ke esokan paginya Nadia sudah siap pergi kerumah sakit, ia turun dari kamarnya menuju keruang makan bertemu ayah dan ibunya. terlihat ayahnya sudah duduk dengan membaca koran dan meminum secangkir kopi, Nadia pun menyapa ayahnya itu.
"selamat pagi papa.." ucap Nadia mencium pipi ayahnya.
"pagi sayang, maaf ya papa kemarin gak ketemu kamu lebih awal!" ucap lirih ayahnya.
"papa sudahlah, sekarang sudah ketemu sama aja kan!" ucap Nadia memakan roti yang diberikan ibunya.
"Nadia gak terasa kamu sudah sangat besar, apa kamu tidak mau mencari pendamping hidup."
"papa kenapa membicarakan itu, Nadia bahagia kok dengan ini!"
"tapi papa dan mama ini sudah tua, kamu tidak bisa ikut dengan kami terus!."
"Nadia bisa hidup mandiri, jadi mekipun kalian gak ada Nadia masih bisa hidup." Nadia berdiri dan berpamitan untuk kerumah sakit.
"anak itu benar benar keras kepala pa.." ucap ibu Nadia
"iya ma.." ayah Nadia hanya menggelengkan kepala.
"oh iyaa pa, itu temen papa kan punya anak cowok, udah nikah belum.."
"hm.. maksud mama anaknya Wijaya?" ibu Nadia mengangguk.
"katanya sudah nikah 5 tahun lalu.."
"papa ngawur ih, orang single gitu kok!"
"iya ma.. istrinya itu meninggal dihari pertama setelah mereka menikah karena penyakit yang diderita istrinya.."
"haduh.. kasian sekali pa.."
"ya karena itu sekarang putranya itu jadi gitu, dulu kata Wijaya sih putranya itu baik dan hangat, setelah istrinya pergi itu dia jadi gitu, dan disuruh nikah lagi gak mau.."
"hm.. gitu ya.." ayah Nadia mengangguk dengan memibum kopinya.
tanpa disadari keduanya, Nadia mendengar pembicaraan mereka dari balik tembok. Nadia tidak menyangka kalau Kara seperti itu karena ditinggal istrinya, sempat Nadia merasa kasian pada Kara.
Nadia berjalan keluar ke arah mobilnya, saat itu juga Nadia melihat Kara keluar dari rumahnya dengan pakaian rapi siap bekerja. Kara sadar seseorang memperhatikan nya Kara punn langsung melihat kearah Nadia, Nadia dengan cepat masuk kedalam mobilnya dan berlalu pergi.
"dasar wanita aneh!" gumam Kara ia memasuki mobilnya dan berlalu pergi.
"siapa yang mau kasihan melihat wajahnya yang sok seperti itu!" gumam Nadia didalam mobil.
****
pagi itu ibu Sabilah atau ibu dari Nadia sedang ada dipasar, begitu juga dengan ibu Kumala tanpa sengaja mereka bertemu pada satu tempat.
"apa kabarmu?" tanya ibu Kumala.
"Alhamdulillah baik, kamu gimana?"
"aku juga baik.." mereka pun saling tersenyum, dan berjalan bersama.
"oh iya Mala putriku sudah pulang, kalau mau datang lah kerumah.."
"oh benarkah, yang katanya dokter itu ya.. kapan datang?"
"baru saja kemarin!"
"oh iya, sama dengan putraku kalau begitu."
"wah kebetulan sekali..."
mereka mengobrol selagi membeli sayuran, tiba tiba ibu Kumala berhenti sejenak membuat ibu Sabilah bingung.
"Mala kenapa diam?" tanya ibu Sabilah
"apa anakmu itu sudah menikah?"
"belum, ada apa.." ibu Sabilah
"aku akan kerumahmu nanti, aku ingin sekali bertemu dengan putrimu.." ibu Kumala memegang tangan ibu Sabilah yang sudah mengerti apa maksudnya.
"apakah pikiran kita sama.." ucap ibu Kumala, ibu Sabilah pun tersenyum dengan itu.
"aku akan mengajak putraku nanti.." ibu Sabilah mengangguk.
setelah selesai berbelanja mereka masuk dalam mobil mereka masing masing menuju pulang.
saat sampai dirumah ibu Sabilah menghubungi Nadia untuk pulang lebih cepat, begitu juga dengan ibu Kumala menyuruh Kara untuk pulang lebih cepat, entah apa yang akan direncanakan mereka.
***
didalam ruangan Nadia, Nadia sedang memeriksa hasil laporan para pasiennya. Nadia berpikir kenapa ibunya menyuruhnya untuk pulang lebih cepat, dengan itu ia harus mengurus semuanya dengan cepat untuk pulang lebih awal.
disaat yang bersamaan..
Kara sedang berkutik didepan komputernya, ia juga sibuk mengurus pekerjaannya. Kara juga berpikir kenapa ibunya menyuruhnya untuk pulang lebih awal.
"Kara kenapa tante menyuruhmu pulang lebih awal?" tanya Reno disela kesibukan Kara.
"entahlah, biasa pasti alasan ingin ditemani saja!" ucap Kara yang masih sibuk dengan kertas kertas didepannya.
"hm.. Reno kau ikut saja bagaimana?" Reno pun mengangguk.
"aku akan telfon Febriyan biar kesana juga..." ucap Kara, Reno pun tersenyum dan mengangguk.
mereka pun melanjutkan pekerjaan mereka, dengan cepat.
*****
sore pun tiba ibu Sabilah sedang memasak didapur dibantu oleh beberapa pembantu, Nadia datang langsung menemui ibunya. Nadia tampak bingung kenapa ibunya masak begitu banyak, ia pun mendekat keibunya.
"ma.. kenapa menyuruh Nadia pulang lebih awal?" tanya Nadia meminum air.
"bakal ada temen mama, pengen ketemu kamu!"
"kenapa?"
"sayang.. kenapa kamu banyak tanya mending kamu bantu mama menyiapkan semua ini..." Nadia pun berdiri dan membantu ibunya.
disaat bersamaan...
Kara pulang diikuti Reno dan ada Febriyan bersama Bagas, Kara membawa sebuah bunga ditangannya, ia membeli atas perintah ibunya. Mereka semua bingung kenapa mamanya sangat aneh, kenapa harus membawa bunga segala.
"ma.. mama mau kemana kok rapi sekali?" tanya Kara melihat ibunya sudah cantik, ibu Kumala pun tersenyum kearah mereka.
"nenek kecil.. gendong.." ucap Bagas, ibu Kumala pun langsung menggendong Bagas.
"kita akan kerumah sebelah, nanti papamu juga pulang tapi mungkin agak telat.."
"ngapain kesana?" ucap Kara kesal.
"sudah lah ayo, nanti keburu maghrib.." ibu Kumala berjalan dengan menggendong Bagas, Kara Reno dan Febriyan hanya menurut ikut dibelakangnya.
Saat masuk kedalam rumah Nadia, Kara sudah sangat kesal rasanya ia ingin kembali bekerja saja.
"apa kau tahu mas, rumah ini punya seorang putri.. apa tante akan menikah kan mereka?" ucap Reno langsung mendapat tatapan tajam dari Kara, Febriyan hanya tertawa dengan itu.
Ting Tong Ting Tong...
ibu Sabilah membukakan pintu untuk mereka, dan ia merasa senang saat melihat ibu Kumala sudah datang. ibu Sabilah menyuruh mereka untuk masuk, dan duduk disofa. Kara memberikan bunga yang ada ditangannya pada ibu Sabilah, ibu Sabilah tersenyum atas kesopanan Kara.
"wahh Bagas sudah besar ya..." Bagas sibuk dengan mainannya.
"iya tante, usianya sudah 5 tahun lebih!" ucap Febriyan tersenyum
"sambil menunggu adzan maghrib kita mengobrol dulu disini, aku akan panggilkan putriku dulu.." ucap ibu Sabilah, belum sempat memanggil Bagas melihat kearah lain dan tersenyum
"doktel cantik!!"
semuanya menoleh kearah yang Bagas tunjuk, ya Bagas memanggil Nadia. Nadia terkejut mereka berkumpul diruang tamunya, Bagas turun dari gendongan ibu Kumala dan berlari kearah Nadia.
ibu Kumala juga terkejut melihat Nadia, karena sebelumnya mereka telah bertemu saat pak Wijaya sakit. dengan menggendong Bagas Nadia berjalan kearah mereka, dan memberi salam dengan sopan.
"halo nyonya.. apa kabar?" ucap Nadia menunduk sopan.
"Bilah ini putrimu?" ibu Sabilah mengangguk.
"ya ampun aku sudah mengenalnya, dia ini dokter yang nyelamitin suamiku.." Nadia pun tersenyum.
"ini doktel cantik yang bantu Bagas satit.." Bagas tiba tiba berbicara, mereka semua terkejut.
"ya.. dia juga dokter yang nyembuhin tangan Kara.." ucap Febriyan lagi, mereka bertambah terkejut dengan semua kebetulan itu, Kara hanya terdiam.
saat mereka sedang mengobrol, adzan maghrib berbunyi dan semuanya pun bersiap sholat berjamaah, begitu juga terlihat pak Wijaya dan pak Adi datang.
Nadia tidak sholat ia malah bermain dengan Bagas, sesekali Nadia tertawa mendengar celoteh Bagas. Kara melihat itu tersenyum tapi hilang dalam sekejap, ia memilih keluar mencari udara segar.
***
jangan lupa like dan komen kalian😍
beri saran/kritikan jika diperlukan😇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Lisa Sasmiati
tambah seru thor
2021-07-20
0
Yuyun Yunengsih
😍😍
2020-06-20
0
Novianta Milala
🤗🤗🤗
2020-05-07
1