Stasiun kereta api Fernwick selalu ramai oleh pengunjung. Belle memastikan setiap lembar kertas penugasannya telah masuk ke dalam tasnya dan ritsleting dapat mencegah kertas putih itu untuk terlihat dari luar. Ia berjalan mengikuti Caspian yang sedang sendirian.
Meskipun sendirian, tetapi Caspian selalu tidak pernah terlihat menyedihkan.
Belle melihat-lihat pemandangan stasiun. Ia lumayan sering berada di stasiun, tetapi itu ketika ia kecil, saat mereka bisa berlibur ke pantai atau villa mana pun yang mereka inginkan saat musim panas. Ia melihat stan-stan penjual makanan dan mulai merasa lapar.
“Aku rasa aku lapar dan menginginkan pai daging sapi. Aku akan membelinya dulu,” kata Belle. “Oh, apakah kamu mau, Felix?” tanyanya.
“Serius, Belle? Kamu mau membelinya sekarang? Sebentar lagi kereta kita akan tiba,” kata Caspian yang tiba-tiba berbalik.
“Masih lama, Caspian. Ayo Felix,” kata Belle keras kepala.
Belle dan Felix mendekati sebuah pie stalls dan memesan pai daging. Felix mengambil dompetnya sendiri untuk membayar, karena ia memesankan satu untuk Caspain. Penjaja pai itu memberikan tiga pai daging pada Felix, membuatnya kerepotan meletakkan dompetnya.
“Aku akan menyimpankan dompetmu,” kata Belle seraya memasukkan dompet kulit cokelat Felix ke dalam tasnya. Ia meraih painya sendiri, membiarkan Felix memberikan pai itu pada Caspian.
“Kita harus segera masuk ke stasiun, ayo,” kata Caspian.
Mereka akhirnya duduk di kereta tak lama kemudian. Kereta itu berwarna merah dengan gerbong yang terbagi menjadi beberapa kompartemen. Satu kompartemen terdiri dari dua kursi yang berhadapan.
“Aku tidak akan duduk dengan Caspian dalam satu kompartemen,” bisik Belle pada Felix. “Kamu menemaninya saja dan jangan pedulikan aku. Aku tidak apa-apa sendirian di kompartemen lain,” tambahnya ketika ia melihat Felix masuk ke pintu kompartemen yang sudah diduduki oleh Caspian. Ia sendiri berjalan lebih jauh hingga menemukan kompartemen yang kosong.
Felix yang berada di dalam kereta kebingungan. Ia akhirnya berkata pada Caspian, “Aku akan menemani Belle. Kamu tidak apa-apa sendirian?”
“Menurutmu, Felix?” tanya Caspian dengan kesal. Apa-apaan pertanyaan Felix ini?
“Jangan terlalu marah padaku. Aku tidak tahu kenapa kamu tiba-tiba bersikap seperti ini,” ucap Felix mengutarakan kebingungannya. “Kalau kamu tidak setuju aku menikahi Belle, seharusnya sebelum pernikahanku dengannya kamu bisa berkata padaku. Kamu yang seperti ini sangat tidak seperti dirimu. Aku dan kamu tidak punya masa lalu yang rumit seperti kamu dan Belle, tetapi kamu mengait-ngaitkanku. Seperti tidak ingat saja aku pernah menyelamatkanmu di tebing saat kita berumur empat belas tahun. Nih, pai untukmu,” kata Felix sambil menyerahkan pai itu pada Caspian. “Aku meminta lebih banyak lada hitam seperti yang kamu suka.”
Caspian menerima pai itu, yang disodorkan ke dirinya dengan kasar. Untung saja sausnya tidak mengenai kemejanya. Wangi pai membuat perutnya lapar dan ia berkata pada dirinya sendiri bahwa setidaknya ia harus berterima kasih pada Felix. Tetapi saat ia mendongak pintu kompartemen sudah ditutup kencang seperti pintu perangkap tikus tertutup saat satu ekor tikus masuk ke dalamnya.
Belle menaikkan kedua alisnya saat melihat Felix masuk ke dalam. Pemuda itu harus menunduk ketika memasuki pintu kompartemen kereta, menyebabkan hanya rambut kelabunya saja yang menyentuh tepian atap ambang pintu. Belle mengubah ekspresinya menjadi penuh senyum dalam sekejap. “Kamu hanya memberikan painya pada Caspian.”
“Iya. Dia sangat menyebalkan. Aku akan berada di sini saja denganmu,” kata Felix.
“Ya, aku sangat senang. Kita bisa mengerjakan tugas lagi,” kata Belle dengan senyumnya. Felix juga terpaksa tersenyum.
Perjalanan itu memakan waktu delapan jam perjalanan. Sungguh waktu yang lama. Caspian menghabiskan sepanjang perjalanan untuk membaca buku. Ia memang sudah menyelesaikan penugasannya sejak seminggu yang lalu. Ia mengambil jurusan Hukum di Universitas Palefaith.
Sementara itu, Belle sudah menyelesaikan penugasannya. Kecuali tugas yang mengharuskannya menyusun sinopsis karya tertentu dari Cora Everett. Seharusnya masih tersisa baginya dua hari sebelum tugas itu dikumpulkan. Belle telah kehilangan kerutan di dahinya dan kini dengan ceria bermain board game bersama Caspian.
“Oh, aku harus lewat sini,” ucap Belle setelah mengocok dadunya. Pionnya harus berjalan dua langkah dan memasuki area gua yang gelap. “Aku sudah tidak punya api.”
“Setelah aku mengalahkan raksasa ini, aku akan kembali dan kamu bisa mengambil beberapa apiku,” kata Felix. Ia sendiri sedang mencoba mengalahkan musuh yang merupakan raksasa batu agak jauh di depan Belle. Raksasa batu itulah yang nanti akan memberikan bunga Moonlily yang tumbuh di dadanya. “Aku juga membutuhkan Starlight Nectar-mu.”
Permainan ‘Moonlily in The Gargantuan Cave’ memiliki dua mode, kini mereka menggunakan mode cooperation, yaitu mode saat pemain boleh saling bekerja sama untuk mencapai satu tujuan. Permainan dijalankan menggunakan dadu, kartu, dan perlengkapan-perlengkapan kecil. Meskipun namanya Moonlily, namun setelah mendapatkan bunga itu, permainan belum selesai. Pengambilan bunga itu dari dada gargantuan akan mengundang amarah villain utama, yaitu Floriana.
Ketika permainan itu berhasil mereka selesaikan, Belle bertepuk tangan. “Ini menyenangkan! Kita bisa menyelesaikannya tanpa minum di orchid spring,” serunya.
Felix menyodorkan telapak tangannya dan mereka bertos ria. Hei, ini adalah hari yang menyenangkan dengan board game kesukaan mereka dengan sinar matahari menjelang siang dari jendela kereta.
“Cheers untuk gadisku yang menarik kartu ‘Spinnerella Shield’ tepat sebelum Floriana memberikan serangan ultimate-nya. Kamu gadis yang sangat beruntung,” kata Felix dengan mata berkilau.
“Oh, aku memang gadis yang beruntung,” kata Belle dengan senyumnya.
“Ya, aku percaya.”
Perjalanan masih lama, tetapi Belle mengerti bahwa ada trik untuk mempersingkatnya. Ia menguap. Suara mesin kereta yang konstan membuatnya sangat mengantuk. “Aku akan tidur dulu,” katanya.
🤍🫧🖇️
Belle membuka matanya saat kereta berguncang perlahan. Matahari sudah terletak lebih tinggi dibandingkan tadi. Ia melihat ke arah Felix, yang tersenyum kepadanya. “Apakah kamu tidur dengan nyenyak?”
Belle mengangguk pelan, ia menoleh ke arah jendela sambil memeriksa apakah ada bekas air liur di sudut bibirnya. Untung saja tidak ada, ia akan malu sekali kalau Felix melihatnya.
“Sebentar lagi kita akan sampai,” kata Felix. “Aku yakin ... dua puluh lima menit lagi. Kamu belum makan siang, ‘kan? Caspian membelikanmu sandwich.”
“Oh, Caspian yang membelikannya?” tanya Belle melihat sandwich yang terletak di meja lipat di antara mereka. Selai stroberi terlihat di sela-sela dua tumpuk roti tersebut. Perutnya seketika berbunyi.
“Ya. Apakah ... kamu tidak akan memakannya.”
“Tentu saja aku akan memakannya,” ucap Belle seraya meraih sandwich itu. Ia menggigitnya di bawah tatapan Felix yang kebingungan. Selai stroberinya memang enak, ketika selai itu meleleh di mulutnya, harapan-harapan yang tersimpan jauh di dalam benaknya kini muncul kembali dan rasanya menyakitkan di dadanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments