Lagi-lagi, Belle melihat gambar kanak-kanak yang terbuat dari stik arang itu. Gambar itu melayang mengikuti angin, sedikit demi sedikit menjauh darinya. Belle melompat. Sayangnya, kertas itu selincah belut. Belle terus mengejar kertas itu melalui area perkebunan, padang rumput, jembatan, hingga akhirnya Belle bisa menangkapnya sebelum kertas itu menjauhi tebing.
Belle menggenggam kertas itu dan membukanya. Itu adalah gambar yang kata mama, dilukis oleh kakaknya, Percival. Garis-garis yang bahkan belum mampu dikontrol dengan baik itu membentuk sesuatu, tiga orang anak berdiri di tengah kertas tersebut. Anak yang lebih tinggi berada di tengah, dengan inisial P di kausnya. Sementara di sisi kanan dan kirinya adalah dua anak yang lebih pendek, tanpa inisial, bahkan tanpa jenis kelamin yang jelas.
Itu adalah gambar terakhir Percival sebelum pergi.
Rasa panas menjalar di tangannya. Belle memekik. Kertas itu terbakar, dan Belle harus melepaskannya sebelum apinya membakar tangannya. Namun, Belle ingin melihatnya sekali lagi. Ia ingin tahu apakah bila Percival ada di dunianya, hubungan dirinya dan Caspian akan membaik.
“BELLE!”
Sebuah suara membangunkannya.
Belle membuka matanya. Ia melihat kedua tangannya. Telapak tangannya baik-baik saja. Panas dari api perlahan menjauh. Namun Belle tahu, ia sungguhan merasakannya. Ketika ia ingin melihat wajah seseorang yang membangunkannya, sinar matahari yang menyilaukan jauh di matanya.
Ia spontan mengernyit.
“Ada apa denganmu? Oh, silau, ya?” tanya Lyra, ia bergerak untuk menghalangi cahaya matahari jatuh di wajah temannya itu. “Nah, coba buka matamu.”
Belle membuka mata. Ia tersenyum saat melihat gadis asing itu di hadapannya. Ah, benar. Ia ada di sebuah asrama di Universitas Palefaith, alih-alih ada di penginapan Ice Daisy, atau di manor baru yang dijanjikan oleh Felix untuknya.
Belle mengernyit. Sayang sekali. Ia tak bisa memelihara kelinci dan membiarkan hewan itu menjajah selimutnya tanpa dimarahi oleh mama.
“Belle, syukurlah kamu sudah bangun. Kamu terlihat ... tidak nyaman tadi. Kamu sedang bermimpi buruk, ya?” tanya Lyra.
Belle bangkit dari tidurnya. “Ah, iya ... mimpi buruk. Seperti ... kuda—ah, aku mana mungkin menceritakan mimpi buruk. Benar-benar sudah siang, ya? Aku tidur sangat lama.”
“Well, wajar saja,” ucap Lyra sambil menjauhi ranjang Belle. Ia mengeringkan rambutnya. Tetesan air sampai beterbangan ke mana-mana, termasuk ke lengan Belle.
Belle memandangi tetesan air itu, lalu menyadari sesuatu. “Ah, kamu sudah mandi.”
“Tentu saja, hahaha. Kamu sadar dengan sangat lama,” kata Lyra. “Apakah mau pergi ke perpustakaan? Ayo mengerjakan tugas yang tersisa di sana!”
“Ya!” ucap Belle bersemangat. “Ayo menyelesaikannya hari ini.”
Lyra meninggalkan Belle untuk mengerjakan urusannya sendiri. Belle mengambil pakaiannya dari dalam rak. Ia mengernyit saat ia menyadari samponya tak ia temukan. Ia meraih satu persatu tasnya dan menjelajahi setiap sakunya. Ia memiringkan kepala saat alih-alih menemukan botol sampo, ia merasakan ... logam.
Belle menarik tangannya. Matanya melebar.
“Huh? Ada uang di sini?”
Ia menemukan beberapa keping crivora di dalam sakunya. Belle mengerjap. Tunggu, ia tak pernah menempatkan uang di saku tas. Ia tak seceroboh itu.
“Belle? Kamu sudah menemukan uangmu?” tanya Lyra.
“Ya,” ucap Belle ragu-ragu. Oh, akhirnya ia mengerti. Saat ia dan Caspian berjalan bersama menuju asrama, kembarannya itu dengan kurang ajar memasukkan uang itu ke dalam saku tasnya! “Tapi ...”
“Tapi apa, Belle?”
“Oh, tidak apa-apa,” ucap Belle. Uang yang diberikan oleh Caspian lumayan banyak, seharusnya sejumlah uang yang diberikan oleh orang tua mereka sebagai uang saku. Kecuali kalau ... ayah memberikan Caspian uang yang lebih banyak! Belle mengepalkan tangannya.
Baiklah, ia akan menggunakannya. Kalau benar begitu, seharusnya Caspian tak akan terlalu kesusahan. Namun, ia bertekad untuk tetap mengembalikannya secara utuh pada Caspian, tak lama lagi!
Belle menghitung uang itu. Ia kemudian mencatatnya pada buku catatannya, bertekad akan mengembalikannya. Ia membayarkan hutangnya pada Lyra, yang menerimanya dengan senang hati dan berwajah cerah.
Ketika Belle kembali ke dipannya, matanya menangkap sebuah kertas di atas meja yang asing. Belle mengambilnya dan membacanya.
Belle,
Hutangku sudah lunas, tetapi punyamu belum.
Setengah dari sirup mapel dan beberapa permen, aku tentunya tak akan membuang-buangnya kalau bukan karena kamu. Harap segera membayar hutangmu. Total seluruhnya adalah delapan crivora.
“Ayo Belle, mandi, setelah itu kita akan pergi ke perpustakaan!” ucap Lyra. Ia menaikkan satu alis saat melihat Belle sedang fokus dengan sesuatu. Ia ikut melihat surat yang sedang dibaca oleh Belle. Wajahnya menggelap. “Astaga, Ivette! Sebenarnya seberapa tak tahu malunya gadis itu? Kamu harus melawannya, Belle! Dia sungguh-sungguh tak tahu terima kasih.”
Belle juga merasakan hal yang sama. Di Swanfield, gadis-gadis desa selalu bersikap baik padanya, meskipun Belle enggan berteman dengan beberapa karena ia tahu mereka hanya berteman dengannya untuk mencari informasi tentang Caspian. Namun, secara keseluruhan mereka baik dan sopan. Sementara itu, Ivette ...
Ia setuju dengan perkataan Lyra. Jelmaan rubah saja tidak selicik gadis itu.
Bahu Belle melemah. Tekadnya untuk melawan Ivette meleleh ketika ia membayangkan betapa merepotkannya itu. Ivette pastinya tak akan terima dan akan melakukan apa pun untuk berdebat dengannya. Belle membenci perdebatan.
“Belle?”
“Melawannya? Aku tak yakin. Aku akan memberinya uang yang dia inginkan, dan setelah itu, aku tak akan berurusan dengannya lagi,” kata Belle. Lyra melihatnya dengan tatapan tak percaya. Ia baru akan memprotes ketika Belle tersenyum dan berkata, “Aku bersyukur aku sekamar denganmu, Lyra. Sangat sangat bersyukur.”
“Ya, aku juga sama. Tapi, Belle, kalau kamu memberinya uang itu, setiap kali dia mendapatkan masalah, dia akan terus-terusan mengganggumu lagi. Kamu sudah lihat betapa buruk kepribadiannya?”
“Ya ... ugh, kalau begitu ... aku akan menuliskannya surat. Tak semelelahkan bercakap-cakap. Ya?” tanya Belle meminta pendapat.
“Ya! Aku akan mengajarimu berbagai kosakata yang mengintimidasi supaya dia akan berhenti mengganggumu,” kata Lyra.
“Oh,” ucap Belle, kemudian mempertimbangkan perkataan Lyra, dan akhirnya mengerti maksud gadis itu. Seperti berbagai macam kata celaan yang sering diucapkan oleh para pelaut. Belle mengerjap. “Tidak. Dia pasti menjawabnya dengan gaya yang sama. Aku akan menulis suratku dengan sangat singkat.”
Lyra akhirnya menyetujui keputusan Belle. “Ya ... Um, kamu cukup bertekad, ya, sebagai orang yang terlihat lembut seperti permen kapas dan sesantai ulat.”
Belle melihat Lyra dengan kebingungan. Kemudian ia tertawa. Entah apa maksud Lyra. Ia menghabiskan beberapa menit setelahnya untuk menulis suratnya pada Ivette.
Tidak. Bayar dulu hutang waktu tidurku yang berharga.
Belle cukup puas dengan surat singkat itu. Ini adalah waktu yang tepat untuk memberikannya di meja Ivette, karena gadis itu sudah meninggalkan kamar. Sayangnya, kamarnya juga dikunci. Belle memutuskan untuk menempelkannya di kotak peralatan mandi Ivette yang ada di luar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments