"Amanda? Sedang apa? Kenapa tidak masuk?"
Ellina melihat ke asal suara, tetapi karena pintu kamarnya tertutup, dia jadi tidak bisa melihat siapa yang berbicara di luar.
Beberapa saat kemudian pintu pun terbuka. Menampilkan sosok Carlson dengan Amanda yang merangkul lengannya mesra tengah berjalan mendekati ranjang Ellina.
"Hai, Ellina! Aku ke sini untuk membantumu bersiap," ujar Amanda dengan senyum cerah. Berbeda sekali ketika dia sedang menyaksikan hangatnya hubungan ibu dan anak itu.
"Terima kasih atas bantuanmu, aku sangat menghargai itu," balas Ellina dengan ramah.
Kemudian mereka mulai membereskan barang-barang Ellina yang tidak terlalu banyak. Selang infus juga sudah dilepas. Dengan perlahan Ellina turun dari ranjang dan mengenakan sandal jepitnya.
Carlson dengan sigap memapah Ellina hingga keluar ruangan. Hal itu tentu saja menimbulkan kecemburuan di hati Amanda. Dia tidak rela suaminya menyentuh wanita lain terlebih wanita itu adalah Ellina.
Amanda sudah tidak tahan, dia melepaskan tas dan genggaman tangan Kevin kemudian memasang tubuh di depan Carlson.
"Biar aku saja yang memapah Ellina," ujar Amanda dengan tetap tersenyum menahan emosi yang sangat dia tekan.
"Tidak usah. Biar aku saja. Kamu tuntun Kevin saja sampai mobil," ujar Carlson menolak.
"Tapi aku bisa memapah Ellina. Aku ingin membantu," kata Amanda masih kekeh dengan keinginannya.
"Tidak perlu, Amanda. Kamu tuntun saja Kevin. Biar aku yang memapah Ellina," ujar Carlson yang juga masih tetap pada pendiriannya.
Amanda terdiam di tempatnya berdiri. Menyaksikan Carlson yang terlihat mesra memapah Ellina. Dalam hati merasa sakit. Seumur hidup baru kali ini dia merasa tersingkir di hati sang suami. Kedua matanya terasa perih akibat air mata yang seperti hendak menerobos pertahanan diri. Tenggorokannya juga tercekat akibat suara tangis yang tertahan.
"Tante? Ayo, kita pulang!" ajak Kevin ketika dilihat sang tante hanya bergeming di tempatnya berdiri.
Amanda menarik nafas panjang dan mengembuskannya perlahan. Menenangkan hati agar tidak terlihat kacau di depan anak kecil seperti Kevin. Meskipun dia sangat membenci ibu anak ini, dia juga tidak akan tega untuk melampiaskan kebenciannya pada anak kecil yang tidak memiliki dosa.
Amanda tersenyum dan menganggukkan kepalanya, kemudian berkata, "Ayo, kita susul ibu dan Om Carlson!"
Dari belakang Amanda bisa merasakan kekhawatiran yang tersembunyi dari hati sang suami. Dia tidak ingin mempercayai, namun kedua matanya seakan mematahkan rasa kepercayaan dirinya yang tinggi. Tentang hati sang suami yang tidak akan pernah berpaling meski dihadapkan oleh beribu wanita yang jauh lebih baik darinya.
Amanda benci karena dia sudah kalah jauh dari wanita yang sekarang yang sudah menjadi madunya. Seandainya dia bisa memberikan keturunan, mungkin saat itu Carlson akan menolak dengan tegas. Tidak peduli jika sang suami akan menjadi anak yang durhaka, pria itu pasti akan memilih dirinya.
Amanda terus tenggelam dalam perasaan ketidakpercayaan diri terhadap Elina hingga tak menyadari bahwa sejak tadi Carlson sudah memanggilnya berulang kali. Saat Kevin menggoyangkan tangannya, barulah dia tersadar dari lamunannya.
"Heuh? Ya?"
"Kamu melamun?" tanya Carlson terheran.
"Ti-tidak!" elaknya.
Carlson mengembuskan napas panjang seraya menggelengkan kepala. "Aku minta tolong tadi, tolong bukakan pintunya. Aku tidak bisa," ucap Carlson seraya memperlihatkan kedua tangannya yang merangkul Ellina.
Amanda tersenyum kecut melihatnya. Menurut pada sang suami dan membukakan pintu belakang. Setelah semua masuk ke dalam mobil, barulah Carlson melajukan mobil menuju kediaman mereka.
Selama perjalanan juga tidak ada yang berbicara. Selain itu, sepertinya Kevin juga sudah kelelahan. Pria kecil itu sampai tertidur di pangkuan sang ibu.
Sekitar 30 menit kemudian barulah mereka sampai di perumahan mewah yang berada di pusat ibu kota. Rumah-rumah di sini rata-rata memiliki tiga lantai dan beberapa hingga empat lantai.
Rumah mereka termasuk di lokasi yang strategis. Dekat dengan fasilitas perumahan seperti lapangan olahraga, tempat gym, kolam renang, cafe dan pertokoan. Bahkan juga ada sebuah minimarket serta supermarket
Setelah beberapa saat, akhirnya mereka sampai di sebuah rumah mewah bergaya Eropa yang tinggi pagarnya saja hampir mencapai tiga meter. Luas halamannya mencapai lebih dari luas lapangan bola basket. Terdapat dua pilar tinggi di bagian teras rumah. Membuat tampilan rumah itu benar-benar terlihat cantik dan menarik.
Carlson mematikan mesin mobil. Seseorang menyambut mereka dan membawakan tas Ellina ke dalam. Sedangkan Carlson langsung turun dan membukakan pintu untuk Ellina. Hal itu pun semakin menambah kecemburuan di hati Amanda.
Namun, sekarang dia tidak ingin berdiam. Amanda akan maju tidak peduli Carlson akan menolak.
"Biar aku saja!" seru Amanda seraya menahan tangan Carlson yang hendak memapah Ellina. "Kamu gendong Kevin ke kamar, biar aku yang memapah Ellina," lanjutnya dengan emosi yang terpendam.
Tanpa curiga Carlson mengikuti perkataan Amanda. Menggendong Kevin dan berjalan mendahului kedua istrinya.
"Kamu pasti senang mendapat perhatian sebesar itu dari suamiku!" seru Amanda dengan nada sinis seraya memapah Ellina.
"Aku lelah, Amanda," balas Ellina dengan singkat tapi cukup membuat emosi Amanda semakin tersulut.
"Kamu tidak usah sombong! Carlson tidak akan mungkin mencintaimu! Wanita rendahan yang dipungut oleh si bodoh David!"
PLAK!
BRAKK!
"Awww!"
Satu tamparan mendarat dengan sempurna di pipi Amanda. Mengakibatkan tubuh wanita itu oleng hingga menabrak sebuah guci antik yang berada di teras rumah.
"Beraninya kamu—"
"Kamu tidak boleh berbicara sembarangan mengenai David! Kalau sampai dikemudian hari aku mendengarmu kembali menjelek-jeleklan David, maka aku sendiri yang akan membuat mulutmu tidak bisa terbuka!" seru Ellina mengancam.
Ellina bisa menerima jika Amanda membencinya. Namun, dia takkan bisa membiarkan David dihina oleh wanita itu. Tidak ada satu pun orang yang boleh merendahkan ayah dari anaknya.
Mendengar suara gaduh yang berasal dari luar, semua orang yang berada di dalam langsung berlari keluar. Elisabeth terlihat sangat terkejut dengan yang dia lihat. Begitu pun dengan Robert dan Carlson.
Posisi Amanda yang terjatuh dengan pecahan guci yang berserakan di sekitarnya. Ellina yang berdiri dengan tangan terkepal erat membuat mereka yakin bahwa kedua wanita itu sedang bertengkar.
"Ada apa ini? Ellina? Kamu yang mendorong Amanda!" seru Elisabeth tanpa mendengarkan penjelasan yang sebenarnya.
Carlson langsung membangunkan Amanda dan memeluknya erat. Melihat bahwa ada bekas tamparan di pipi sangat istri serta beberapa luka goresan di sekitar lengannya membuat Carlson semakin khawatir. Terlebih Amanda yang perlahan mulai menitikan air matanya. Membuat kekhawatiran Carlson semakin menjadi-jadi.
"Ellina ... aku hanya ingin membantumu berjalan, kenapa kamu malah mendorong ku? Jika kamu tidak ingin aku bantu, kamu bisa mengatakannya tadi sebelum Carlson masuk ke dalam. Kenapa kamu jahat sekali padaku?" tanya Amanda yang sudah berlinang air mata.
"Aku tidak percaya! Kupikir kamu wanita yang lembut, namun ternyata aku salah! Kamu wanita yang kasar dan tidak berkelas!" hardik Carlson saking kesalnya pada Ellina.
"Bahkan ketika sakit pun ternyata tenagamu sangat kuat! Atau jangan-jangan kamu hanya berpura-pura saja agar bisa menarik simpati dariku?" ucap Carlson dengan nada penuh kekecewaan.
***
Bersambung~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Reni Anjarwani
dah pergi aja elena diam2 dari pada jadi istri ke 2 tp menderita , buat pergi jauh elena dan anaknya thor biar ceritanya makin seru
2024-06-01
0