Batu Mustika Ajaib

Batu Mustika Ajaib

Bab.01.Awal Mula

Namaku Selina Natasya, umurku 14 tahun, terpaksa berhenti sekolah karena ibuku masuk rumah sakit, semua harta habis di jual untuk pengobatan ibuku, walau akhirnya ibuku tetap meninggal setelah mampu bertahan 5 bulan.

Ibuku memiliki Adik Perempuan, suaminya seorang Pegawai Negeri di Kantor Gubernur, dia sendiri memiliki warung sembako dan agen Gas 3 kg, Namanya bibi Maya .

Bibi begitulah panggilanku padanya, dia memiliki 2 orang anak sepasang, umur mereka berdua di atasku karena bibi lebih dulu menikah.

Di Kampung ku mereka termasuk orang kaya, Karena pada dasarnya kakek dan nenekku adalah orang terkaya di kampungku, di masanya dan memiliki banyak tanah.

Warisan dari nenekku berkembang di tangan mereka, sama seperti sebelum ayahku meninggal hanyut di sungai saat banjir

Saat ini acara 40 hari peringatan kematian ibuku, setelah semua acara selesai, dan lada saat masih banyak saudara yang membereskan bekas acara, aku di panggil bibiku dan Suaminya.

"Selina, ibumu punya hutang sama bibi sebesar 250 juta, dari saat ayahmu sakit hingga meninggal, saat ini rumah kami sudah di bongkar untuk di bangun lagi, 3 hari lagi, kami akan tinggal di sini, dan tahu, Mentari dan Mathew, tidak suka padamu, jadi carilah tempat untukmu tinggal.

"Baik Bi, jawabku tanpa membantah kemudian lanjut membantu membereskan barang-barang yang di gunakan waktu acara.

Malam di kamarku, aku menghitung uang sumbangan kematian ibuku, jumlahnya 2.3 juta.

Aku berpikir keras, dimana aku tinggal, mana ada di kampung sini rumah sewa, di tempat saudara yang lain tidak mungkin, apalagi saudara ayah yang tidak sama sekali peduli, yang terakhir mereka tanah warisan ayah dari kakek.

Pas subuh aku bangun, aku sudah mulai menata bajuku, yang memang sedikit, aku masukkan ke koper bekas ayah dulu ke Jakarta.

Saat selesai sarapan, aku putuskan untuk sementara tinggal saja di kebun, aku ke pasar dan membeli beberapa peralatan, cangkul dan juga parang serta bibit sayuran, cabe , tomat dan lainnya.

Singkat cerita hari pertama itu, aku sewa gerobak sapi untuk mengangkut barang, dan tiba disana Gubuknya sudah banyak yang bocor.

Pak Nikson menawarkan diri untuk memperbaikinya, kebetulan ladangnya tak jauh dari tempat saya dan memiliki daun rumbiah yang sudah siap untuk pakai,dia minta sama ongkos gerobaknya, 500 ribu.

Saat terakhir, pak Nikson bilang, bahwa hari ini dia ada kerjaan di ladangnya, jadi jika ada barang yang mau di bawa silahkan, aku langsung bilang ada.

Aku belanja beras, gula dan teh, serta ikan kering, semuanya di masukkan ke gerobak, dan pagi itu juga kami berangkat.

Selama 3 hari pak Nikson membantuku memperbaiki Gubuk saya dan membuat gagang cangkul serta magasah parang ku

Uang yang tersisa tinggal 1 juta, aku simpan baik-baik, dan hari itu aku ke sungai yang kebetulan ada mata airnya.

Jarak dari ladang ku dengan milik pak Nikson cukup jauh hampir 2 km, karena ladang kami adalah ladang terjauh dari kampung.

Singkat cerita, selesai masak air dan sudah bisa di minum, aku lanjut makan siang, itulah bekal terakhir yang aku bawah dari rumah.

Selesai makan aku beberes dan menata semuanya, cukup bagus juga ruangan dari dinding bambu yang di buat pak Nikson.

Sore menjelang malam, aku isi 3 botol kecil dengan minyak tanah, untuk penerangan, dan hari itu selesai dengan rencana yang ku buat.

Pagi sejuk, aku bangun, dan langsung beraktifitas, memasak air dan masak nasi, setelah itu sarapan dan mulai mencangkul di samping gubukku, untuk tanam singkong dan ubi jalar, sedangkan ubi talas sangat lah banyak sekali sungai.

Tak terasa sudah sebulan aku tinggal di kebun, dan hanya 1 Minggu sekali aku ke kampung untuk belanja.

Tanamanku karena beberapa kali hujan, kini sudah mulai menghijau, untuk makan aku berhemat beras dan lauk, ubi rebus dan pisang rebus atau di goreng.

Untuk tanaman lain justru terlihat sangat rimbun menghijau, tak ada lagi rasa cemas dan takut, aku bekerja dengan suka cita, kelapa yang sudah tua berjatuhan aku pungut dan parut untuk buat minyak goreng dan sebagian untuk penerangan.

Di Bulan ke-tiga, Pak Nikson datang berkunjung, dia bawakan aku ikan laut dan beras, seharian aku di ajarkan buat perangkap ikan di sungai, hingga beberapa kali mencoba akhirnya aku bisa.

Soal makanan aku tak kuatir lagi, ayamku ada puluhan ekor, ada yang sudah bertelur, jadi sudah tak masalah, sayur dan singkong juga banyak.

Keseharian ku menjelajah hutan untuk cari jamur atau rebung dan kayu bakar, setelah perangkap ikan di sungai aku buat dan tanam, ternyata ada hasil.

Kini aku membuat kolam, ada bekas kolam yang dulu di buat Ayah, jadi tinggal teruskan.

Seminggu kemudian kolam sudah jadi dan air sudah penuh, aku mengangkat perangkap ikan hasilnya cukup banyak, sebagian aku masukkan ke kolam, hebatnya lagi di sungai itu ada udang dan kepiting.

Kebutuhan makan sudah tercukupi, bahkan aku bisa pulang ke kampung membawa udang dan kepiting untuk aku jual dan tukar beras, serta bumbu dapur, terkadang aku beli daging.

Bulan Keenam pak Nikson datang lagi, dia tersenyum melihat apa saja yang kubuat, dia menurunkan beras 1 karung ukuran 25 kg, dia bilang itu dari pemerintah, dia juga membawa tepung dan mentega.

2 Jam kami mengobrol, dia pun pulang, hari demi hari aku jalani tanpa ada suatu hal yang membuat aku tersiksa.

Bulan kesembilan, pak Nikson tidak datang, aku pikir dia sibuk, karena setiap 3 bulan dia pasti datang, pada saat aku ke kampung, warga bilang, pak Nikson sudah pindah ke Papua bersama istrinya dan kerja disana, aku hanya senyum saja.

Aku kembali ke kebun dan duduk di gubukku sambil makan pisang goreng, hujan pun turun sangat deras, akhirnya aku tidak bisa berbuat apa-apa, walau khawatir dengan perangkap yang ku tanam.

Pagi-pagi benar, aku pakai sepatu bot dan dan ke sungai cuaca masih gerimis, aku lega karena semua perangkap ku tidak hanyut, ikan dan udang sangatlah banyak, tapi aku gak bisa ke kampung, di pertengahan sebelum ke jalan utama ada sungai besar, di situlah ayahku hanyut karena jembatan roboh.

Hasil tangkapan, ku curah semuanya ke lantai, di gubuk kecil pinggir kolam, aku lepas yang masih hidup baik ikan maupun udang di kolam berbeda.

Sementara memilah untuk mengeluarkan udang dan ikan yang masih hidup, aku melihat sebuah sebuah benda bulat sebesar bola pingpong namun berwarna merah, bukan hanya 1 melainkan 2 tapi yang 1 berwarna Biru.

Karena masih ada beberapa perangkap lagi jadi 2 benda bulat itu aku letakan di tanah.

Tiba-tiba, jariku di jepit udang lobster hingga berdarah...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!