Hari pertama orientasi masih empat hari lagi. Itulah mengapa baru ada dirinya dan Lyra di unit enam belas itu. Belle lega sekali. Itu artinya dia bisa lebih santai mengerjakan penugasannya. Kini ia sedang merapikan sudut tempat tidurnya.
“Oh, kita ada di jurusan yang sama. Ini akan menyenangkan, Belle. Kita bisa belajar bersama dan pergi ke perpustakaan berdua,” kata Lyra yang kini sudah memasang pita terakhirnya di tongkat. Ia berdiri dan tersenyum ceria. “Aku sudah selesai! Semoga saja sesuai dengan yang aku harapkan.”
Lyra memasang tongkat itu di atas ranjangnya. Kini, kasurnya sudah tertutup oleh rumbai-rumbai pita yang berwarna hijau mint. Dari luar, seseorang yang bisa melihat bagian dalamnya. Sungguh memberikan privasi yang jenius.
“Tidak hanya kita, Lyra. Tadi kulihat dua anak lain di unit ini juga ada di departemen yang sama dengan kita. Oh, itu bagus. Tapi, memangnya tidak terlalu gelap?” tanya Belle.
“Tentu saja tidak. Aku bisa menggesernya untuk membuat cahaya masuk ke dalam,” kata Lyra seraya menggeser pita-pita itu. Ia tersenyum ketika Belle akhirnya bisa melihatnya. Gadis itu turun dari ranjangnya dan berkata. “Kalau begitu, itu akan makin menyenangkan. Kita punya keuntungan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Apakah kamu kesulitan, Belle?”
Lyra membantu Belle memasang spreinya. Akhirnya pekerjaan mereka selesai. Setiap pakaian dan setiap buku sudah diletakkan di dalam rak mereka masing-masing.
“Apakah kamu lapar, Belle? Kita bisa membeli makan malam di luar. Aku dengar para juru masak belum memasak untuk mahasiswa hari ini,” kata Lyra.
“Oh,” ucap Belle. Mau tak mau, nada kekecewaan meluncur di suaranya. “Kapan mereka akan mulai memasak?”
“Hmmm? Entahlah. Kurasa saat masa orientasi dimulai. Itu empat hari lagi,” kata Lyra santai sambil menyisir pita tirainya dengan tangan. Ia kemudian berbalik, seakan-akan mendengar ada nada yang aneh pada suara Belle. “Ada apa, Belle?”
Belle tak menjawab. Ia juga tak mendengar perkataan Lyra. Ia menjatuhkan kepalanya di bantal dan melihat langit-langit. Oh, ini benar-benar buruk. Bagaimana dia bisa bertahan empat hari tanpa makan?
Belle menggeleng. Caspian pasti akan memberinya uang kalau tahu asrama belum menyediakan makanan. Tetapi Belle tidak ingin menerima uang darinya. Jalan satu-satunya adalah menemui Felix. Tetapi Felix pasti akan terlalu sibuk, apalagi besok adalah jadwalnya untuk melakukan ujian tes masuk universitas.
Tanpa sadar, air matanya meleleh. Ia baru pertama kali mengalami hal ini dan langit seakan-akan runtuh. Belle menutup wajahnya dengan bantal lainnya. Ketika itu, sebuah bayangan menutupi cahaya dari jendela. Rambut pirang pucat Lyra terlihat di sudut matanya.
“Ada apa, Belle? Apakah kamu punya masalah? Aku mungkin bisa membantumu,” kata Lyra sambil mengelus lembut punggung tangan Belle.
Belle malah meneteskan air matanya lebih banyak. Ia berandai-andai kalau saja dia tidak menyetujui perjalanan ini. Ia juga menyalahkan dirinya yang membeli pai daging sapi yang rasanya tidak begitu enak di Stasiun Fernwick itu.
Dadanya sakit sekali.
“Apakah kamu tidak apa-apa?” tanya Lyra dengan suara penuh kekhawatiran.
Belle merasakan jemari gadis itu yang mengelus rambutnya. Tiba-tiba, pipinya terasa panas. Bagaimana bisa dia menangis di depan gadis yang baru dikenalnya sejak satu jam yang lalu?
Belle terpaksa membuka bantalnya. Ia mengerjapkan mata, namun tak menurunkan bantalnya dari hidungnya. Ia melihat Lyra yang tersenyum dan memberikan sapu tangan untuknya. Belle membersihkan wajahnya.
“Aku baru saja melakukan kesalahan yang saaangat fatal, Lyra. Aku benar-benar bodoh dan tidak bisa dipercaya,” suara Belle tercekat, kemudian ia melanjutkan, “Aku kehilangan dompetku di kereta. Aku tidak mengawasi tasku dengan baik.”
“Oh. Itu sangat disayangkan,” kata Lyra. Ia kemudian beralih dan duduk di ranjang Belle. “Benar-benar semua uangmu hilang?”
“Ya,” kata Belle, sangat merasa malu sampai tak bisa melihat mata Lyra. “Aku harap kamu tidak mengatakannya kepada orang lain.”
“Iya, Belle. Jangan khawatir. Aku pandai sekali menyimpan rahasia. Tapi sebenarnya bukan itu yang perlu kamu khawatirkan. Um, apakah kamu masih punya orang tua?”
“Tentu saja,” kata Belle.
“Kamu bisa menulis surat pada mereka dan aku yakin mereka tidak ingin kamu berada di kota lain tanpa punya uang sepeser pun,” saran Lyra.
Tetapi tidak semudah itu. Atfable telah kehilangan masa kejayaannya dan hari demi hari keuangan mereka semakin menipis seperti dinding yang digerogoti oleh lumut. Ayahnya tidak akan mengirimkan uang karena prioritasnya adalah Caspian, lalu ibunya ... setelah sehat nanti, akan mengungkit-ungkitnya. Belle menggeleng. “Aku tidak bisa melakukannya,” kata Belle. Ia melihat Lyra dan menyadari bahwa ia sudah membuat gadis itu kesusahan karena sarannya tak ia terima. “Oh, jangan khawatir. Aku pasti bisa mengatasi ini.”
Ya, kalau bisa menemui Felix. Tapi Belle bahkan tak tahu Felix menyewa penginapan di sebelah mana. Ia juga tidak tahu apakah Felix sudah berhasil mendapatkan uangnya belum dari bank.
“Bagaimana caranya, Belle? Tidak tidak tidak, aku tidak mau kamu melakukan sesuatu yang ... tidak bermoral. Aku tahu kamu sangat cantik dengan mata besar dan dagu cantikmu itu, tetapi kamu tidak boleh melakukannya. Um, aku bersedia meminjamimu uang. Setelah orang tuamu mengirimkan uang, kamu bisa membayarnya,” kata Lyra dengan panik.
“Huh?” ucap Belle. Memangnya dia akan melakukan apa? Hal yang tak bermoral katanya. Namun, ia mengabaikannya. “Benarkah? Tapi, kita baru saja bertemu dan kamu tidak boleh meminjamkan uang pada orang yang baru kamu kenal? Bagaimana kalau aku akan membawa kabur uangmu?”
Lyra tertawa. “Itu tidak mungkin, hahaha. Kamu tidak punya wajah seorang kriminal. Kalau iya, itu akan menarik. Ah, begini saja. Kita akan makan bersama-sama saja dan aku akan membayar makananmu dulu,” katanya.
Fair enough. Belle memahami bahwa rencana ini bukan rencana yang terbaik. Ia akan membutuhkan uangnya secepat mungkin. Apakah ia bisa bekerja?
“Nah, ayo kita makan! Kita akan mencari tempat makan yang murah sehingga kamu tidak begitu keberatan,” kata Lyra dengan semangat.
“Ya ... Lyra, apakah kamu sungguh-sungguh?”
“Tentu saja. Bersihkan wajahmu, Belle. Setelah ini, kita akan pergi keluar,” kata Lyra.
Belle tersenyum. Ia turun dari ranjangnya dan memakai sandalnya. Ia berjalan keluar menuju kamar mandi yang terletak di ruang tengah. Belle membersihkan wajahnya yang sembab.
Hanya selama empat hari. Setelah itu, ia tidak akan merepotkan Lyra lagi.
Belle melihat bayangannya di cermin dan menyadari kalau ini adalah pertama kali wajahnya seterpuruk ini. Belle menarik napas panjang. Ia keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju kamarnya. Ia melihat Lyra sedang memegang sesuatu.
“Belle, maaf aku membuka-buka rakmu. Tapi, apakah ini kamu sendiri yang membuatnya?” tanyanya bersemangat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments