Setelah melewati ramainya pengunjung Stasiun Adverton, akhirnya mereka sampai di gerbang keluar stasiun. Belle menyeka keringat di dahinya. Musim panas di High Elia terasa lebih membakar dibandingkan di Swanfield. Ia menarik kopernya dan merapatkan diri pada Felix untuk menghindari orang-orang yang lewat.
“Kita langsung saja ke Palefaith,” kata Caspian. “Kita semua sudah makan siang dan tentu saja Belle belum menyelesaikan penugasannya. Kita harus segera tiba, lalu mencari rumah sewa.”
Belle mengerutkan bibir. Hei, kenapa Caspian menambahkan kata tentu saja dengan nada seperti itu? Namun ia merapatkan bibirnya. Ia terlalu lelah dan pemandangan kota High Elia ini menyita perhatiannya.
Bangunan-bangunan di High Elia terlihat sangat tinggi dan megah dibandingkan dengan bangunan di Swanfield. Meskipun Belle sudah pernah datang ke kota ini, namun ia tak bisa berhenti mengagumi kubah dan menara-menaranya.
Ia juga melihat seorang anak kecil yang berlari di taman dengan gaun bulu angsa berwarna putih murni. Belle mengernyit melihatnya. Sepertinya orang tua anak itu tidak begitu peduli kalau anak itu jatuh dan mengotori pakaian berharga itu.
“Belle, ayo naik. Kemarikan kopermu,” kata Felix. Ucapannya menyadarkan Belle dari lamunannya.
Rupanya sebuah kereta kuda sudah dihentikan. Caspian telah naik dan duduk di samping seorang kusir. Felix membantu Belle naik setelah kopernya ditempatkan dalam posisi yang aman di bawah kursi. Ketika Belle duduk, ia memberikan sebotol air minum untuk Belle.
“Terima kasih,” kata Belle. Ia sendiri baru sadar kalau ia sebenarnya sangat haus.
Perjalanan itu tak memakan waktu lama. Universitas Palefaith terletak di tengah kota. Mereka bisa melihat menara dan kubahnya yang berwarna krem seperti pualam. Semakin mereka mendekat, ukurannya semakin besar. Belle menyukai bentuknya, itu cukup indah dan mempesona, namun ia malah merasakan beban di dadanya.
Ugh, belum juga datang, ia sudah menghirup udara academic pressure.
“Belle, berikan aku dompetku,” bisik Felix.
Belle mengangguk dan memberikan senyumnya, lalu mencari dompet itu di tasnya. Namun, meskipun tangannya sudah menjelajah seluruh tas, ia tak menemukan dompet mereka.
Belle memucat.
Tentu saja dia akan memucat.
“Belle? Dompetku ...” kata Felix, lalu menelan ludah dan menguncapkan kata-kata pahit itu, “Apakah hilang?”
Caspian menoleh ke belakang. “Apakah dompetmu hilang, Felix? Astaga. Bagaimana kamu menyimpannya?”
“Tidak apa-apa, sebenarnya tidak banyak uang di sana. Tidak apa-apa. Aku masih menyimpan kartu bank di tasku. Kalau kamu Belle, dompetmu apakah ada? Aku ingat kita menyimpannya bersama.”
Pipi Belle memerah dan ia ingin menangis seketika. Ia menggeleng.
“Oh, aku tidak menyangka kita akan mengalami kejadian ini,” kata Felix.
“Tidak menyangka bagaimana? Naik kendaraan umum sangat tidak aman untuk siapa pun yang punya uang. Itulah mengapa kita harus selalu memperhatikan barang bawaan kita. Apakah saat di kereta tadi masih ada? Kalau masih, itu berarti hilangnya di Stasiun Adverton,” kata Caspian.
Belle dan Felix berpandangan. Lalu Felix berkata, “Tidak tahu ... kami tak memeriksanya.”
Ya, tidak memeriksa karena terlalu sibuk bermain board game, tetapi Caspian tak perlu tahu tentang itu.
“Astaga. Lalu apa yang akan kita lakukan? Ayah menyuruh kita menyewa rumah sewa, Belle.”
“Apakah kamu bisa tidak menambah sakit kepalaku, Caspian? Kamu selalu saja menyalahkanku. Memangnya aku yang menyerahkan dompetku dan Felix kepada pencurinya?”
Pertengkaran mereka tentu saja mengundang perhatian kusir tersebut. Ia berkata sambil mengendalikan kuda, “Kalian kulihat adalah mahasiswa Palefaith, ya? Jangan khawatir soal tempat tinggal. Kudengar asrama di sana harganya jauh lebih murah daripada rumah sewa Memang di kereta banyak pencopetan jadi harus lebih berhati-hati.”
Mereka turun tak lama kemudian di halaman berumput Palefaith. Caspian yang membayar jasa kereta kuda tersebut. Ia berbalik dan berkata sambil meletakkan kedua tangan dalam sakunya, “Tentunya kita tidak bisa tinggal di asrama, apalagi kamu, Belle.”
“Oh.”
“Ya. Ayah sudah berkata kalau kita harus menyewa rumah saja supaya lebih mudah kalau mau pergi malam-malam apabila mendapatkan petunjuk tentang keberadaan Percival. Selain itu, asrama di Palefaith tidak mengizinkan orang yang sudah menikah untuk tinggal bersama.”
Belle juga tahu hal itu, tetapi Caspian memang selalu menganggap dirinya penting untuk mengulang hal yang ia ketahui pada Belle.
Belle otomatis menoleh ke arah Felix. Ia sungguh tidak punya uang sepeser pun. Dunianya seakan runtuh setelah pindah ke ibu kota tanpa uang saku tersisa pada dirinya.
“Oh, aku akan membayar bagian Belle,” kata Felix. “Aku akan mengambil uang setelah ini di bank dan kita bisa menyewa rumah setelahnya.”
“Apakah kamu punya uang sebanyak itu, Felix?” tanya Caspian sambil menatap Felix dengan tajam.
Itu adalah pertanyaan yang sangat tidak sopan. Namun, pada kondisi darurat seperti ini, mungkin kali ini boleh-boleh saja ditanyakan.
“Well, ayahku membatasi seberapa banyak aku bisa mengambil uangku setiap bulan,” kata Felix. “Tapi aku yakin aku masih punya cukup banyak. Ayahku pasti akan mengerti kalau aku memberitahunya tentang kejadian ini. Belle juga adalah tanggung jawabku sekarang. Aku akan melakukan apa pun untuk memastikan kenyamanannya.”
Sebelah alis Caspian berkerut. Ia memandangi Felix lama, kemudian berkata, “Tidak. Kita bertiga tidak punya hubungan baik sekarang dan lebih baik kita bekerja secara profesional. Aku membutuhkan privasiku juga. Kita akan bertemu pada waktu-waktu yang dijanjikan untuk menjaga kerjasama kita. Kalau kita tinggal bersama, Belle akan memulai pertengkaran secepat kucing menyambar ikan di meja. Ya, kan, Belle?”
Belle melongo. Sejak tadi dia diam saja dan dia tetap saja dilibatkan. “Aku?”
“Ya, siapa lagi?” kata Caspian datar. “Aku akan membayar uang asrama Belle dan setelah itu kita akan aman. Di asrama makanan sudah tersedia jadi kita tidak perlu memikirkan untuk memasak lagi.”
“Kamu sungguh-sungguh, Cas? Jelas-jelas ayahmu yang meminta kita untuk tinggal bersama.”
Caspian mengerutkan hidungnya. “Dia pasti akan mengerti. Kita sembunyikan hal ini rapat-rapat. Kalau kita bekerja dengan baik, pasti tak masalah. Sebenarnya aku menemukan temuan tentang kasus Percival yang menghilang. Tetapi aku ingin membahasnya saat aku punya lebih banyak bukti nanti.”
“Aku tentu saja tidak bisa tinggal di asrama. Jelas-jelas siapa pun yang sudah menikah dilarang tinggal di sana,” kata Belle.
“Asalkan kamu tidak membocorkannya pada teman-temanmu. Kalau sampai ketahuan, Belle, it’s on you,” kata Caspian menegaskan. “Kalian jangan bertemu di area kampus. Itu berbahaya.”
Belle geram sekali. Tetapi memangnya apa yang bisa dia lakukan? Dia merutuki dirinya sendiri yang tidak teliti membawa barang bawaan di kereta. Mau tinggal di rumah sewa bersama pun, mereka hanya akan bertengkar. Kali ini ia setuju dengan perkataan Caspian.
“Hei, atau kamu sendiri saja yang di asrama, Caspian? Aku akan tinggal di rumah sewa dengan Felix,” usul Belle. Memangnya sampai kapan ia bisa menjaga rahasia ini? Ketika ibu asrama memutuskan untuk mencari identitasnya di kependudukan, rahasianya akan langsung terkuak.
“Jelas tidak, Belle,” kata Caspian, lalu membalik badannya menuju gedung universitas. “Ayo kita pergi ke gedung admisi untuk melihat kamar yang tersisa. Bye, Felix. Oh, aku dengar ada bank di sekitar sini. Kamu bisa mengambil uang darinya dan setelah itu hidupmu akan mudah sekali.”
Belle mengikuti Caspian. Rumput halaman Palefaith yang lembut terinjak sol sepatunya. Hei, apa yang ia katakan tadi? Ia sungguh tidak tahu malu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Xiao Lianhua
hayoo ke mana dompetnya hayoo🤣
2024-06-15
1