Gwen meraih tas kremes mahal, ia berlari cepat mencari dokter Samantha saat itu juga.
"Aku sudah membayar mahal untuk semua ini loh, kenapa di luar kesepakatan ..?" meraih tangan dokter, dimana suster maju melerai.
"Bu, maaf dokter kami harus menangani pasien lain, mohon tidak membuat kegaduhan."
"Diam kau hanya suster, aku sedang bicara pada dokter Sombong ini!"
"Suster tidak apa apa, dan sus Hana duluan mengecek pasien kamar 089! saya segera datang lima menit lagi!"
"Baik dokter." suster menurut.
Suster Hana segera pergi duluan, namun terlihat buru buru yang mungkin sekalian mencari satpam, tinggal dokter Samantha saat ini menatap ibu ibu glamour yang tidak pernah ia percaya.
"Sekarang apa mau anda bu? Pasien tidak mengalami gangguan penyakit berat, soal internal itu kemauan dirinya sendiri yang berubah karena ini diluar tugas saya, masalah keluarga anda. Dan sebagai dokter saya tidak bisa ikut campur lebih dalam, apalagi melakukan tindakan di luar batas, itu namanya kriminal."
"Saya akan membayar mahal, asal dokter mau bekerja sama dengan saya, atau saya bisa gulingkan karier anda loh Dokter."
"Hah .. Bu Gwen mengancam saya, silahkan saja. Saya tidak mau mempertaruhkan nama kedokteran saya karena harus melakukan hal kotor yang ingin anda mau, saya sudah sering menemui keluarga pasien seperti anda bu Gwen. Tapi maaf! Saya tidak tertarik, kedua orangtua saya sudah letih menyekolahkan saya sampai saya menjadi dokter ternama di rumah sakit ini. Silahkan saja jika bu Gwen ingin lakukan apapun, tapi saya punya bukti kata kata bu Gwen saat ini, bahkan rekaman saat ini bisa jadi bukti kuat. Ingat bu Gwen bisa terbalik kena pasal atau mungkin pasal berlapis selain menyuap."
"Ah sial dasar, bilang saja dokter tidak becus. Viona ayo kita pergi!" Gwen semakin kesal dan murka, sementara dokter Samantha hanya menghela nafas dan pergi ke ruangan lain.
Gwen terlihat tambah murka, saat itu ia mencari supirnya dimana tidak ia temukan di tempat biasa, berkali kali menelpon supir tapi tidak di jawab.
Sementara di tempat lain, Juwita yang kini berada di dalam mobil, ia mencoba menetralisir keadaan dirinya, entah apa yang terjadi beberapa puluh menit lalu, hingga dirinya merasa pusing namun ia meminta supir segera cepat sampai di rumah.
"Nona maaf jika saya lancang, saya supir Nyonya Gwen dan Nona Viona, bagaimana jika dia mencari saya, dan saya takut di pecat." supir itu mengendarai, sambil berkata.
"Cepat fokus bawa saya pulang! Jika di pecat hubungi pak Bei, saya bisa beri pekerjaan lain. Tidak perduli dua iblis itu akan marah, bilang itu perintah saya. Jika dia memecat pegawai dengan alasan Juwita, temui saya. Apa bapak tahu siapa saya, yang terkuat di rumah itu siapa ..?"
"Ba-baik Nona Juwita, terimakasih. Saya segera mengantar anda pulang. Setelah itu saya akan menjemput Nyonya kembali."
"Tidak perlu menjemput mereka, tas mereka mahal pasti bisa pesan taksi." oceh Juwita membuat supir diam.
Juwita memejamkan mata, tadinya ia ingin menghentikan taksi. Tapi uang cash tidak ia pegang selain ada di bibi Lau, alhasil supir Gwen dan Viona lah jalan satu satunya ia sampai ke rumah, masa bodo dengan apa ibu dan anak itu pulang, mereka pasti memegang uang.
Juwita terbangun dalam beberapa puluh menit, ia dibangunkan sang supir dimana di sana terlihat pak Bei membantu dan cukup terkejut karena Nona nya berada di supir lain.
"Nona dari mana saja?" supir B membantu, lalu menelpon bibi Lau, untuk segera turun karena Nona kecilnya berhasil di temukan.
Bibi Lau tergesa gesa, membawa Juwita masuk ke dalam kamar yang membuat Juwita kini benar benar beristirahat penuh.
"Aku hanya pusing bi, tolong buatkan aku jahe di campur anggur hangat, mungkin pusing dan badan Juwita akan kembali membaik."
"Baik Nona, bibi buatkan sebentar."
Juwita benar benar remang, sungguh sial ia tidak melawan, jika tahu dirinya akan di bawa ke rumah sakit. Mungkin ia sudah menolak hempas tangan Viona sebelumnya, tapi nasi sudah menjadi bubur. Yang Juwita ingat saat ia hidup di kediaman sederhana, ibu selalu membuatkan jamu jahe dengan anggur untuk kesehatan badannya selalu sehat terjaga.
'Ah .. Ibu, maafkan aku bu, jujur aku sangat rindu. Bagaimana keadaanmu setelah tahu aku meninggal.' menutup mata lemas.
Dan kembali di rumah sakit.
Saat itu Viona dan Gwen terlihat kebingungan, ia kembali mencari dompetnya yang hilang. Entah kenapa, ia merasa dompetnya ada.
"Udah mama ayo naik taksi aja!"
"Vio, kamu bawa uang kan. Dompet mama enggak ada, apa tertinggal, tapi mama merasa ada di tas tadi."
"Coba mama ingat ingat lagi, Viona enggak pernah bawa dompet. Kan mama tahu uang Viona hanya untuk ke kampus, tidak pernah Viona bawa ke luar."
Gwen kembali ke ruangan dokter mencari dompetnya, namun tetap nihil tidak ditemukan. Berkali kali menghubungi supirnya tetap tidak aktif.
'Astaga .. Supir kere, dasar supir miskin pasti susah dihubungi karena ponsel usang nya itu, tidak becus jadi supir, mau di pecat ini supir kerja nya begini.' gerutu Gwen kesal.
"Mama lihat itu ada ojek online, kita minta anter aja mah. Lumayan buat ke depan kita enggak capek mama."
BERHENTI!!
Viona menghentikan ojek, dimana ojek itu datang dan senyum.
"Bang, anterin saya dan mama ke depan, lumayan kalau jalan, ini rumah sakit apa lapangan GBK sih, jauh banget. Masa iya ga ada trayek khusus 300 meter ke depan, belum lagi masih jauh juga cari angkut umum, bisa lewat jembatan layang harus jalan kaki juga berkilo kilo."
"Mbak mau naik apa enggak, waktu saya mepet nih. Ojek seperti kami juga terbantu .. yang mau pake jasa kami juga banyak. Design rumah sakit ini khusus orang berduit mangkanya pake kendaraan pribadi, ga lihat di depan ada tulisan gede." oceh Ojek.
"Mama ayo naik aja mama!"
"Ga ah, bau Vio."
"Mah .. Ayo, dari pada jalan jauh banget."
Gwen terpaksa dan Viona pun naik satu motor bertiga, Viona ditengah membuat Gwen kesal, tiba saja baru 50 meter, Gwen bertanya.
"Ke depan ongkosnya berapa ini?" nada sebal.
"Lima juta, untuk penumpang 2 orang. Saya antar sampai paling depan dapat taksi, atau sampai rumah nambah sejuta."
APAAA LIMA JUTA??
BERHENTI.
Gwen dan Viona pun turun, lalu memaki maki.
"Gila kamu mau meras saya ya, kamu pikir saya ga punya uang apa. Kamu lihat tas saya mahal ini .. Enak aja ke depan lima juta?"
"2,5 juta satu penumpang."
"Lima puluh ribu, ini saya ada uang sampe depan harusnya cukup, kamu saya tuntut ya. Dan kalau .." Gwen masih merocos, tetapi ojek itu meraih uang lima puluh ribu dan tancap gas meninggalkan penumpangnya.
EH .. Dasar ojek gila.
"Jalan aja bu, buang buang waktu!" teriak ojek kembali menjalankan motor, sementara Viona hanya bengong tak habis pikir dengan kesialannya hari ini.
Gwen terus memaki maki tidak jelas ditengah jalan, menyalahkan Viona juga yang tidak membantu karena ia harus jalan kaki berkilo kilo menuju trayek angkut umum, apalagi jembatan layang yang dilewati sangat sangat panjang membuat lelah, mungkin bisa satu jam melewatinya.
🪻🪻🪻
Keesokan harinya, Juwita kembali normal. Matanya sudah tidak samar lagi, bekas suntikan tidak terasa sakit pun membuatnya berendam air hangat untuk segera kembali beraktifitas. Tetapi saat selesai ingin sarapan, terlihat sangat sepi membuat tatapan Juwita terheran heran saat itu juga.
"Kemana semua, apa penghuni sudah angkat kaki?" Juwita meraih roti, dan segelas susu coklat hangat yang di siapkan bibi Lau.
"Belum bangun Nona, atau mungkin sedang jaga jarak karena Nona berubah." bisik Bibi membuat Juwita terkekeh tawa.
Namun setelah menghabiskan roti untuk terakhir kalinya, seseorang datang membuat kaget Juwita saat itu juga.
"Oh .. Jadi Juwita berani curi mobil kamu dan mama Gwen ya. Terus gimana, kemarin Viona ..?"
Terdengar ocehan bising di belakang membuat Juwita mengigit bibirnya, entah kenapa ia sulit mengontrol emosi di saat ada orang yang menyebalkan, menyindir tidak berani bicara langsung.
"Benar kak Meta. Lihat saja Juwita benar benar tidak tahu arti terimakasih, gara gara dia mama kakinya sakit, pegal karena harus berjalan melalui jembatan layang dan jalanan susah cari angkutan umum, berkilo kilo mencari taksi, kepanasan yang membuat mama harus rehat di kamar seharian. Aku juga masih sakit kerasa kaki ini." Viona duduk setelah Meta duduk di depan Juwita yang ikut sarapan tanpa malu.
"Dasar pengadu, sampah hanya berani jika melawan dengan keroyokan. Lagi pula kau dan mama mu yang lancang, membawa ke rumah sakit tidak izin padaku. Dasar gila .. " kembali Juwita menyuap roti terakhirnya, dan menepuk remah di tangan mengenai wajah Viona saat itu akan berdiri.
Puk ..
Puk ..
"Ih .. Dasar Juwita gila."
"Juwita aku rasa kamu harus jaga sikap, atau aku akan adukan pada papaku. Tingkah kamu tidak sopan dengan yang lebih tua, apa caramu begitu pada seorang mama, bahkan merebut mobil milik mama Gwen dan Viona itu tidak ada dalam peraturan lama."
Juwita mendengar itu ia berdiri, mendekati bangku Meta sambil berbisik.
"Yang harus sopan itu kamu Meta, kamu sama saja seperti sampah disamping mu. Hanya numpang, memang nya ini rumah siapa, apa Paman Gober yakni papa yang kau banggakan itu berani padaku ..? Atau kau dan paman punya rencana lain, yang aku belum tahu celah kalian berdua." bisik Juwita, melirik Viona lalu meraih tasnya.
"Kau .." Meta kesal tapi tak bisa menjawab.
"Jika ingin posisi mu aman, diam tidak perlu ikut campur. Tidak perlu membuatku marah, atau mencari masalah. Sudah lihat peraturan baru yang aku buat, jika belum lihat turun di mading bawah! Pegawai, supir mungkin saat ini sedang membacanya." senyum Juwita, ia segera pergi dimana bibi Lau mengantarnya beserta supir Bei yang sudah siap membuka pintu mobil.
"Dia benar benar menyebalkan, memang peraturan apa yang ia buat." ujar Meta, lalu segera turun ke lantai bawah.
BERSAMBUNG ..
YUK JEJAK LAGI, LIKE SESUAI CERITA BOLEH YA.
🤗 HAPPY READING ALL.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Ari Peny
harus tegas dan kuat jgn meye2
2024-07-18
0
Sribundanya Gifran
lanjut
2024-07-05
0
nacho
katanya yg masuk d tubuhnya wanita kuat tapi kenapa jadi bodoh bikin bosan mau d baca novelnya
2024-07-05
1