Ellina menunggu dengan harap dan cemas. Setidaknya dia ingin agar putranya nanti mendapat pendidikan yang layak. Jadi, dia hanya tinggal membesarkan sang putra dengan baik.
"... Menikahkan kamu dengan Carlson."
Deg!
Kedua mata Ellina terbuka lebar saking terkejut. Dia tidak salah dengar, kan?
"Ma-maksud—”
"Ya, Ellina. Kami ingin kamu menjadi istri kedua Carlson," ujar Robert menjelaskan.
"Saya tidak bisa!" tegasnya menolak. Dia tidak mencintai Carlson. Meski sang suami sudah tiada, dia tetap mencintainya. Bahkan Ellina sudah bertekad untuk tidak akan pernah menikah lagi.
"Kalau seperti itu, Kevin harus tinggal dengan kami dan kamu tidak boleh sekali pun melihatnya lagi!" kali ini yang berbicara adalah Elisabeth.
"Tidak! Kevin adalah anak kandung saya! Saya yang lebih berhak untuk menjaga dan merawatnya. Lagipula Kevin masih terlalu kecil. Dia masih sangat membutuhkan saya ... ibunya!" ucapnya tegas.
Elisabeth menegakkan punggungnya. Mengangkat dagu dan berbicara lantang dengan tatapan lurus yang mengarah ke Ellina. "Kamu yang memutuskan. Bersedia untuk menikah dengan Carlson atau hidup secara terpisah dengan Kevin."
Kening Ellina berkerut tidak suka. Apa ini? Dia sedang diancam? Ellina baru saja kehilangan sang suami. Kenapa dia harus dihadapkan pada pilihan yang sulit?
Menatap satu per satu wajah orang yang berada di sana. Kemudian tatapannya jatuh pada Amanda dan Carlson yang hanya duduk berdampingan dengan tatapan yang menunduk.
"Amanda," panggil Ellina, membuat Amanda langsung mengangkat kepala dan menatap langsung tepat di kedua mata. Terheran karena tidak biasanya Amanda terdiam seperti itu.
"Saya tidak bisa menikah dengan Carlson," ucap Ellina dengan tegas tak terbantahkan. Kemudian dia berdiri dan pergi menuju kamarnya.
"Kalau kamu tetap tidak mau menikah dengan Carlson, maka saya akan mengajukan gugatan hak asuh atas Kevin ke pengadilan. Saya yakin hakim tidak akan memberikan hak asuh Kevin padamu. Karena kamu sama sekali tidak memiliki apapun untuk menjamin kehidupan Kevin," ujar Elisabeth dengan nada santai.
Ellina yang saat itu sudah sampai pada anak tangga ketiga langsung memberhentikan langkahnya. Dia berbalik dan melihat Elisabeth yang tersenyum licik padanya.
Menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Ellina mencoba mengatur emosi karena dia berpikir bahwa Elisabeth adalah ibu kandung dari mendiang sang suami yang harus dia hormati.
Ellina ingin menolak tetapi dia juga tidak bisa hidup secara terpisah dengan Kevin. Ellina sadar bahwa dia tidak memiliki apa-apa. Dia pasti akan kalah di pengadilan.
"Baik," ucap Ellina. Dia menundukkan kepala kemudian menatap sang ibu mertua dengan tatapan tajam lalu berkata, "Saya akan menuruti keinginan Anda."
Ellina bisa melihat ekspresi wajah kebahagiaan milik Elisabeth. Seketika dia merasa dijebak oleh wanita paruh baya itu.
Akhirnya pernikahan itu benar-benar dilaksanakan. Demi sang anak, Ellina akan berbuat apapun termasuk menggadaikan kebahagiaannya. Termasuk, menjadi istri kedua dari sang kakak ipar.
Upacara pernikahan dilakukan dengan sederhana. Hanya keluarga inti dan keluarga dekat saja yang menghadirinya. Bahkan acara pernikahan itu hanya dilakukan di rumah ibadah saja. Resepsinya pun tidak sampai malam.
Ellina sedang beristirahat bersama sang putra setelah hari yang melelahkan sehabis acara pernikahannya tadi. Wanita itu baru saja memejamkan kedua mata saat tiba-tiba pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok tegap Carlson yang berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang tertuju lurus padanya. Seketika Ellina tidak bisa bernapas seperti biasa. Rasa takut langsung menghinggapi hatinya.
Wanita itu langsung bangun dan terkesiap. Dia takut jika Carlson meminta haknya malam ini. Ellina belum siap jika hal itu harus terjadi. Dia sangat mencintai David. Bahkan pernikahannya ini —meskipun terjadi secara paksa— tetap saja membuat dia merasa telah mengkhianati mendiang sang sang suami.
Perlahan Carlson berjalan mendekatinya. Menutup pintu kamar dan mengunci rapat. Membuat pandangan Ellina menjadi semakin takut terhadapnya.
"Mau apa kamu?" tanya Ellina dengan nada suara yang dia buat setenang mungkin.
Carlson tak menjawab. Pria itu malah semakin melangkah mendekati wanita itu dengan tatapan lurus mengarahnya.
"Diam di situ! Jangan mendekat!" seru Ellina memerintah.
Namun, bukannya mengikuti keinginan dari sang istri kedua, Carlson malah semakin mendekat hingga kini dia berada tepat di depan istri keduanya itu.
"Ka-kamu mau apa?" tanya Ellina yang tiba-tiba tergugup.
"Kenapa kamu menyetujui pernikahan ini?" tanya Carlson tiba-tiba.
Deg!
Untuk apa Carlson mempertanyakan hal ini padanya? Bukankah sudah jelas saat itu? Dia tidak ingin berpisah dengan putranya. Dia ingin Kevin tetap berada di dekatnya.
"Kenapa kamu menyetujui untuk menikah denganku? Apa kamu memang menginginkan hal ini? Kamu ingin membuat hubunganku dan Amanda menjadi renggang, iya?" tanya Carlson dengan wajah memerah. Bahkan urat di lehernya tampak jelas terlihat. Terlihat jelas bahwa sekarang amarah telah menguasai hati dan pikirannya.
"Aku rasa ... aku tidak perlu menjelaskan alasan mengapa aku mau menikah denganmu. Aku ... tidak ingin jauh ... dari anakku!" serunya berbisik. Rahang Ellina mengeras ketika mengucapkan kalimat itu. Hatinya seolah tertohok karena merasa bahwa Carlson sedang menyalahkannya atas pernikahan yang telah terjadi ini.
"Jika tidak ada lagi, silakan pergi dari kamar ini. Anakku sedang beristirahat," ucap Ellina dengan sinis.
Kemudian Ellina kembali berbaring di ranjang. Membelakangi Carlson yang masih terdiam di tempatnya. Dia sudah tidak peduli tentang apa yang ingin dilakukan pria itu. Hal terpenting adalah dia dan sang putra.
Ellina menarik selimut dan memejamkan kedua mata. Berharap dengan begitu dia bisa lebih cepat tertidur dari biasanya. Sudah tak ada lagi rasa takut untuk Carlson. Karena dia tahu bahwa pria itu tidak akan berbuat jahat denganya.
Ellina terbangun pagi-pagi sekali. Sebenarnya dia juga tidak benar-benar pulas. Berulangkali Ellina terbangun hanya untuk memastikan bahwa Carlson sudah pergi dari kamarnya. Keberadaan pria itu membuat dia tidak nyaman dan menjadi was-was.
Membuka kedua mata dan ternyata Carlson masih berada di kamar ini. Sedang tertidur di sofa yang berada di dekat ranjang yang dia tiduri. Sedikit heran karena Carlson menginap semalaman di kamar ini. Dan bukannya bersama dengan Amanda, istrinya yang lain.
Menggelengkan kepala dan tidak ingin ambil pusing. Ellina langsung membersihkan diri sebelum nanti memandikan Kevin.
Satu jam kemudian Ellina dan Kevin sudah siap. Wanita itu, dengan menggendong Kevin, menuruni anak tangga satu per satu. Kemudian menuju ruang makan rumah itu.
Di sana sudah terdapat Elisabeth, Robert, Carlson dan Amanda. Ellina mengembuskan napas panjang kemudian bergabung dengan keluarga itu.
'David, seandainya ada dirimu,' batinnya mengeluh.
Mereka makan dengan tenang. Hanya ada dentingan sendok dan garpu yang terdengar. Terkadang Kevin bersuara ketika meminta makanan yang dia inginkan.
Semua terasa tenang meski tak ada kenyamanan. Terlebih Ellina selalu merasa mendapat tatapan tajam yang dilayangkan oleh Amanda padanya. Namun, dia tidak terlalu ambil pusing. Wanita itu hanya fokus pada Kevin yang tengah makan dengan lahap.
Hingga tiba-tiba suara gaduh di luar rumah membuat acara makan pagi itu terhenti. Semua mata menolehkan kepala ke arah luar. Dimana terdapat suara teriakan tidak jelas yang menyuruh mereka untuk keluar.
"Robert! Keluar kau! Jangan jadi pengecut!"
***
Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments