"Apakah menyenangkan bagimu?" tanya Carlson membuat Amanda kebingungan.
"Ma-maksudmu apa? Aku tidak mengerti maksud dari pertanyaanmu." Dalam hati Amanda merasa bahwa Carlson tengah meragukannya. Namun, dia masih berusaha bersikap tenang dengan memasang sebuah senyum.
Carlson melihat sang istri tersenyum dengan lembut tetapi di matanya malah terlihat canggung dan seperti tengah menyembunyikan sesuatu. Hal ini semakin menambah kecurigaannya.
"Apa kamu benar-benar istriku?"
Deg!
Amanda terkejut mendengarnya. Dia seakan kehilangan kata-kata untuk menyanggah semua pertanyaan Carlson.
"A-aku—"
"Tidak kusangka ternyata kamu adalah wanita seperti ini." Carlson memegang kepala, meremas rambutnya dengan kasar lalu berkata dengan nada kecewa, "Ya Tuhan! Wanita seperti apa yang aku nikahi selama tujuh tahun ini? Kenapa aku tidak bisa mengenalnya dengan baik?"
"Carlson ... ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Aku bisa menjelaskan semuanya. Tolong, percayalah padaku, kumohon!" pinta Amanda.
"Apalagi yang harus kamu jelaskan? Kamu sudah berbuat jahat pada Ellina. Kamu bahkan membuatku salah paham padanya. Apa yang sudah dia perbuat padamu sampai kamu tega memfitnahnya di depan keluarga kita?" Carlson benar-benar sudah kecewa sekarang. Wanita yang dia cintai selama ini ternyata memiliki topeng lain yang tidak diketahuinya.
"Kupikir kamu adalah orang baik. Bahkan aku berpikir kamu adalah wanita yang sempurna meski kamu belum bisa memberikan keturunan untuk keluargaku!" seru Carson membentak Amanda.
"Teganya kamu berkata seperti itu padaku!" seru Amanda berbalik membentak suami. "Setelah apa yang sudah aku lakukan sampai saat ini untukmu. Setelah semua yang dilakukan perusahaan keluargaku untuk perusahaan keluargamu, sekarang kamu mengungkit perihal keturunan?"
Terdengar dengusan dari celah bibir Amanda. Air mata yang sejak tadi dia tahan mendadak keluar tanpa bisa dia hentikan. Carlson yang sangat penyabar dan selalu mengalah, sekarang hanya demi Ellina tega untuk menyakiti hati istrinya dengan perkataan yang selama ini tidak pernah dia ucapkan.
"Kamu menyakitiku tanpa mau mendengar penjelasanku. Aku tidak mungkin berbuat seperti ini jika dia tidak menyakiti ku!" Amanda menutup wajahnya dengan kedua tangan dan saat itulah air matanya mengalir dengan deras.
"Sesakit apapun dirimu, hal itu tetap saja tidak dibenarkan untuk menyakiti seseorang. Kamu harus meminta maaf—"
"Tidak! Aku tidak akan meminta maaf pada wanita yang merebut suamiku! Aku bisa terima ketika dia lebih dulu memiliki anak, tapi aku tidak bisa terima dia mengambilmu!" Amanda berteriak sangat kencang. Untung saja ruangan ini kedap suara, kalau tidak sudah pasti orang-orang di rumah mendengar pertengkaran mereka.
"Amanda ...." Carlson menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Memijat pelipisnya untuk mengurangi rasa pusing yang tiba-tiba menyerang. "Tidak akan ada orang yang bisa merebut ku darimu. Aku sangat mencintaimu, jadi aku mohon, percayalah! Jangan lagi berbuat jahat, ya!"
Carson mengulurkan kedua tangan kemudian menarik Amanda untuk masuk ke dalam pelukannya. Menenangkan sang istri yang sedang merasa sangat tidak percaya diri. Merasa insecure karena belum memiliki apa yang wanita lain miliki.
"Aku mohon ... jangan tinggalkan aku!" pintanya lirih seraya memeluk erat sang suami.
"Aku tidak akan meninggalkanmu," balas Carlson mengusap punggung sang istri.
"Jangan pergi."
"Tidak akan."
"Jangan jatuh cinta dengan Ellina."
Deg!
Sesaat Carlson terdiam ketika mendengar permintaan sang istri yang terakhir. Dia tidak tahu apakah dia bisa memenuhi keinginan istrinya. Karena dia yakin bahwa dia sudah memiliki perasaan lain untuk istri mudanya.
"Carlson? Kamu dengar aku?" panggil Amanda ketika beberapa saat Carlson tak menjawabnya.
"Iya, aku dengar," balas Carlson tergugup.
Amanda mendongakkan wajah. Melihat wajah Carlson dengan tatapan memohon. "Jangan jatuh cinta dengan Ellina, ya!"
Carlson tak menjawab. Dia hanya tersenyum dan mengeratkan pelukannya. Mengusap punggung sang istri lembut dengan harapan bahwa Amanda tidak akan lagi mendesaknya.
"Aku akan membuatmu bahagia," ucap Carlson tidak menjawab permintaan sang istri.
***
"Ada lagi yang bisa saya bantu Nyonya?" tanya Ann setelah mendudukkan Ellina di bibir ranjang.
"Tidak, Bibi Ann. Terima kasih karena sudah mengantarku ke kamar," balas Ellina tersenyum.
"Ya, sudah. Jika Nyonya ingin sesuatu, silakan panggil bibi saja." Setelah berucap seperti itu, Ann langsung keluar dari kamar itu dan menguncinya seperti perintah sang majikan.
Ellina menaikkan kedua kakinya dan duduk bersandar di kepala ranjang. Meluruskan kaki seraya menundukkan kepala. Embusan napas kasar keluar dari cepat bibir. Dia tak menyangka bahwa semua akan seperti ini.
Membuka laci yang berada di samping tempat tidur dan mengeluarkan sebuah foto dirinya bersama David. Mengusapnya dengan lembut dengan penuh rasa rindu.
"Aku merindukanmu, David," lirihnya.
Air mata keluar membasahi wajah. Dia menutup mulut dengan kedua tangan agar suara tangisnya tidak mengganggu Kevin yang sedang tertidur pulas.
"Sekarang aku sendirian, David. Tidak ada seorangpun mempercayaiku. Aku sudah tidak memiliki siapapun di hidupku. Tolong, David! Kembalilah ...." Ellina Menangis tanpa bersuara. Menangisi nasibnya yang selalu saja menyedihkan sejak dia kecil.
Ellina seorang anak yatim piatu. Memiliki mimpi yang sangat sederhana. Yaitu, hanya ingin memiliki sebuah keluarga bahagia.
Apa tidak cukup dia menjadi anak yang terbuang? Tidak cukup dengan tidak ada seorangpun yang menginginkannya? Ditinggal oleh sang suami setelah lima tahun pernikahan. Diperlakukan seperti boneka yang tanpa perasaan.
Seakan semesta senang sekali bermain-main bersama Ellina. Ingin membuat dia terus menangis dengan cara mematahkan hatinya berkali-kali.
Ellina sudah tidak kuat lagi. Menutup wajahnya dengan sebuah bantal kemudian berteriak sekencangnya hingga dia merasa kelelahan.
***
Ellina tiba-tiba terbangun dalam keadaan tenggorokan yang kering. Dia haus. Membuka mata dan pandangannya langsung tertuju pada sebuah gelas di nakas yang berada di samping ranjang tempat tidurnya. Dilihatnya air minum yang sudah habis, Ellina berinisiatif untuk turun dan mengambil air di dapur.
Setelah memastikan Kevin yang masih tertidur pulas, Ellina langsung turun dan pergi menuju pintu kamar. Saat dia memegang handle pintu, ternyata pintu kamarnya benar-benar terkunci. Ellina lupa bahwa dia sedang dihukum. Namun, dia juga tidak mungkin membangunkan Bibi Ann hanya untuk memberinya minum.
Terpikir sebuah ide, Ellina menaruh kembali gelas dan mengambil ponsel yang dia letakkan di laci nakas. Mengirim sebuah pesan chat pada Carlson.
'Carlson, apa kau sudah tidur?'
Ellina bersiap dan mengembuskan napas panjang. Menekankan tombol kirim setelah memastikan kembali isi pesan chatnya.
Ellina mematikan layar ponsel dan menunggu dengan cemas. Betapa terkejut dia karena ternyata Carlson membalas pesannya.
'Ada apa?'
Hanya dua kata namun membuat Ellina merasa senang. Tunggu! Dia hanya akan meminta untuk diperbolehkan turun dan mengambil air minum saja. Bukan hal yang lainnya!
Menggelengkan kepala kemudian mengirim lagi sebuah pesan balasan.
'Aku haus, air di kamarku sudah habis. Bolehkah aku keluar untuk mengambil air?'
Ellina menggigit bibir seraya menunggu lagi dengan cemas. Tiba-tiba sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyum. Tidak tahu kenapa. Ellina hanya ingin tersenyum saja.
Ting!
Segera membuka pesan itu dan senyumannya kembali memudar.
'Oh.'
Apa-apaan pria ini? Istrinya yang lain sedang kehausan di kamarnya dan dia hanya menjawab dengan kata 'oh' saja? Tidak berperasaan!
***
Bersambung~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments