Membuka-buka raknya tanpa izin itu adalah perbuatan yang tidak sopan, ‘kan? Belle mengangguk pelan, bertanya-tanya tentang apa yang ingin dilakukan oleh Lyra. Di tangan Lyra adalah kartu-kartu yang ia buat bersama Aneira dulu. Cards of Literature, dulu ia menyebutnya.
“Ya ... aku yang membuatnya sendiri,” kata Belle sambil berjalan menuju kasurnya. Matanya menyipit. “Aku rasa, aku tidak ingin kamu membuka-buka barang milikku lagi di kemudian hari.”
Lyra mengerjap. Ia menurunkan setumpuk kartu itu di pahanya. “Oh, maafkan aku, Belle. Aku hanya ingin membantumu mencari dompetmu, siapa tahu terselip. Aku pasti tidak akan mengulanginya lagi ...”
Belle tersenyum dan berkata, “Tidak apa-apa.”
“Um, sebenarnya aku menemukan ide yang bagus,” kata Lyra dengan tatapan mata ragu-ragu. “Aku yakin sekali kamu bisa mendapatkan uang dari ini,” sambungnya sambil menunjukkan kartu itu.
Mata Belle melebar. “Oh, katakan padaku bagaimana caranya? Ah, tapi aku tidak yakin. Siapa yang mau membeli kartu-kartu itu? Itu kubuat saat aku kelas tiga SMP, sudah lama sekali. Sudah banyak sekali debu yang menempel dan tintanya beberapa sudah kabur,” ucap Belle.
Seraya ia berbicara, Belle jadi teringat tentang saat itu. Ia yang menyukai membaca buku memutuskan untuk membuat board game versinya sendiri. Ia membuat board game sesimpel mungkin. Ia akan melakukan riset berhari-hari untuk memproduksi lima buah kartu. Yes, dia menginginkan kartunya untuk sempurna.
Belle akan menuliskan satu sisi kartu dengan pertanyaan, lalu jawaban berada di balik kartu. Biasanya ia akan menuliskan sebuah kutipan pada sisi pertanyaan, meminta pemain (atau dirinya sendiri) untuk mengingat judul buku yang mencakup kutipan tersebut. Ia akan membuat kartu-kartu itu dan memainkannya bersama Aneira. Apabila pemain bisa menjawab, ia bisa menjalankan pionnya pada papan.
Sampai tiba-tiba, ibu yang biasanya jarang masuk ke kamarnya menemukan kartu-kartu itu. Belle dimarahi semalaman, dan ia tidak pernah memainkan kartu itu lagi.
“Hmmm memang, sih, tintanya sudah kabur dan kartonnya sudah mengelupas seperti ini. Tetapi aku punya ide, Belle! Bagaimana kalau kita, oh, kamu mengeluarkannya sungguhan! Apakah kamu tahu serial board game ‘Gargantuan Cave?’ Kamu bisa mengeluarkannya seperti itu!” ucap Lyra kepalang semangat. Kini dia sudah beranjak dari kasur dan berdiri di hadapan Belle.
“Oh, kamu tahu board game itu juga?” tanya Belle takjub.
“Tentu saja. Permainan itu terkenal sampai negeriku, harus kukatakan padamu. Kita bisa merancangnya ulang dan mencetaknya dalam bentuk kartu yang biasanya digunakan dalam klub permainan, lalu kartunya akan awet sepanjang masa. Sekarang kita bisa menambahkan warna dalam cetakan, jadi hasilnya pasti jauh lebih menarik.”
Belle bertepuk tangan melihat semangat Lyra. Ia tersenyum. Hei, itu akan bagus kalau dia benar-benar bisa mencetaknya dan menjualnya! Ia bisa membayarkan uang yang dipinjamnya dari Caspian yang mengingat jumlahnya saja sudah membuat Belle gemetar.
Namun, Belle mengingat sesuatu dan seketika level antusiasnya menurun, seperti gelembung telur di penggorengan yang meledak dan meleleh di sekitarnya. “Itu ide bagus, Lyra. Tapi ... aku ingin kamu melihatnya lagi. Pertanyaan-pertanyaan dalam kartu-kartu itu banyak yang bodoh, ‘kan? Aku ingat aku menulis ‘Berapa jumlah domba milik Mr. Fitzwillow?’ atau ‘Saat Billie terjungkal di dalam lumpur, apa kalimat selanjutnya yang ia katakan?’ Uhm, itu hanya untuk bersenang-senang untuk menciptakan tawa. Dan ... ke percetakan membutuhkan uang, tentunya.”
Lyra tersenyum dan duduk di samping Belle. “Aku mengerti. Uang memang syarat utama kita bisa ke percetakan. Hei, bagaimana kalau ... kita pergi ke penerbit dan mengirimkannya? Aku tahu, Belle, itu bukan uang yang cepat, tetapi masih ada kemungkinannya. Lalu, soal pertanyaan yang konyol, kurasa itu bagus. Selain pertanyaan-pertanyaan serius, pertanyaan konyol bisa membuat suasana semakin ceria. Kamu sungguh-sungguh brilian!”
“Aku? Aku, Lyra?” tanya Belle seraya menutup mulutnya dengan ujung jemarinya. Tak ada orang yang pernah memujinya pintar. Semua orang selalu berekspektasi nilainya akan standar-standar saja. Saat dia mendapatkan nilai yang sedikit lebih baik pun, ia tak mendapatkan pujian. Itu semua karena Caspian yang menetapkan standar jauh lebih tinggi di atasnya.
“Ya! Hahaha. Kamu harus melihat wajahmu, Belle! Konyol sekali,” tawa Lyra. Kini ia berdiri dan merentangkan tangannya layaknya penari ballet. Gadis itu sepertinya tak betah duduk diam. “Kamu bisa menyempurnakan kartu-kartumu selama beberapa hari lalu mengirimkannya ke penerbit. Aku akan membantumu. Dengan begini, kamu tidak perlu mempunyai uang terlebih dahulu,” katanya bersemangat.
“Ya ... aku akan memikirkannya dulu, Lyra,” gumam Belle.
Entah apakah ia bisa menyentuhnya lagi. Kartu-kartu itu sebenarnya tak sengaja ia bawa karena terselip di dalam tas karpet lamanya yang memang terakhir ia gunakan saat ia kelas satu SMA. Itulah tahun terakhir keluarga Atfable dapat merasakan liburan musim panas sebelum ekonomi mereka merosot hingga seperti sekarang ini. Pada saat berlibur keluar kota, tas karpet itu selalu ia gunakan.
Lyra menurunkan rentangan tangannya dan meluruskan kakinya. Wajahnya tak seceria tadi. Ia memandangi wajah Belle sesaat. “Apakah kamu tidak mau melakukannya?”
Belle mengerjap. “Oh, bukan. Aku ingin memastikannya dulu,” katanya.
Lyra mengangguk-angguk. Ia mengerucutkan bibir sekilas. Itu pasti agak sulit baginya menerima sifat Belle yang selambat siput sementara dunianya bergerak begitu cepat. Saat ia mendapatkan ide untuk melakukan sesuatu, ia akan langsung mewujudkannya tanpa banyak berpikir, seperti tirai ranjangnya yang terbuat dari pita-pita.
“Baiklah,” kata Lyra seraya mengangkat bahu. Ia beralih dan duduk di tepi ranjangnya untuk meminum air putih dari botolnya. “Um, kurasa kita segera pergi makan malam saja. Kalau terlalu larut pulangnya, aku takut ibu asrama akan menguncinya. Ah, kamu belum bertemu dengannya, ya? Dia agak galak.”
“Benarkah? Kamu sudah bertemu dengannya?” tanya Belle. Ia berdiri dan membenarkan pakaiannya. Ia mengenakan blouse berwarna putih yang disertai kerah besar dan frills di lengan dan sepanjang garis dada. Rok yang ia kenakan berupa rok riffle dengan dua tali pita di pinggang. “Ya, ayo kita pergi sekarang ...”
Lyra mengikat rambutnya asal dan menyembunyikannya di bawah topi jerami bertepian lebarnya. Ia tersenyum dan bergerak merangkul bahu Belle. “Ayo! Aku sudah sangat lapar. Kemarin aku menemukan makanan yang enak dan aku yakin kamu akan menyukainya. Ah, iya, Mrs. Roverly. Baru tadi pagi ia memarahiku karena pita yang kubeli berceceran di jalan. Aku tahu aku salah. Tapi dia mengesalkan sekali karena langsung menuduhku anak yang ceroboh dan berantakan.” Hidung Lyra berkerut sedikit saat ia bercerita. Ia menaikkan dua bahunya. “Well, biarkan saja. Aku sungguh-sungguh tidak tahu kalau pitaku ada yang terjatuh, jadi ... anggap saja dia berbaik hati mengembalikannya padaku. Meskipun tadi sampai membuat seluruh asrama heboh.”
Belle menipiskan bibirnya. Sungguhan matron asrama mereka, Mrs. Roverly, akan segalak itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Xiao Lianhua
lanjut kakk semangaaaat!🤩🤩
2024-07-08
1
Xiao Lianhua
otak bisnisnya keluar🤣
2024-07-08
1