bibi Lau, kenapa dia bisa datang ..?"
"Ceritanya panjang! Dan jangan khawatir, nona Juwita hanya rindu ingin tahu bagaimana keadaan papanya. Lagi pula ini yang saya tunggu tunggu." bisiknya.
Juwita beberapa saat duduk, ia hanya bisa meraih tangan pria tua tersebut. Lalu mengusap ke pipinya dengan sendu, padahal dipikirannya ia masih bingung dan sedikit rindu pada ayahnya yang sudah tiada.
'Jika aku punya papa, mungkin akan aku sayang seperti ini. Tapi biarlah, aku akan mencoba hidup sebagai putri anda Tuan Steve. Dan aku tidak akan membiarkan hidup putri anda tertindas lagi, tapi aku mohon agar dirimu memberikan ku waktu, waktu untuk membalas dendam pada orang yang ingin aku cari, sebelum aku keluar dari tubuh putri anda. Aku pastikan hidup kedua takdir putri anda akan baik baik saja ke depannya.'
Setelah di rasa selesai, Juwita kembali pulang bersama bibi Lau. Hingga perjalanan itu membuat Juwita terkadang mampir ke sebuah pasar malam, membeli sebuah camilan untuk ia makan. Bahkan di dalam mobil sejenak sambil bercerita sebelum melanjutkan perjalanannya, bahkan bibi Lau menceritakan hidup Juwita sebelum kecelakaan dan siapa saja yang tinggal di rumah besarnya itu.
🌷🌷🌷
Hingga tepatnya sampailah di rumah, seseorang pria berumur menatapnya tajam. Hal itu membuat Juwita melirik pada bibi, karena benar benar Juwita harus menghafal siapa penghuni di rumah ini.
"Dia adalah paman anda Nona, adik dari tuan Steve yang bernama Gober, di saat Tuan Steve tak di rumah, paman sering ada dan melihat kondisi disini juga mengurus perusahaan Den Arman sementara waktu, juga menjenguk keadaan Nona." jelasnya dengan raut takut.
'Aneh .. Bibi menjelaskan seperti orang yang takut.'
"Kau dari mana saja, dan Lau kau ini pekerja disini, kenapa berkeliaran?"
"Jangan berteriak!! Dia asisten pribadiku, hanya mengerjakan apa yang aku minta paman." Gober pun terdiam dibentak oleh Juwita.
"Baik, kalau begitu cepatlah mandi, ganti baju. Sebentar lagi kita akan makan malam, dan paman akan beritahukan sesuatu!"
Hm ..
Juwita hanya berjalan lurus tanpa sepatah katapun, bahkan seseorang pelayan yang lewat, Juwita menghentikan.
"Pelayan! Tolong bantu bibi Lau pindah ke kamar sebelah, tepatnya sebelah kamarku yang kosong! Tidak ada bantahan, dan lakukan sekarang juga!" Juwita kembali jalan.
Sementara pelayan itu dan beberapa pasang mata pelayan lain yang sedang mundar mandir bekerja pun menoleh ke arah bibi Lau, membuat bibi Lau diam tak berkutik.
"Bibi Lau, ayo cepat ikut aku! Barang barang bibi harus cepat pindah ke sebelah kamarku, paling telat besok pagi. Jika ada yang protes, hadapi aku sekarang!" teriak Juwita, sehingga mereka semua menurut.
Dan waktu pun cepat berlalu, pukul sembilan malam Juwita turun tanpa di dampingi bibi Lau, dimana ia menuju meja makan keluarga yang ditunjuk sebelumnya, meja makan itu memanjang dengan design ukiran marmer yang amat indah.
Juwita pun duduk lebih dulu, dimana paman Gober menunggu beberapa yang datang, hingga David, Viona, dan Gwen terakhir duduk.
"Wajah kamu kenapa kak?" tanya Gober, pada Gwen yang baru duduk.
"Biasalah, ada sengatan lebah busuk yang menyengat dan menyerang ku tadi." Gwen kesal melirik Juwita.
"Aku yang menamparnya." cetus Juwita santai, bahkan ia meraih kerupuk dalam toples dan melirik tajam pada Gwen, bergantian ke arah yang lain.
BERSAMBUNG ..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Dewi Ansyari
Juwita di lawan🤣🤣🤣🤣🤣 Dasar ornag2 bodoh
2024-09-20
0
cinta ariani
juwita lemah jadi berani tapi bukan songong sih ya yang songong secara tuh adek emak tiri
2024-06-23
1
Syabla
gober itu baik apa enggak ya masih belum ketebak neh jadi ke gwen itu kak ipar adeknya bapak si juwita
2024-06-23
1