Seekor tikus malam dengan bulu abu-abu sedang menjilat permen di dasar ember. Belle mengulurkan tangannya, namun menghentikannya. Meskipun memakai sarung tangan, tetapi membayangkan makhluk itu di tangannya tetap menakutkan.
Belle memutuskan untuk berlari keluar dari gedung dan memberitahukannya pada Ivette. Gadis itu mendongak. Matanya melebar. “Sungguhan? Oh, shoot. Mana kotak anyamanku? Ah, di sana! Ya, bawa ke sini, Lyra.”
Lyra memberikan kotak anyaman kecil milik Ivette pada pemiliknya. Setelah itu, Ivette masuk kembali ke dalam gedung dan menangkap tikus malang itu dengan terampil. Setelah tikusnya masuk ke dalam kotak anyaman bersama tikus-tikus lain, ia menutupnya rapat-rapat.
“Fyuh, akhirnya selesai. Tikus terakhir, kamu adalah penyelamatku,” kata Ivette. Ia merogoh sakunya dan menarik sebuah jam. Matanya melebar. “Astaga, sepuluh menit lagi! Ayo kita ke sana!”
Ketiga gadis itu kalang kabut. Belle mengambil ember di sudut ruangan dan berlari untuk menumpahkan kerikilnya di taman. Setelah itu ia meletakkannya di bawah keran. Ia menyusul Lyra dan Ivette yang sudah berlari menjauhi Gedung Stonehall.
“Ada di mana, Ivette, letak kantor tempat bekerjamu itu?” tanya Lyra selama mereka berlari.
Setiap jalur yang mereka lalui sudah bersih dari mahasiswa yang berlalu-lalang. Syllabry Lane juga sudah sepi. Kebanyakan restoran dan toko sudah menutup pintu mereka. Belle melihat bulan yang mengikuti dan bertanya-tanya mengapa dirinya harus mengikuti Ivette ke tempat kerjanya.
Ah, benar!
“Apakah aku sudah boleh kembali ke asrama? Tikus terakhirnya sudah kutangkap?” tanya Belle sambil berlari.
“Tidak jauh, untung saja. Sebentar lagi kita akan sampai,” kata Ivette, ia hanya berlari sambil memeluk wadah tikus-tikusnya. Peralatan lain diberikan pada Lyra dan Belle. “Apa yang kamu katakan, Belle? Aku sama sekali tidak dengar.”
Belle mengernyitkan dahi. Perkataannya memang terlalu pelan. Namun, ia tak bicara lagi. Kasihan juga Ivette bila harus berlari sendirian di jalan yang sepi ini. Lyra juga tak akan menganggapnya setia kawan. Atau gadis itu malah akan merajuk dan mengikutinya pulang.
Lampu-lampu minyak di pinggir jalan tak memberikan mereka pandangan bagus untuk melaju. Ketika Ivette berkata bahwa mereka sudah benar-benar hampir sampai, tiba-tiba Belle melihat gerakan di bayangan di depan mereka.
“Ivette ...” ucapnya.
“Ada apa, Belle?”
Itu seharusnya bukan mahasiswa, ‘kan? Belle kalau tak salah melihat bahunya yang lebar, dan seharusnya para mahasiswa tak punya bahu selebar itu. Sebuah kilatan seketika membuat Belle yakin. Sayangnya, sudah terlambat.
“Oh, halo, Nona-Nona Manis,” ucap seorang pria yang tiba-tiba muncul dari balik kegelapan. Ia memang bukan mahasiswa. Kira-kira usianya sekitar 35 tahun bila dilihat dari tampangnya. Ia mengenakan kaos berwarna krem yang bernoda di sana-sini. Senyumnya membuat bulu kuduk Belle berdiri.
“Huh? Ada apa? Maaf, kita tak ada waktu untuk berbicara denganmu. Kita sedang terburu-buru,” kata Ivette. Ia mulai berlari lagi melewati jalur yang tidak dihalangi oleh pria itu.
Namun rupanya pria itu cukup gesit. Dalam sekejap, pria itu mencengkeram lengan Ivette dan memutarnya, lalu menjatuhkan Ivette ke permukaan jalan dan meletakkan tangan satunya di lehernya. “Tidak sopan! Bahkan tidak memberikan kakak laki-laki ini uang untuk bersenang-senang?”
Situasi dengan cepat berubah. Lyra dan Belle yang berdekatan berpandangan, namun mereka tak punya solusi apa pun. Pria itu terlalu kokoh dan besar untuk dilawan.
“A-apakah aku harus memanggil penjaga?” tanya Belle.
Lyra mengangguk dengan pasti. “Ya. Pergilah, Belle. Aku akan mencoba menyelamatkan Ivette di sini.”
Entah apa yang dimaksud oleh Lyra dengan ‘menyelamatkan,’ Belle tak dapat lagi berpikir. Ia berbalik arah dan berlari. Sayangnya, rupanya pria itu tak sendirian. Seorang pria lain muncul dan memblokir jalannya.
“Akan ke mana, Nona Manis?” tanyanya dengan nada mengerikan. Ia berjalan mendekati Belle perlahan dan Belle juga perlahan menjauhinya. Sayangnya, hal itu tak mungkin karena secepat kilat pria itu menggenggam tangannya erat.
Belle bergidik saat punggungnya menyentuh dada pria itu.
Hanya Lyra seorang gadis yang terbebas. Namun, ia tak tahu bahwa Belle telah ditangkap. Ia berlari dan menendang kepala pria yang akan mencekik Ivette dengan tangannya. Gadis itu cukup kuat karena pria itu mampu terpelanting ke samping. Ivette hanya mampu bangun perlahan, tak mampu bergerak sama sekali. Sementara itu, pria itu sudah bangun lagi dan menatap Lyra dengan mata penuh amarah.
“SIALAN! GADIS GILA! AKU BENAR-BENAR AKAN MEMBUNUH TEMANMU!” seru pria itu.
Seperti laba-laba raksasa, tangannya yang kuat meraih Ivette. Gadis itu memekik ketakutan. Tanpa berpikir panjang, ia mengayunkan keranjang rotan di tangannya. Seharusnya hanya dengan keranjang itu, tak akan berakibat banyak bagi pria itu. Namun, kepalanya masuk ke dalam pintu masuk tikus dan kini ia menjerit ketakutan seakan kesetanan.
“AAAAAA!!!”
Belle tak mampu membayangkan bagaimana kepala itu berada di antara tikus-tikus menjijikkan.
“SIALAN! Apakah kamu punya uang, huh? Sebaiknya segera berikan padaku atau kamu akan kubawa ke tempat yang kamu tak pernah bayangkan sebelumnya!” ucap pria di belakang Belle. Tangannya memeriksa saku di pakaian Belle.
“AAAAHHH!” Belle berteriak. Ia menginjak kaki pria itu dengan sepatunya.
Pria itu terdengar kesakitan dari napasnya, namun ia bertahan. Ia terus mencari di sepanjang pakaian Belle. “CEPAT BERIKAN PADAKU! Biasanya kalian para mahasiswa akan punya banyak uang setiap awal tahun. AH, DI SINI, YA?!”
Saat itu, sesuatu melesat di sampingnya. Lyra memukul kepala pria itu dengan perangkap tikus yang keras. Saat pria itu mulai melepaskan tangannya dari Belle, sebuah jaring langsung memerangkapnya. Ivette mengerahkan tenaga sekuat mungkin supaya bisa memasukkan seluruh tubuh pria itu ke dalam jaring.
“Astaga, lagi dan lagi. Penjaga universitas memang terlalu santai. Wah, gadis yang berambut pirang di sana, berhenti memukulinya atau tanganmu akan lelah. Kalau tak lelah, lanjutkan saja. Sebenarnya, biar kami yang akan menyelesaikannya,” ucap seseorang.
Belle melihat seorang gadis di tepi jalan di antara air matanya yang menggenang. Gadis itu seharusnya berusia dua puluh empat tahun. Ia mengenakan gaun berwarna merah sewarna darah, namun kalung merah mudanya yang mencolok menetralkan auranya. Ketika ia mengayunkan kipasnya, dua orang gadis datang dari sisinya. Mereka mengenakan gaun yang tak berbeda dari gaun para gadis seusia mereka. Tetapi hal itu tak menghalangi mereka dari apa yang mereka perbuat.
Tak lama kemudian, dua pria itu sudah tak bergerak di jalan luas itu. Kaki dan tangan mereka telah diikat.
“Apakah kamu tak apa-apa?” tanya gadis yang mengikat orang yang menyergap Belle. “Tenang saja, mereka tak akan mengganggu lagi. Seharusnya sudah ada yang mengirimkan telegraf dan mereka akan segera ditangkap. Susu hangat yang manis akan menenangkanmu, ‘kan?” tanyanya dengan ramah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments