Ellina berdiam diri di dalam kamar yang menjadi saksi kisah cintanya dengan David. Padahal baru kemarin dia merasakan hangatnya rengkuhan sang suami yang memeluknya mesra. Namun, kini dia harus rela hanya memeluk selimut yang tiap malam menghangatkan tubuh suaminya itu.
Ellina menolehkan kepalanya ke arah sang putra yang baru saja terlelap. Tidak mudah menghadapi semuanya terlebih sudah tidak ada lagi sosok David yang selalu menjadi penyemangat untuknya.
"Mengapa kamu tega sekali meninggalkanku, David?" tanya Ellina yang sudah pasti tak berbalas.
"Aku membutuhkanmu!" lirihnya. Ellina menolehkan kepala ke arah Kevin yang tertidur pulas, mengusap lembut kepalanya yang berambut lebat seperti sang ayah. "Putramu juga membutuhkanmu. Sangat!"
Selain David, dia sudah tidak memiliki siapapun lagi. Sekarang dia harus apa? Sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukannya di rumah sebesar ini. Ellina tidak memiliki siapapun untuk dijadikan tempat bernaung.
"Aku harus kemana, David?" lirihnya.
Ellina kembali merengkuh tubuhnya. Memeluk lutut dan menundukkan kepala. Menangis sepuasnya sampai dia lelah dan tertidur pulas karena kelelahan.
Di sisi lain rumah itu, terdapat Robert, Elisabeth juga Carlson serta Amanda tengah duduk di ruang keluarga. Membahas kelanjutan masa depan Ellina dan Kevin untuk ke depannya.
"Mama tidak ingin dipisahkan dari Kevin. Lagipula Kevin itu adalah anak kandung David. Jadi, dia harus tetap tinggal di sini bersama dengan kakek dan neneknya!" ujar Elisabeth dengan tegas tak terbantahkan.
"Ya sudah, kita minta saja Ellina untuk tinggal di rumah kita. Apa susahnya?" ujar Robert.
"Tapi, apa Ellina masih mau tinggal di sini? Sedangkan sifat Ellina saja tidak ingin bergantung pada orang lain," ucapan Amanda membuat pikiran Ayah dan ibu mertuanya terbuka.
"Dia harus tinggal di sini. Kevin harus tetap bersama kita. Mama tidak ingin Ellina membawa cucu mama pergi. Mama takut kalau ...." Elisabeth menggantungkan kalimatnya. Dia merasa takut jika pemikirannya suatu saat akan benar-benar terjadi.
"Takut apa, Ma?" tanya Carlson penasaran.
"Mama juga takut jika Ellina menikah lagi dan akan membawa Kevin pergi. Mama tidak ingin cucu mama pergi." Kemudian Elisabeth menatap Carlson dengan tatapan memohon.
"Carlson, mama mohon menikahlah dengan Ellina. Demi menjaga Kevin. Lagi pula ...," Elisabeth melirik Amanda yang menatapnya terkejut, kemudian kembali menatap putra sulungnya itu dan berkata, "Istri kamu, kan, juga tidak bisa memberikan keturunan. Mama juga memikirkan kamu, Nak. Mama tidak ingin seumur hidup kamu tidak memiliki anak. Jika dengan Ellina, mama yakin kamu bisa mendapat keturunan. Tolong, Nak, mama mohon!"
Carlson terkejut mendengar kalimat panjang yang diucapkan sang mama. Menolehkan kepalanya ke samping dan melihat sang istri yang juga sama terkejutnya dengan dia. Dia sangat mencintai istrinya. Tidak mungkin dia mendua.
Tersenyum lalu mengusap lembut kepala istrinya itu. "Saya mencintai Amanda, Ma. Tidak mungkin saya menikah dengan Ellina. Dan Ellina juga belum tentu mau menikah dengan saya."
Semua orang terdiam mendengar perkataan Carlson. Terlebih Amanda yang kini menjadi sakit hati karena ucapan sang ibu mertua. Dia tidak menyangka kekurangannya akan disebut-sebut sebagai alasan untuk membuat Carlson menikahi Ellina.
"Jika Ellina tidak mau tinggal di sini, ya sudah, biarkan saja! Tapi jangan membawa Kevin! Biarkan Kevin di sini dan tinggal bersama kita," ujar Elisabeth memaksa kehendaknya.
"Ma, Kevin masih terlalu kecil untuk tinggal terpisah dengan ibunya. Dia sangat membutuhkan Ellina. Lagipula apa mama tega memisahkan seorang ibu dengan putranya? Mama, kan, sudah kehilangan David, pasti mama mengerti bagaimana rasanya," ucap Carlson menjelaskan
"Tapi ... tapi ... mama hanya tidak ingin jauh dari darah daging mama. Kevin adalah satu-satunya peninggalan David, bagi mama Kevin adalah pengganti David," ujar Elisabeth yang tak kuasa menahan tangis.
Amanda yang tadinya suka memberikan saran, kini hanya terdiam seusai perkataan Elisabeth yang menyakitinya. Dia bagai tertohok tepat di tenggorokan hingga tak mampu mengeluarkan kata-kata.
"Ya sudah nanti kita bicarakan lagi jika Ellina sudah bangun," ujar Robert mengakhiri diskusi keluarga itu ketika dia merasa bahwa diskusi mereka sudah tidak mendapat jalan keluar.
Hari sudah sore ketika Kevin menangis dan membangunkan sang ibu. Kemudian Ellina bangun dan sigap menggendong putranya yang lagi-lagi menangis menanyakan keberadaan sang ayah.
"Ibu, ayah temana, Bu? Epin au ain ama ayah?" tanya Kevin yang mulai pintar berbicara.
Pertanyaan yang dilontarkan Kevin lagi-lagi mengingatkan Ellina tentang kepergian sang suami. Wanita itu hanya bisa mengela napas sembari menenangkan sang putra.
"Sayang, sekarang Ayah sudah tenang di surga. Kevin do'akan Ayah, ya, Nak ... supaya Ayah semakin bahagia di sana, oke?" ucap Ellena memberikan pengertian.
Namun, yang namanya anak kecil tetap saja belum mengerti tentang surga. Hal yang ada di pikirannya hanya ingin bermain dengan sang ayah. Kevin bahkan sampai mengira bahwa surga sama seperti kota.
"Memang tulga itu dimana, Bu? Kita taja yang ketana, yuk, Bu!" ajak Kevin dengan wajah polosnya.
Ellina semakin tak kuasa menahan tangis. Dia tidak tega mengatakan yang sebenarnya. Ellina hanya bisa memeluk sang putra yang kembali menangis ketika dia tak menjawab pertanyaannya.
Anak kecil adalah makhluk mudah menangis, tetapi Kevin adalah anak yang juga mudah untuk ditenangkan. Terbukti dengan anak itu yang kini asyik bermain dengan beberapa mainan yang tersedia di kamar itu.
Ellina tersenyum melihatnya. Kemudian dia berjalan menuju meja rias yang terdapat sebuah foto dirinya dengan sang suami dan juga putra mereka. Mengusap foto itu hingga tak terasa air mata kembali jatuh membasahi wajah.
"Kamu lihat? Anakmu merindukanmu, David!" ujar Ellina meski tahu perkataannya takkan berbalas.
Kemudian dia menaruh kembali foto itu dan mulai membereskan barang-barang. Memasukkan pakaiannya dan sang putra serta barang-barang penting lainnya ke dalam sebuah tas besar.
Wanita itu sadar diri, bahwa dia sudah tidak lagi memiliki hak untuk tetap tinggal di rumah ini. Oleh sebab itu, dia memutuskan untuk pergi dan mencari tempat tinggal yang lain. Berbekal tabungan yang dia miliki bersama mendiang sang suami. Ellina bertekad untuk keluar dari rumah itu dan membesarkan putranya seorang diri.
Namun, Ellina tidak bisa langsung pergi begitu saja. Jadi, dia akan pamit terlebih dahulu pada orang tua mendiang sang suami. Setelah itu barulah besok Ellina pergi dan mencari tempat tinggal baru untuk dia tinggali bersama Kevin
Setelah selesai membereskan barang-barangnya, Ellina mengajak sang anak untuk turun ke bawah. Sudah waktunya makan malam ternyata. Kevin sudah merengek meminta makan.
Dengan menggendong si kecil Kevin, Ellina berjalan menuruni anak tangga. Setelah sampai di anak tangga terakhir, dia langsung menuju ruang makan.
Ternyata sudah ada keluarga besar mendiang sang suami di sana. Otomatis Kevin langsung turun dari gendongannya dan menghampiri sang kakek dan nenek.
"Kakek!" teriakan si kecil Kevin terdengar ke seluruh ruangan. Membuat semua orang yang berada di sana menjadi tersenyum.
Memang benar, rumah sebesar apa pun akan terasa hampa jika tidak ada anak kecil di dalamnya.
"Ellina, sini makan," ajak sang ibu mertua.
Ellina pun tersenyum dan bergabung dengan mereka. Makan malam bersama saat itu adalah yang pertama bagi mereka setelah kepergian David. Hal itu membuat Ellina tersiksa karena hanya bisa melihat kursi kosong yang berada di sebelahnya.
Setelah selesai makan, Robert meminta mereka untuk berkumpul di ruang keluarga. Sedangkan Kevin kembali bermain dengan beberapa asisten rumah tangga.
"Ellina, kami ingin membicarakan suatu hal sama kamu," ucap Robert membuka pembicaraan mereka.
Ellina terdiam mendengarkan. Dia seolah tahu bahwa saat ini keluarga sang suami pasti akan mengusirnya. Dia merasakan sesak di dada ketika pemikiran itu terlintas di benaknya.
'David, terimakasih karena sudah memberikanku keluarga,' batinnya berucap.
Robert melihat Ellina yang masih menatap seolah meminta dia untuk melanjutkan ucapannya. "Demi masa depan Kevin yang terjamin. Kami memutuskan untuk ...."
Bersambung~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Iqlima Al Jazira
seru.. ada bocah cadel👍🏻
2024-05-27
1