Belle berjalan keluar dari gedung, sangat sadar dengan Ivette yang mengepul seperti kereta api uap di belakangnya. Ia bukan gadis yang pintar atau cerdik, namun pertemanannya dengan Aneira selama ini bukannya tak membuahkan apa-apa. Belle jadi tahu beberapa hal.
Belle mengambil ember yang berada di bawah keran air. Ia membawanya ke taman kecil yang terletak di depan gedung. Ia meraup sejumlah kerikil di bawah tumbuhan dan menyertakan sejumlah besar tanah lalu memasukkannya ke dalam ember.
‘Ah, seharusnya ini sudah cukup,’ ucap Belle seraya mengencangkan sarung tangannya. ‘Tikus pasti tak akan curiga dengan bau tanah dan daun mati seperti ini.’
Ia mengambil ember itu, dan hampir saja bertabrakan dengan Ivette yang rupanya mengikutinya tanpa suara. Belle mengerutkan dahinya.
“Apa yang kamu lakukan dengan ember itu?” tanya Ivette.
“Um, kurasa ini bisa bekerja untuk menangkap tikus. Apakah kamu punya makanan lain selain potongan keju? Seperti biji-bijian atau selai?”
Ivette masih menatap Belle dengan penuh amarah, namun mungkin karena ia tak punya pilihan lain, ia segera menetralkan napasnya. Tangannya mengaduk isi tasnya, mengeluarkan berbagai benda-benda kecil seperti pemerah bibir, buku catatan kecil, dompet, kunci kamar, serta beberapa bungkus permen. “Hanya ada permen? Apakah bisa?”
“Bisa ...” ucap Belle, terdengar tak yakin. Namun ia segera berdehem. “Tentu saja bisa, tikus memakan semuanya. Ah, sirup maple! Kemarikan, ini adalah umpan yang bagus!” kata Belle saat dia melihat sebotol kecil sirup maple di dalam tas karpet hijau Ivette.
Ivette mencengkeram tasnya dengan posesif dengan jari-jarinya. “Sirup maple? Ini tidak boleh digunakan!”
“Oh, kalau begitu ... hanya dengan permen mungkin tak akan seefektif itu.”
“Aku tidak percaya.”
Belle mengangkat bahu. “Well, baiklah kalau kamu bersikeras. Kamu tak boleh menyalahkanku kalau tidak ada tikus yang terperangkap karena aku sudah menawarkan ide yang lebih bagus.”
Ivette berdecak. Belle membuka satu persatu permen miliknya dan melemparkannya ke dasar ember. Permen-permen dari negeri asalnya yang tentunya akan langka untuk ditemukan di Irelia ini kini bercampur dengan tanah. Ia menyipitkan mata, lalu meraih botol sirup kecilnya dan memberikannya pada Belle.
“Nah, kita bisa berharap banyak dengan adanya sirup maple ini,” kata Belle.
Gadis itu membuka tutup botol itu, lalu tanpa ragu menuangkan isinya di sisi dalam ember hingga membentuk lingkaran tanpa putus. Ia menutupnya kembali, lalu mengembalikan sirup yang hanya sisa setengah pada Ivette yang berdiri dengan satu mata berkedut.
Setelah menyiapkan semuanya, Belle membawa ember itu masuk ke dalam gedung. Ia meletakkannya di tempat yang sepenuhnya baru, di sebuah sudut gelap di samping rak kayu tua. Ia mencari potongan kayu yang ia sandarkan di tepi ember hingga lantai, sebagai jembatan untuk tikus menaiki ember itu. Ia berdoa sebentar dan berharap supaya ada tikus yang akan mendekatinya. Tak lupa, ia mengumpulkan kembali tujuh jebakan tikus besi yang telah disebar lagi. Ia memasukkannya satu persatu ke dalam ember milik Ivette.
Bulan di langit nampak seperti ayunan, yang mengingatkan Belle pada tempat tidurnya yang nyaman. Belle bertekad untuk segera menyelesaikan hal ini dan segera pergi tidur. Ia berjalan agak jauh dari gedung Stonehall untuk menemukan tempat sampah dan membuang keju-keju sisa ke dalamnya.
‘Mengantuk sekali,’ pikir Belle. ‘Aku memang khawatir kalau perangkapku tak menangkap tikus, tapi sekarang yang paling penting aku hanya ingin segera tidur.”
Ia berjalan kembali menuju area gedung Stonehall. Bulan mungil di langit mengikutinya layaknya ayunan peri. Malam di High Elia sebenarnya cukup indah, meskipun bintang tak bersinar seterang di Swanfield.
Sayangnya, Ivette merusak keindahan malam itu dengan wajah masamnya. “Belle, kamu membuang keju-kejunya, ya?” tanyanya.
“I-iya, memangnya kenapa?”
“Kejunya masih bisa digunakan untuk menangkap tikus lain!” serunya. Gadis itu melihat Belle dari atas sampai bawah. “Hmph, kamu tak akan mengerti. Gadis kaya dengan sendok emas dan pakaian yang dijahit dengan benang emas sepertimu pasti tak mengerti.”
“Ah,” Belle tak mampu berkata-kata dengan tuduhan itu. Pada dasarnya, gadis itu memang bukan orang yang pandai bersilat lidah. Sesuatu mengusik pikirannya dan ia tak mampu mengungkapkannya. Pertama, ia tak punya sendok emas. Dan ia sendiri belum pernah melihat benang emas. Selain itu, keju yang sudah terkena bau dari tikus lain, ia pikir tak akan efektif kalau digunakan lagi.
Ivette mendengus. Ia merebut ember dari tangan Belle dengan kasar. “Ah, sudahlah. Aku sudah terlalu lelah berbicara denganmu,” katanya, lalu berbalik menuju tempat duduknya di undak-undakan gedung.
Belle juga tak ingin berbicara apa-apa. Ia terus-menerus membayangkan selimutnya yang hangat sampai-sampai ia memimpikan hal itu saat terkantuk-kantuk di undak-undakan. Ia merasa baru dua menit terlelap saat Ivette membangunkannya.
“Jangan tidur, Belle. Kamu harus melihat embernya lagi!” katanya.
Lyra yang sejak tadi sudah tidur dengan membaringkan tubuhnya di lantai teras kini membuka mata. Ia menoleh dan memperlihatkan matanya yang memerah, menunjukkan bahwa ia sudah tidur agak lama. “Huh, ramai sekali. Kalau hanya melihat, kamu bisa melakukannya sendiri, Ivette.”
“Aku hanya ingin dia bertanggung jawab!” kata Ivette.
“Bertanggung jawab? Kamu sendiri yang tidak meletakkan ember di dekat aliran air tadi dengan ti—“
Belle sangat mengantuk. Ia sebenarnya bukan gadis yang taat yang selalu tidur sebelum jam sepuluh malam. Namun, ia baru saja melakukan perjalanan jauh dan seluruh sendi tubuhnya berteriak meminta istirahat. Ia berdiri, tak mau menambah runyamnya permasalahan ini. “Iya, aku akan melihatnya.”
Belle dan Ivette masuk ke dalam gedung lagi. Setiap kali mereka masuk ke dalam, tikus-tikus berlomba lari lagi di atas. Mungkin sedang ada pertandingan lacrosse antar gedung Universitas Palefaith di sana hingga suaranya seramai itu. Belle mengabaikan lengannya yang merinding. Ia berjalan menuju tempat ia meletakkan ember tadi.
Belle berdoa dalam hati. Ia melangkah perlahan, dan ketika ia melongok ke dalam ember, jantungnya berdegup kencang. Betapa kecewanya ia ketika ia melihat tak ada seekor tikus pun di dalamnya. Rasa panas juga tiba-tiba menjalarinya, kemungkinan dari api amarah Ivette yang memang ada di sisi kirinya.
“BELLE!! KAMU ME—“
Ivette benar-benar marah. Sedari tadi dia memang marah, namun kini amarahnya seperti gunung di seluruh permukaan bumi meletus secara bersamaaan. Mata Belle melebar. Ia menutup mulut Ivette dengan tangannya dan menariknya keluar. Setelah di luar, tentunya Ivette akan memarahinya dengan keras.
Belle sudah siap mendengarkan. Mau bagaimana pun, ia sudah terbiasa dimarahi oleh kedua orang tuanya.
Namun, Ivette seakan tak punya energi untuk marah. Gadis itu hanya diam lalu berjongkok. Suara tangis terdengar setelahnya. Isak tangis itu membuat Lyra terbangun dari tidurnya. Belle melebarkan mata melihat bahu Ivette yang tersengal-sengal.
“Hari ini ... aku ... pasti sangat sial, bertemu denganmu,” kata Ivette dengan menyebalkan.
Belle kasihan juga mendengar tangis gadis itu. Ia ingin menghiburnya, namun gadis itu pasti akan membenci setiap sentuhan dan kata-kata yang ia ucapkan. Saat itu, tak salah lagi, Belle mendengar sesuatu yang jatuh di antara isak tangis Ivette.
Belle menghambur masuk ke dalam gedung lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments