Tiba-tiba di dapur terdengar suara tangisan seorang perempuan. Ardi yang mendengar suara tangisan itu yang sangat familiar di telinga, dia berjalan mencari suara tangisan itu.
Ardi mendekati dapur yang semakin dekat semakin terdengar suara tangisan itu.
"Sayang," panggil Ardi yang melihat istrinya sedang meringkuk di sudut dapur dan menangis.
Perempuan itu tidak bergeming ataupun menoleh, tangisan itu masih terdengar jelas di telinga Ardi.
"Kenapa kamu menangis, jangan meringkuk seperti itu!" titah Ardi sembari melangkah merangkul istrinya kedalam dekapannya. Ardi memeluk tubuh itu sangat erat.
"Kenapa kamu menangis, apa aku menyakiti mu, atau aku tidak sengaja sudah membuat hati mu sedih?" tanya Ardi pada istrinya itu.
Adinda menggeleng kepalanya.
Ardi merasa lega karena mendapat gelengan kepala dari istrinya, itu berarti Ardi tidak menyakiti atau membuat istrinya sedih.
"Lalu kenapa kamu menangis ?" tanya Ardi heran.
"Mas ikutlah Papa dan Mama ke kota, aku tidak apa-apa disini, nanti kalau urusan ku sudah selesai aku akan ikut mas juga!" ucap Dinda.
"Tidak, mas tidak mau meninggalkan mu di sini."bantah Ardi, dia tidak akan tega meninggalkan istrinya seorang diri sini.
"Mas tolong dengarkan aku, aku sudah bahagia di sana bersama Ibumu, tempat ini tidak aman untuk mas, dan di sini mas sudah tidak ada yang mengurus, kalau mas mencintai ku, tolong ikut Papa sama Mama ke kota!" titah Dinda.
"Tidak ada yang mengurus, apa maksud mu?" tanya Ardi heran dengan penuturan istrinya.
"Aku sudah tidak bisa mengurus mu mas, dunia kita sudah berbeda. Jaga diri kamu baik-baik jangan terlalu terpuruk!" titah Dinda lagi.
Setelah mengatakan itu Adinda pun pergi meninggalkan Ardi, Dinda melambaikan tangannya ketika sudah berada di depan pintu yang bercahaya putih.
"Sayang." Teriak Ardi yang langsung terbangun dari tidur lelap ya.
" Ternyata hanya mimpi." gumam Ardi dengan nafas dan keringat di keningnya yang begitu banyak.
Ardi langsung menggesekkan tubuhnya dengan bersandar di kepala ranjang. Ardi menyeka keringatnya dengan tisu yang ada di kamarnya itu.
Ardi jadi teringat kalau istrinya sudah pergi meninggalkannya untuk selamanya. Ardi jadi kepikiran tentang pesan istrinya yang menyuruhnya ikut mantan mertuanya ke kota.
Namun Ardi sangat bersyukur karena masih bisa melihat wajah istrinya dan memeluk tubuh istrinya walau hanya dalam mimpi.
Namun yang jadi beban pikiran Ardi tentang pesan istrinya, kenapa dia harus mengikuti orang tua istrinya ke kota. Ardi sudah tidak bisa melanjutkan tidurnya lagi. Pesan istrinya itu telah membuat dirinya kepikiran sehingga dia sudah melanjutkan tidurnya lagi.
Ke esokan pagi Ardi keluar dari kamar, dia duduk di teras rumah seorang diri. Pandangannya kosong kedepan.
Pikiran lelaki itu terus saja berputar pada mimpinya semalam, dia teringat tangisan istrinya yang menangis sedih karena dirinya tidak mau ikut dengan mertuanya ke kota.
Ardi tersentak dari lamunannya karena sapaan dari Papa mertuanya kepada dirinya.
"Nak, apa kamu mau minum kopi?" tanya Pak Bima pada Ardi yang terlihat seperti melamun.
"Boleh Pa, tapi Ardi bisa buat sendiri." Ardi tidak mau merepotkan mertuanya, apa lagi yang menawarkan bukan Mama mertuanya tapi Papa mertuanya.
"Tidak apa-apa, biar Mama mu saja yang membuatnya!" tegur Pak Bima saat Ardi hendak bangkit dari duduknya.
"Apa ada yang memberatkan pikiran mu?" tanya Pak Bima pada Ardi.
Ardi terdiam, dia berpikir cerita atau tidak tentang mimpinya semalam pada Papa mertuanya, tapi akan lebih baik Ardi tidak menceritakan, takut kalau Papa mertuanya akan sedih karena mengira Anaknya tidak tenang disana.
Tidak lama kemudian Mama Lisa datang dengan dua gelas kopi di tangannya. Mama Lisa ikut duduk di antara menantu dan suaminya.
"Pa, Ma, aku mau ikut dengan kalian." Ujar Ardi pada kedua mantan mertuanya.
" Itu akan lebih baik, kamu bisa mengurus restoran di sana, hari ini Andini juga akan pulang dari luar Negeri karena kuliahnya sudah selesai." timpal Pak Bima dengan senang karena Ardi mau ikut dirinya ke kota.
Mama Lisa mengangguk, dia tersenyum senang sama halnya dengan suaminya.
Andini adiknya Adinda, sebenarnya Andini yang lebih dulu menyukai Ardi.
Tapi Andini lebih memilih mengalah karena mengingat dirinya yang masih kuliah. Jadi Andini lebih memilih kalau Kakaknya yang menjadi istri Ardi.
Setelah sarapan Ardi pergi dengan motornya menemui Pak Budi dirumah nya. Ardi ingin Pak Budi yang mengelola kebunnya dan juga rumah nya bersama Adinda. Tidak membutuhkan waktu lama Ardi sampai di rumah sederhana Pak Budi dan Bu Ani.
Pak Budi mempersilakan Ardi masuk kedalam rumah, tapi Ardi lebih memilih duduk di teras saja. Sedangkan Ibu Ani langsung membuatkan minum untuk tamu nya.
Pak Budi yang belum tau maksud kedatangan Ardi langsung bertanya.
"Ada perlu apa Nak Ardi kesini, apa ada yang bisa Bapak bantu?" tanya Pak Budi penasaran.
"Begini Pak, kedua mertua ku menginginkan aku ikut mereka ke kota, jadi maukah Bapak dan Ibu mengurus kebun dan rumah ku?" tanya Ardi berharap kalau kedua paruh baya itu mau mengurus kebunnya.
Pak Budi terdiam sesaat seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Bapak mau-mau aja, tapi gimana dengan pembagiannya?" tanya Pak Budi siapa tahu Ardi akan menggaji dirinya perhari mengingat kebun Ardi sangat luas dan hasilnya juga sangat memuaskan.
"Kalau soal pembagian Bapak tidak usah khawatir, Bapak bisa mengurus dan memakai kebun itu untuk bercocok tanam, aku tidak minta Bapak membagi hasilnya, aku hanya ingin Bapak mengurusnya agar tidak semakin." ucap Ardi.
Ardi tidak mau hasil panen nanti di berikan untuknya, Ardi hanya ingin kebunnya terurus agar tidak tumbuh rumput dan akan menjadi semakin, begitu juga dengan rumah, siapa tau Ardi nanti kembali lagi ke sini.
Jadi kalau rumahnya terurus sudah pasti rumahnya akan selalu bersih, dan Ardi kalau kesini berzirah ke makam Dinda akan ada tempat tinggal.
"Tapi Nak Ardi itu kebun." belum selesai Pak Budi berkata, Ardi sudah menimpalinya.
"Tidak apa-apa Pak, aku hanya ingin kebun dan rumah ku terurus biar tidak menjadi semakin."
Pak Budi pun mengiyakan walaupun tidak enak, tapi Ardi sendiri yang mau begitu. Jadi Pak Budi tidak bisa membantah lagi.
Setelah lama mengobrol Ardi pamit dan langsung pulang kerumah untuk mengemasi barangnya agar tidak membuat kedua mertuanya lama menunggu.
Siang harinya Ardi dan juga kedua mertuanya langsung berangkat dengan mobil mertuanya dan Ardi sendiri yang menyetir, kota tinggal mertuanya dengan desa Ardi tinggal tidak terlalu jauh, jika menggunakan mobil pribadi hanya butuh waktu dua jam saja.
Mobil yang di kemudikan Ardi sampai di rumah yang tidak terlalu besar itu, mereka bertiga turun dari mobil, Ardi langsung masuk ke rumah itu dan langsung menuju kamar yang di tempati almarhumah istrinya dulu sebelum menikah dan sesudah menikah dengannya.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
N~R
biar kebun dan pekarangan rumah biar g semak mungkin maksud kk othornya.bukan semakin....
2025-01-21
3
Zuhril Witanto
semakin opo?
2024-12-28
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒈𝒌 𝒏𝒈𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒅𝒏𝒈𝒏 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒎𝒂𝒕 𝒔𝒆𝒎𝒂𝒌𝒊𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒊𝒕𝒖 𝒂𝒑𝒂 𝒎𝒂𝒌𝒔𝒖𝒅 𝒏𝒚𝒂 🤔🤔🤔
2024-10-10
1