Pak Ahmad kini telah membawa Sintia ke Rumah sakit, ia membopong puterinya masuk ke IGD.
"Dok tolong anak saya dok, dia tiba tiba pingsan" Ucap pak ahmad saat dokter dan suster mendekat.
"Sebentar" Dokter wanita itu segera memeriksa detak jantung, nadi, dan perut bagian bawah Sintia.
"Tensi nya 100/60 mmHg dok" Ucap seorang perawat memberitahu hasil tensi darah Sintia
Saat tengah di periksa, Sintia tersadar. Dia terkejut ketika melihat Dokter wanita tersenyum padanya.
Sementara dia melihat pak Ahmad dan bu Yanti berdiri disampingnya dengan wajah yang tegang dan penuh kecemasan.
"Pah.. Kita di rumah sakit?" Sintia sudah bisa menebak dimana dia sekarang berada saat melihat sekeliling.
Sintia langsung panik dan hendak bangun..
"Kita pulang saja pah" Ucap Sintia panik segera bangun dan hendak turun dari ranjang.
Sintia begitu panik karena takut kehamilannya terungkap saat ini.
"Kamu jangan kemana mana dulu, kamu baru sadar dari pingsan Sintia, biarkan dokter memeriksa kamu dulu" Ucap pak Ahmad memegang bahu Sintia dan berusaha untuk menidurkan putrinya kembali.
"Ngga pah, Sintia mau pulang" Berontak Sintia
"Iya nanti kita pulang setelah dokter memeriksa kamu dan memberi obat ya?" Ucap pak Ahmad
Sintia tidak bisa melakukan apapun lagi selain pasrah.
Ya Sintia pasrah kalau pada akhirnya kehamilannya akan diketahui oleh ayahnya.
Yang sekarang Sintia pikirkan adalah bagaimana dia bisa menghadapi kemarahan kedua orang tua nya nanti.
"Bagaimana dok? Putri saya ngga kenapa kenapa kan dok? " Tanya pak Ahmad pada sang dokter
"Apa putri bapak sudah menikah? " Tanya Dokter wanita tersebut.
"Belum dok, sebenarnya anak saya kenapa dok? " Tanya pak Ahmad heran.
"Kita bicara disana saja pak" Ucap Dokter sembari menunjuk meja tempat konsultasi.
Dokter menuju kursinya, dan pak Ahmad mengikutinya.
"Jadi bagaimana dok anak saya? Apa lambungnya bermasalah? " Tanya pak Ahmad saat sudah duduk di hadapan Dokter
"Tidak pak, lambungnya tidak ada masalah sama sekali." Jawab Dokter
"Tapi kenapa dari Pagi tadi Sintia muntah muntah terus dok? " Kini bu Yanti yang bertanya dengan nada khawatir
"Jadi begini pak bu, setelah saya melakukan pemeriksaan tidak ada masalah di lambung pasien, tapi... " Ucap dokter sedikit ragu
"Tapi apa dok? " Potong pak Ahmad
"Anak bapak dan ibu ini tengah Hamil, dan usianya sudah 2 bulan." Lanjut dokter
Deg
Bagai tersambar petir, Ucapan dokter wanita itu sontak membuat pak Ahmad dan bu Yanti terkejut.
"Apa dok, Ha hamil, A anak Sa Sa ya Hamil" Ucap pak Ahmad terbata karena terkejut.
Dan dokter wanita hanya menjawab dengan anggukan.
***
Sementara Bagas dan bu Minah yang menunggu di depan IGD pun terlihat begitu khawatir.
Walau Sintia telah mengkhianatinya, tidak dapat dipungkiri kalau masih ada sedikit Rasa sayang di hati Bagas, itu sebabnya dia sangat khawatir dengan kondisi Sintia.
"Bagaimana kondisi Sintia pak? " Tanya Bagas saat melihat pak Ahmad keluar dari ruang IGD
Bug..! Bug..! Bug..!
Pak Ahmad menghujani pukulan bertubi tubi hingga Bagas tersungkur ke lantai.
"Hentikan.! Hentikan.! Apa yang bapak lakukan pada anak saya, Berhenti atau saya akan panggil polisi!" Teriak bu Minah panik melihat putranya dipukuli.
"Bapak kenapa memukuli anak saya? Saya tidak Terima ya pak, saya akan laporkan Bapak ke polisi" Ucap bu Minah murka setelah pak Ahmad berhenti memukuli Bagas.
"Laporkan saja! Saya tidak takut, anak brengsek ini sudah menghamili anak saya dan sekarang mau meninggalkannya begitu saja" Ucap pak Ahmad meluapkan emosinya.
"A.. Apa? Sintia Hamil?" Tanya Bagas tak percaya
"Iya Sintia hamil, dan semua itu karena kamu kan, kamu mengambil kehormatan anak saya, dan setelah anak saya hamil kamu tinggalkan begitu saja!
Saya pikir kamu laki laki bertanggung jawab Bagas, tapi ternyata saya salah.! kamu malah berniat membatalkan pernikahan, kamu ingin lari dari tanggung jawabkan. Hah.? " Pak Ahmad melampiaskan semua kemarahannya pada Bagas.
"Tidak pak, sepertinya ada kesalahpahaman disini yang harus saya luruskan! Saya memang berniat membatalkan pernikahan dengan Sintia, tapi saya tidak melakukan hal yang bapak tuduhkan terhadap saya.
Saya sendiri syok mendengar Sintia hamil, karena jujur saya tidak pernah melakukan apa-apa dengan Sintia.!" Ucap Bagas bingung.
"Ohhh jadi kamu tetap mau mengelak dan lari dari tanggung jawab Bagas. Baik, Sekarang kamu tinggal pilih mau bertanggung jawab dengan tetap melanjutkan pernikahan atau saya akan membawa masalah ini ke jalur hukum? " Ucap pak Ahmad.
"Apa yang harus saya pertanggungjawabkan pak, sementara saya tidak pernah melakukan apapun Pada Sintia.
Ya saya memang pacaran dengan Sintia dan bahkan akan menikah, tapi saya tidak pernah Melakukan perbuatan yang akan merugikan wanita yang saya cintai" Jelas Bagas
"Jadi Sekarang kamu mau bilang kalau anak saya melakukannya dengan laki laki lain? " Ucap pak Ahmad sontak membuat Sintia yang baru saja keluar dari ruang IGD itu kalang kabut.
"Untuk masalah itu bapak bisa tanyakan langsung pada Sintia, karena hanya Sintia yang bisa menjawabnya.! Yang jelas saya tidak pernah melakukan Yang kalian tuduhkan" Jawab Bagas sembari melirik Sintia
"Kurang ajar! Berani kamu menuduh anak saya" Ucap pak Ahmad hendak memukul Bagas lagi.
"Cukup pak" Teriak bu Minah menghentikan pak Ahmad yang hendak memukul Bagas.
"Sudah cukup saya melihat perlakuan kalian terhadap anak saya, anak saya tidak melakukan apapun yang kalian tuduhkan, bahkan dia membatalkan pernikahan dengan Sintia karena Sintia sudah mengkhianati anak saya, bahkan anak saya yang melihatnya sendiri saat Sintia sedang bersama laki laki lain di kamar kost nya" Jelas bu Minah membuat pak Ahmad dan bu Yanti semakin syok.
"Lebih baik kita bicarakan di rumah saja pak, saya tidak mau mempermalukan Sintia di dapan banyak orang seperti ini" Ucap Bagas saat menyadari mereka menjadi pusat perhatian.
***
Di perjalanan Suasana di mobil begitu hening, baik Sintia dan orang tuanya tidak ada percakapan sama sekali.
Hingga akhirnya semua tiba di Rumah pak Ahmad.
"Sintia sekarang jawab jujur, apa benar bayi yang kamu kandung itu bukan anak Bagas?" Tanya pak Ahmad setengah berteriak.
"Hikss.. Hiksss... Tidak pah, ini anak Bagas." Sahut Sintia yang merasa ini kesempatan untuk dirinya agar pernikahannya tetap dilanjutkan.
'Biarlah aku bohong, tidak ada bukti juga, dengan begini orang tua ku akan memaksa agar Bagas tetap menikahi aku' batin Sintia
"Astagfirullah! Sintia, aku memberi kamu kesempatan untuk berkata yang sebenernya, karena aku menghargai kamu.
Bagaimanapun kita pernah dekat Sintia, dan aku tidak ingin ada perselisihan diantara kita. Jadi bicaralah yang sejujurnya Sintia anak siapa yang sedang kamu kandung? " Ucap Bagas
"Ini anak kamu Bagas, anak yang aku kandung itu anak kamu Bagas" Teriak Sintia dengan disertai isakan tangis.
"Bagaimana mungkin itu anakku Sintia, aku tidak pernah menyentuhmu" Jawab Bagas
plakkkk
sebuah tamparan mendarat di pipi Bagas dari pak Ahmad, Bu Minah pun terkejut dan hendak mendekati Bagas, namun Bagas memberi isyarat pada bu Minah
"Ohhh, Rupanya kamu masih mau mengelak dari tanggung jawab Bagas, sekarang semuanya terserah kamu. Mau bertanggung jawab dengan tetap menikahi Sintia, atau saya akan bawa masalah ini ke jalur hukum" Ucap pak Ahmad
"Baik! kita selesaikan masalah ini dengan jalur hukum" Jawab Bagas lalu berjalan menuju pintu keluar dengan menggandeng bu Minah.
"Ingat Sintia, jika masalah ini diselesaikan dengan jalur hukum, kamu tau pasti siapa yang akan malu dan hancur, aku atau kamu! Sebelum itu terjadi lebih baik kamu jujur Sintia, lihat lah kedua orang tuamu yang sangat menyayangi kamu Sintia, jangan sampai kamu membuat mereka malu dan hancur" Bagas memberikan peringatan pada Sintia sebelum meninggalkan rumah itu.
Deg..
Sintia semakin panik, wajahnya terlihat pucat pasi, mungkin dia akan menyesal karena telah berbohong.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 263 Episodes
Comments