Usai menyiapkan semua yang dia minta, kami segera pergi menemui Client di salah satu restaurant yang tak jauh dari kantor. Di perjalanan aku mencoba berbicara dengan hati-hati padanya,
"Pak, hari ini tolong berkonsentrasilah! Semoga bapak tidak terbawa perasaan lagi dengan kehidupan rumah tangga bapak."
"Ok, Baiklah. Tapi kenapa kamu jadi cerewet seperti ini dan mencoba mengaturku?
Sudahlah jangan berisik! Jangan merusak suasana hatiku!"
Dia berbicara sambil melihatku tajam.
Ketika kami sampai di sana, Client yang kami tunggu tak kunjung datang. Untuk mengusir rasa bosan, pria aneh itu memesan minuman dan mengajakku bicara. Aku sedikit terganggu karena yang dia bicarakan itu tentang cinta dan asmara.
Maka supaya tak tampak bodoh di matanya, aku tersenyum sembari mencoba mengalihkan percakapan itu dan berbicara tentang project yang sedang kami bawakan.
"Pak, semoga project kita ini berhasil yah. Seluruh design yang kita bawa adalah yang terbaik tahun ini."
Tapi ternyata atasanku tahu kalau aku berupaya mengalihkan pembicaraannya. Dia selalu menyisipkan ungkapan cinta dalam setiap kalimatnya.
"Yah, seperti yang kau tahu, seluruh design kita memang yang terbaik. Itu terjadi karena kita mengerjakannya dengan sepenuh hati. Sebuah hubungan pun demikian. Jika dua orang yang saling terikat sama-sama memberikan yang terbaik, hubungan itu pun akan sama seperti karya ini. Tapi cinta bertepuk sebelah tangan. Bukankah menurutmu begitu?"
Namun di saat aku harus memberikan jawaban, Client kami tiba. Aku beruntung karena saat itu aku sudah kehabisan pendapat. "Akhirnya, pucuk dicinta ulam pun tiba." Ungkapku dalam hati sewaktu melihat Client kami tiba. Seorang pria tampan yang masih muda.
Tapi aku tidak pernah melihatnya sebelumnya selama kami menjalin kerja sama. "Apa dia pegawai baru?" Tanyaku dalam hati.
Ketika pria itu sudah duduk, pria itu kemudian memperkenalkan siapa dirinya. Ternyata dia adalah putra tunggal dari client setia kami.
Dia mengatakan kalau dia baru saja menyelesaikan pendidikannya di luar negeri dan kini sedang berusaha menggantikan posisi ayahnya memimpin karena sudah tua.
Setelah itu perkenalan singkat itu, kami kemudian menerangkan project itu padanya dan menawarkan kerja sama padanya. Kami memberitahukan berapa keuntungan yang akan dia peroleh jika kerja sama itu terjalin.
Akhirnya setelah berbicara panjang lebar, dia pun sepakat dengan kerja sama itu. Perasaanku semakin senang ketika atasanku menganjurkannya menghubungiku tentang info lanjutan project itu.
Aku menganggap itu suatu keajaiban karena aku akan bekerja sama dengannya, dan tentunya akan sering bertemu.
Dengan senang hati aku segera memberikan nomor ponsel itu sambil bicara dalam hati, "Oh my God. Hati siapa yang tidak berbunga-bunga bekerja sama dengan pria tampan yang sikapnya ramah."
Lalu usai menjalin kerja sama itu, kami segera kembali ke kantor.
Saat itu aku yang mengemudikan mobil atasanku, karena saat itu pikirannya masih sedikit terguncang dan terkadang tidak bisa fokus.
Tapi tiba-tiba dalam perjalanan, atasanku mendadak meminta berbelok berubah haluan. "Jangan kembali ke kantor. Belok kiri, dan kita akan pergi ke bioskop." Perintahnya.
"Apa pak? Bioskop? Tapi ini masih terang, belum malam."
Memangnya ada peraturan kalau menonton film harus malam?" Bentaknya.
"Tidak pak."
"Kalau tidak kenapa kamu tak kunjung berbelok dan jalan terus? Seratus meter lagi, Belok! Jangan sampai kamu saya pecat."
Karena nasibku sering dipertaruhkan, aku terpaksa mematuhinya dan memutar haluan menuju bioskop.
Setelah sampai di sana dia memerintahkanku duduk menunggu bersama orang-orang lain, "Duduk di sana sementara aku pergi membeli tiket!" Kalimat itu sontak menggelitik kupingku. "Bukankah harusnya bawahan yang pergi membeli tiket dan dia duduk di sini menunggu? Kayaknya dunia sudah terbalik." Gumamku dalam hati.
Tak berapa lama dia datang sambil membawa dua cup popcorn. "Ini, pegang untukmu!" Ujarnya.
Aku semakin heran saat dia memberikan makanan itu. Aku tak habis pikir melihat pria yang selama ini dingin mendadak berubah menjadi perhatian.
Kami menunggu sejenak sampai akhirnya filmnya dimulai.
Saat itu aku tidak memikirkan apa pun selain hanya ingin menikmati hiburan meski ada rasa tidak nyaman.
"Pak, kita akan nonton film apa? Aku mau tahu." Tanyaku pelan.
"Mmm, sudahlah. Pokoknya nanti kamu akan suka dengan filmnya."
"Tapi film apa pak? Boleh aku tahu?"
"Aku bilang nanti juga kamu akan tahu. Sekali lagi kamu bertanya, lebih baik kita pulang saja." Bentaknya.
"Ok. Ok. Yah sudah. Aku tidak akan tanya lagi pak." Mulutku langsung diam sewaktu suaranya meninggi diikuti matanya yang melotot. Mata-mata orang-orang di sekitarku juga langsung tertuju padaku dengan segudang arti.
Kami duduk di bagian belakang, dan film pun di putar. Aku sangat terkejut saat tahu film itu ternyata film untuk orang dewasa. Aku berpikir pasti di film itu ada banyak adegan-adegan dewasa.
"Aduh, masa aku harus nonton film seperti ini bersama atasanku. Apa aku sudah gila? Seharusnya aku menontonnya dengan pacarku."
Namun aku tak menduga ternyata dia memperhatikan mimik wajahku yang tidak senang lalu bertanya,
"Kenapa ekspresimu begitu? Apa kau tidak suka dengan film yang aku pilih?
"Mmm... Tidak pak." Jawabku gugup.
"Kau merusak ketenanganku." Tuturnya sombong.
Film itu membuatku tegang. dan itu semakin memuncak ketika beberapa adegan-adegan tertentu tengah berlangsung.
Seketika terlintas di benakku pemikiran kotor tentangnya, "Oh... pantas saja dia memilih kursi di belakang, supaya dia merasa nyaman melihat hal-hal seperti itu. Dia memang sangat licik."
Saat adegan-adegan itu sedang berlangsung, dia menggenggam tanganku dengan erat dan aku takut menyingkirkan tangannya. Aku bergumam,
"Yah, dia terbawa perasaan. Jangan sampai dia melampiaskannya padaku."
Tapi belakangan tangannya berpindah dan disandarkan dibahuku. Leherku semakin tegang karena memperlakukanku seperti kekasihnya.
Namun, tak berapa lama, matanya mulai berat dan dia tertidur di pundakku.
Rasa tidak nyaman semakin membuatku ingin menggeser kepalanya, tapi kemudian tidak tega.
Akhirnya dengan berat hati aku membiarkannya tidur sampai film itu selesai, membiarkan beban di pundakku bertahan selama beberapa menit.
**********
Ketika film itu selesai, aku membangunkannya dengan lembut. "Pak, bangun. Filmnya sudah selesai. Pak bangun."
Lalu setelah fokus dan pandangannya jelas, aku lalu menawarkan bantuan padanya, "Apa bapak mau saya antar pulang atau masih mau pergi ke tempat lain?"
"Mmm, karena ini sudah malam, sebaiknya kita pergi makan malam. Kita akan pergi ke cafe."
Entah kenapa aku menyetuju setiap perkataannya. Di sana kami tak hanya memesan makanan tapi kami juga minum-minum.
Dia minum sampai mabuk dan mulai berbicara aneh. Agar tak semakin malu, aku segera membawanya pulang dibantu dengan penjaga yang membantunya berjalan masuk ke mobil.
**********
Sesampainya di rumah, aku membaringkannya di ranjang lalu bersiap pergi. Tapi saat aku berbalik badan, tiba-tiba tangannya menarikku hingga aku terjatuh tepat di atas dadanya dan mencium bibirnya tanpa sengaja.
Itu pertama kalinya aku merasakan seperti apa rasanya.
Belakangan hatiku yang licik dan nekat menggodaku untuk lebih lama berada di atas dadanya.
Tanpa sadar, dia kemudian mendekapku erat. Sehingga logikaku mulai hilang dan aku sangat tergoda. Dengan liciknya aku menikmati dekapan itu dan terus berbaring di atasnya.
Belakangan aku menyadari ternyata dia sangat mempesona.
Kemudian karena merasa kepanasan dia membuka bajunya, sehingga aku bisa melihat tubuhnya yang atletis dan membuat otakku semakin tidak waras.
Pikiranku mulai berkelana dan aku memanfaatkan kesempatan itu dan tidur dengannya.
Kami berdua menghabiskan malam itu dengan tidur bersama di kamarnya.
Lalu ketika alaram jam berbunyi, kami berdua terbangun bersama.
Spontan kami berteriak bersama karena melihat kami bangun tanpa sehelai pakaian. Cepat-cepat menutupi tubuhku dengan selimut dan mengambil baju lalu berlari ke kamar mandi.
Begitu aku selesai memakai baju, aku pergi menghadapnya dan bilang,
"Pak, ini adalah kesalahan yang harus kita lupakan. Ini tidak disengaja karena kita melakukannya di bawah pengaruh alkohol."
"Aku minta maaf. Tolong maafkan aku."
"Pak, hari ini aku tidak masuk kerja. Aku tidak bisa berkonsentrasi saat ini.
Permisi pak."
Sejak saat itu aku selalu terpikir dengan kejadian malam itu. Di satu sisi aku merasa kesal tapi di sisi lain aku sedikit bahagia. Karena aku sendirilah yang melakukannya karena menuruti keinginan hati. Dan aku juga menikmatinya.
Tapi terkadang aku tidak bisa fokus melakukan apapun di apartemenku setiap kali teringat akan hal itu. Karena itu, aku hanya bisa menghabiskan seharian waktuku dengan duduk di sofa bermalas-malasan sambil terus membayangkan kejadian itu.
"Perasaan macam apa yang sedang aku alami ini?
Mungkinkah aku jatuh cinta padanya?
Agh, tidak mungkin. Dia orang yang sangat galak dan cerewet. Bagaimana bisa aku mencintainya?
Tapi kenapa aku selalu mengingatnya? Dimana-mana aku hanya melihat wajahnya.
Aduh..., sudahlah! Mungkin nanti lama-lama aku bisa melupakannya dan kembali normal."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments