Ke esokan harinya, aku bangun pagi-pagi sekali. Meski mata ku masih terasa berat, tapi aku membuka mata ku lebar-lebar agar rasa ngantuknya hilang.
Lalu aku turun ke dapur untuk menyiapkan sarapan untuk suami ku.
Meski saat itu hati ku masih sakit karena suami ku belum bisa melupakan mantan iatrinya. Tapi sebagai istri, aku berusaha melakukan yang terbaik. Aku ingat pesan orangtua ku untuk selalu merespek suaminya dan menghormati suaminya. Aku berharap perlahan-lahan ingatannya kepada mantan istrinya bisa hilang.
Ketika aku sedang mencari-cari pisau di dalam laci, aku menemukan sebuah buku resep. Buku itu sudah sedikit usang, mungkin karena sering dibolak-balik. Saat aku membolak-balikkan tiap lembarannya, aku melihat pada satu halaman terakhir, ada sebuah pesan yang ditulis tangan. Aku melihat tulisan itu bukan tulisan tangan suami ku, Anthony. Aku berpikir mungkin itu tulisan mantan istrinya. Lalu aku membaca pesan yang tertulis di dalamnya, berbunyi:
Aku, Tania. Seorang gadis dari keluarga kaya. Tapi kurang beruntung. Aku menikahi seorang pria yang aneh, keras kepala dan sulit dipahami.
Orang-orang hanya melihat kami dari luarnya saja. Memiliki banyak uang, pekerjaan bagus, dan punya suami yang tampan. Karena itu mereka mengatakan aku beruntung. Tapi siapa yang tahu, jika setiap hari aku hanya tertekan dan menderita menghadapi suami ku yang temperamen dan bermuka dua.
Setiap hari aku harus menghidangkan makanan enak untuknya sesuai dengan yang tertulis di buku resep ini, buku yang dia buat sendiri. Aku harus mempelajarinya dan tidak boleh terlewat satu hal pun. Jika itu terjadi, maka dia akan memaki ku terus-menerus dan mengatakan aku bodoh. Kata-katanya yang menyakitkan seperti tikaman pedang sulit untuk disembuhkan.
Aku harus diam di rumah dan hanya bekerja di rumah. Aku tidak bisa melakukan apapun yang ku sukai sejak dulu. Pernikahan yang tak ku inginkan ini membuatku semakin sakit. Orangtua ku yang hanya mementingkan uang, tega menikahkan ku dengan pria ini. Lalu setiap malam aku harus menghiburnya diatas ranjang. Rasanya aku ingin mati saja. Aku sangat lelah. Ingin rasanya aku pergi jauh, tapi aku takut karena perusahaan orangtua ku bergantung pada perusahaan miliknya.
Setelah membaca pesan itu, aku pun sadar bahwa selama ini aku sudah salah menilai mantan istrinya. Dulu aku mengatakan dia bodoh karena meninggalkan suaminya yang kaya dan pergi bersama laki-laki lain yang hidup sederhana. Aku tidak menduga dia mengalami hal seperti ini. Dan apa yang dia alami, juga aku alami sekarang. Saat itu aku sadar, bahwa uang bukanlah segalanya. Uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Lalu aku memikirkan bagaimana nasib ku nanti. Aku berharap kelak suami ku bisa berubah dan tidak memperlakukan ku semaunya.
Setelah itu, aku mulai membaca buku resep itu. Aku mencari-cari resep yang paling mudah. Lalu aku mempelajarinya sebentar. Kemudian aku menyiapkan bahan-bahan yang tertulis di buku itu, dan mulai memasak. Satu-persatu aku memasukkan bahan itu ke dalam pan sesuai petunjuk. Dan memasaknya hingga makanan itu matang. Setelah itu aku menghidangkannya di meja, lalu pergi membangunkan suami ku.
"Sayang, sayang, bangunlah! Ini sudah pagi. Bukankah kamu harus pergi bekerja?
Cepatlah, aku sudah siapkan sarapan kesukaan mu."
"Tania, Tania, jangan tinggalkan aku Tania." (Ucapnya sambil terus mengigau)
"Sayang, bangunlah! Sayang." (Balasku sambil memukul-mukul wajahnya dengan lembut)
Meski saat itu aku sangat jengkel, tapi aku menarik nafas ku dalam-dalam dan berupaya tetap sabar. Sampai akhirnya dia bangun dan menatapku.
"Sayang, ayo bangun! Aku sudah siapkan sarapan untuk mu."
"Agh... Iya. Kau, turunlah lebih dulu. Aku akan menyusul."
"Baiklah."
Sesampainya di dapur, aku terus memikirkan sikapnya. Meski istrinya pergi meninggalkannya karena sikapnya yang buruk, tapi aku tetap merasa cemburu karena merasa tidak dianggap. Dia bahkan sampai terbawa mimpi. Sedangkan aku, dia tidak pernah memimpikan diri ku sama sekali.
Belakangan suami ku turun dan sudah berpakaian rapi. Lalu duduk. Dia berkata,
"Wah, hidangan ini terlihat enak. Dari mana kau belajar semua ini? Bukankah kamu kurang pandai memasak?"
"Aku mempelajarinya dari buku resep itu." (Balasku sambil menunjuk ke buku resep yang terletak di atas meja)
"Oh itu, Baguslah. Itu buku resep yang secara khusus aku buat untuk mantan istri ku Tania. Karena aku ingin dia melayani ku setiap hari dengan makanan yang aku suka. Dan kau sayang, pelajarilah dengan seksama. Paham!
Sekarang aku mau mencicipinya dulu, apakah rasanya sudah pas atau belum."
Lalu dia mengambil sendok dan mengambil sedikit potongan daging itu. Hati ku sangat khawatir. Dan jantung ku berdegub kencang melihat ekspresi wajahnya yang misterius itu. Setelah itu dia menatap ku cukup lama. Jantung ku pun semakin berdegub kencang dan aku hanya diam. Sampai tiba-tiba, suaranya memecah keheningan di dapur itu. Dia tertawa bahagia dan memuji ku.
Untuk pertama kalinya, aku melihat dia memuji ku sejak kami menikah. Aku berharap, sikap positifnya itu akan selalu ada. Lalu dia berkata,
"Aku tidak menyangka ternyata kamu bisa mempelajari suatu hal dengan cepat. Jika kamu bisa menguasai seluruh resep di buku ini, aku akan memberikan mu hadiah."
"Hadiah? Benarkah? Hadiah apa itu sayang?"
"Hadiahnya, jalan-jalan ke Maldives. Bukankah kamu sangat menginginkannya?"
"Benarkah? Maldives? Iyah sayang. Aku sangat menginginkannya. Baiklah! Aku akan mempelajari semua resep masakan ini. Dan aku akan menguasainya dengan cepat. Percayalah padaku sayang."
"Baiklah! Sekarang aku harus pergi. Aku tidak mau terlambat. Lagi pula aku ada meeting dengan beberapa client kita. Dan satu lagi, besok kamu sudah bisa bekerja. Aku rasa waktu istirahat mu sudah cukup. Kamu tidak ingin kan jika karyawan lain bertanya-tanya tentang dirimu. Karena kau sudah berhari-hari tidak masuk kerja."
"Ok. Aku juga merindukan mereka semua."
"Baiklah! Aku pergi dulu. Sampai nanti."
"Yah, hati-hati yah sayang!"
Setelah aku mengantarnya sampai ke depan gerbang, aku segera kembali ke dapur dan melihat kembali buku resep itu. Aku mencari-cari resep yang mudah untuk dipelajari, dan bahannya mudah didapat. Lalu setelah membersihkan meja makan, aku mengeluarkan beberapa bahan makanan dari dalam lemari es sesuai dengan buku resep itu. Aku ingin menyambut suami ku dengan masakan yang aku pelajari. Dan aku berharap, usaha ku itu bisa membuatnya semakin mencintai ku dan memuji ku, seperti yang sudah dia lakukan.
Setelah semua bahan lengkap, aku mulai memotong, mengiris, dan memasaknya hingga menjadi hidangan yang enak. Itu hal yang luar biasa. Aku yang tidak terlalu pintar memasak, ternyata bisa jika mempelajarinya dengan sepenuh hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments