Dua hari kemudian setelah kejadian kecelakaan itu, tangan Kara belum sembuh bahkan tangannya menggantung didepan dadanya menggunakan alat yang dipasang oleh Nadia dihari sebelumnya, tapi tidak menjadi penghalang untuk bekerja.
Kara sedang sibuk didepan komputernya dengan satu tangan Kara mengerjakan pekerjaannya sampai kegiatannya terhenti ketika seseorang mengetuk pintu ruangannya.
"masuk!" ucap Kara dingin, dan terlihat Febriyan disana menggendong Bagas, Kara pun berdiri menghampiri mereka.
"hei pendekar apa kakimu sudah sembuh.." ucap Kara mencubit pipi Bagas dengan gemas.
"tentu saja.." Febriyan pun mendudukan Bagas ke sofa, Kara menghampirinya.
"Kara terima kasih.. kalau tidak ada kamu, entah apa yang terjadi padanya.." Kara tersenyum mendengar perkataan Febriyan.
"kenapa harus berterima kasih, dulu kau juga menyelamatkanku, jika tidak aku tidak akan berdiri disini." ucap Kara, Febriyan pun mengingat 5 tahun yang lalu dirinya menyelamatkan Kara yang hendak mati dengan meminum sebuah racun.
"haha kau benar.. Kara?"
"hm..?" jawab Kara yang fokus dengan Bagas.
"apa kau tidak mau menikah kembali?" pertanyaan Febriyan membuat Kara terdiam dan menyunggingkan senyumnya.
"sebaiknya kamu yang harus menikah lagi, untuk bisa mengurus putramu..." Febriyan malah tertawa.
"tidak.. aku hanya mencintai Ina.."
"aku juga, hanya mencintai Angel." sejenak mereka saling pandang dan tertawa renyah.
"om.. ayo kita kelumah satit.." pinta Bagas, Kara pun bingung dengan itu.
"oh iya, Bagas harus mengganti perbannya.. tapi aku ada jam ngajar hari ini!" Febriyan melihat kearah arloji nya, Kara menghela nafas.
"baiklah biar aku saja mengantar nya, dan aku juga akan melepas alat ini, aku benar benar tidak menyukainya." Kara menggendong Bagas dengan lengan yang tidak terluka, Febriyan terkejut dengan itu.
"apa kau yakin menggendongnya?"
"tentu saja, apa kau mau aku membiarkannya berjalan dengan kaki seperti itu?" Febriyan menggelengkan kepala, mereka pun berlalu pergi dari ruangan Kara.
"Kara aku titip putraku, nanti akan kujemput dia setelah selesai mengajar." Kara pun mengangguk dan memerintahkan supir untuk melajukan mobilnya menuju rumah sakit.
setelah sampai dirumah sakit, Kara menggendong bagas dengan tangannya yang tidak terluka. Kara bingung mencari dokter itu, bahkan Kara tidak tahu siapa nama dokter itu, sampai suara Bagas
"doktel cantik.." suara Bagas membuat seorang dokter menoleh dan tersenyum,
Bagas meminta turun pada Kara dan berlari kearah Nadia, tapi saat berlari Bagas hampir saja ditabrak oleh seseorang jika Kara tidak menariknya hingga tubuh Bagas berada diatas tubuh Kara.
"Akhhh..!" teriak Kara saat tangannya yang terluka tertindi tubuh Bagas, Nadia terlihat terkejut dengan cepat Nadia menghampiri mereka.
"apa kau tidak apa apa, sayang apa kau baik baik saja." Bagas mengangguk kan kepala, perhatian Nadia tertuju pada Kara yang merintih kesakitan.
Nadia membantu Kara berdiri dan tidak ada penolakan, Kara terdiam saat Nadia membantunya berdiri untuk pertama kalinya setelah lima tahun seorang wanita menyentuh. Nadia membantu Kara keruangannya untuk dirawat, Bagas digendong ole salah satu perawat.
"seharusnya kau lebih berhati hati tuan!" ucap Nadia membuka alat pada tangan Kara, Kara hanya mengeryitkan dahinya.
"apa kau tidak bisa hanya melepas itu dan tidak usah mengomel dokter!" ucap Kara tiba tiba, Nadia pun kesal ia menekan lengan Kara yang terkilir.
"akhh.." Kara berteriak kesakitan, membuat Nadia tersenyum sinis.
"beraninya kau!"
"tuan!! awas!!"
Kara hendak berdiri tapi malah menabrak Nadia, karena tubuhnya sangat dekat dengan Nadia. saat Nadia tersenrak kebelakang dengan cepat Kara menggapai pinggang Nadia dan membuat mereka sangat dekat. mereka saling pandang, sedetik, dua detik, tiga detik, Kara tersadar dan melepas tubuh Nadia.
"aku tidak perlu memakainya lagi!" ucap Kara saat melihat Nadia ingin memasangnya.
"tidak tuan, kau harus memakainya agar tanganmu tidak sakit lebih parah!" Nadia tetap memasang itu pada lengan Kara, aneh nya Kara tidak menolak dan malah ter diam.
"apa kau tidak tahu siapa aku?" tanya Kara, Nadia diam tidak menghiraukannya ia tetap fokus dengan pekerjaannya memasang alat pada lengan Kara.
"dokter tuli.. akh.." Nadia menekan lengan Kara, Kara sangat marah dengan itu.
"sudah selesai tuan! oh iya nama saya dokter Nadia bukan dokter tuli!" setelah mengatakan itu Nadia keluar dari sana, Kara menyunggingkan senyum nya tapi hilang beberapa detik kemudian.
Nadia terus mengumpat kekesalannya pada Kara.
"menyebalkan, dia pikir dia itu siapa emangnya dia bos besar apa!" Nadia melampiaskan kekesalannya pada kertas didepannya.
"Nad, kenapa?" tanya Dewi melihat temannya kesal.
"aku kesal, kau tahu dia menjuluki tuli apaan coba." Dewi marah dengan perkataan Nadia.
"kamu lucu ya.. emang kesal sama siapa, aku baru liat loh kamu sangat kesal gini.
"hiss.. Dewi... pria itu loh yang tinggi brewokan gan.. eh nggak maksudku gaya sok pakai jas!" Dewi mengerti siapa yang dimaksud oleh Nadia.
"oh.. KR."
"KR?, kamu kenal?" Dewi mengangguk.
"Nadia,, siapa sih yang gak kenal dengan seorang KR, ceo tampan, angkuh dan anti dengan wanita, dijamin deh kalau dia udah cinta sama cewek gak bakal selingkuh!" Dewi tertawa, Nadia semakin kesal dengan itu.
"siapa tahu kamu naksir dia!"
"siapa juga yang mau dengan dia!, liat tampangnya saja seperti itu hii.." ucap Nadia dan berlalu pergi.
"Nad, mau kemana?" tanya Dewi mengikuti langkah Nadia
"mau pulang!" ucap Nadia tanpa menoleh Dewi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Lisa Sasmiati
pandangan pertama awal dia berjumpa....mula benci jadi rindu
2021-07-19
0
Indra Dafais
awal yang bagus
2020-08-04
1
🅺ɪོᴋᴏ❦⃟ ⃟ ࿐
wowo seru nih
2020-07-20
1