Hari demi hari berlalu dan tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Hari-hari ku lalui dengan penuh cinta dan kasih sayang dari suami ku. Hingga pada waktunya, aku melahirkan anak ku ke dunia. Rasa sakit yang luar biasa datang meliputi ku. Aku tak kuasa menahannya sehingga terus-menerus meronta kesakitan. Sepanjang perjalanan rasa sakit itu menyiksa ku. Sementara itu suami ku berusaha fokus mengemudikan mobilnya dengan baik, meski lajunya sangat cepat.
Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya kami tiba di rumah sakit. Suami ku cepat-cepat berlari menemui dokter. Aku bisa melihatnya berlari dengan wajah yang penuh kekhawatiran dan rasa cemas. Lalu ketika aku memasuki ruangan menakutkan itu, tiba-tiba dokter itu berkata pada suami ku,
"Pak, tolong tunggu di luar. Jangan khawatir. Kami akan melakukan yang terbaik."
Tapi ketika aku mendengar kata-katanya, aku mencegah dokter itu melakukannya. Dengan menahan rasa sakit, aku berkata dengan suara rendah,
"Dokter, biarkan suami ku masuk. Aku ingin dia melihat anaknya lahir ke dunia."
"Baiklah, kalau itu mau mu."
Maka dokter itu memanggil suami ku masuk dan menyuruhnya berdiri di sisi ku sambil menggenggam tangan ku. Sementara aku terus merintih kesakitan dan terus mendorong dengan sekuat tenaga ku. Dorongan demi dorongan aku lakukan demi mengeluarkan anak itu dari perut ku. Keringat terus bercucuran di wajah ku dan suami ku terus memberi semangat pada ku sambil berusaha menenangkan ku. Dia menghapus keringat dan air mata di wajah ku dengan sangat lembut sambil sesekali menciumi tangan ku. Lalu aku mendengar dokter itu terus berkata,
"Ayo bu, dorong. Sedikit lagi.
Yah, sedikit lagi bu."
Kata-kata itu terus dia ucapkan seolah memaksa ku untuk tidak menyerah. Sampai akhirnya aku berhasil melewati masa-masa sulit itu dan berhasil mengantarkan anak ku ke dunia dengan sehat. Seorang anak laki-laki yang tampan. Begitu anak itu lahir, aku mendengar suara kecilnya dan hati ku sangat bahagia sekaligus berdebar. Aku berkata dalam hati ku,
"Ternyata sekarang aku sudah menjadi seorang ibu. Yah aku adalah seorang ibu."
Kemudian suami ku berkata memuji ku,
"Terima kasih sayang. Aku mencintai mu." Ucapnya lalu mencium kening ku."
Selagi semua perawat membersihkan seluruh tubuh ku, suami ku pergi meninggalkan ku untuk melihat bayi ku. Disana dia memandang wajah kecilnya dengan sangat bahagia. Lalu dia datang dan berkata pada ku sekali lagi,
"Terima kasih sayang sudah memberikan ku seorang putra. Putra yang tidak bisa aku dapatkan dari istri pertama ku dulu."
Aku hanya diam saja memandangnya sambil tersenyum.
Aku di rawat di rumah sakit selama beberapa hari sampai luka sobekan ku sembuh.
**********
Lalu ke esokan paginya, kami bersiap meninggalkan rumah sakit. Sepanjang perjalanan aku hanya memandangi wajah putra ku yang sangat mirip sekali dengan ayahnya. Aku bahagia dengan status ku yang baru, tapi disisi lain aku juga sedih karena orangtua ku tidak mengetahui hal ini sama sekali.
Dimana pernikahan ku dengan suami ku, kami adakan diam-diam.
Maka sepanjang perjalanan, aku memikirkan bagaimana caranya memberitahukan semua itu pada kedua orangtuaku. Dulu mereka sangat ingin menjodohkan ku dengan anak dari teman masa kecilnya dulu. Tapi aku menolaknya karena lebih mementingkan karir ku dan impian ku. Aku bingung bagaimana harus menjelaskan pada mereka bahwa mereka kini sudah memiliki seorang cucu. Orangtua ku tidak begitu menyukai pria asing. Mereka menganggap bahwa pria asing kurang setia pada pasangannya. Jadi aku merasa itu pasti sangat sulit.
Lalu sesampainya di rumah, aku mencoba mendiskusikan hal itu pada suami ku. Aku ingin tahu bagaimana reaksinya. Maka setelah aku menidurkan bayi ku, aku pergi menghampirinya yang tengah asyik menonton TV.
"Sayang, aku ingin bicara sesuatu yang penting pada mu."
"Bicara apa?" Balasnya sambil terus melihat layar TV.
"Sayang, tolong perhatikan. Sebentar saja."
"Agh... baiklah! Kamu bau bicara apa?"
"Aku mau bilang pada orangtua ku bahwa sekarang aku sudah memiliki keluarga bahkan seorang anak."
"Yah sudah, katakan saja."
"Tapi sangat sulit untuk menceritakannya dari mana."
"Kamu tinggal bilang kalau sekarang kamu sudah menikah. Gampang kan?"
"Mereka pasti akan bertanya banyak hal pada ku. Tidak semudah itu mengatakannya pada mereka."
"Kalau begitu, kamu hanya tinggal menjawab apa yang orangtuamu tanyakan. Bereskan?"
"Kau ini susah sekali mengerti. Apa kamu tidak bisa memberi bantuan sedikit pun pada ku? Sejak tadi kau hanya menjawab ku sambil melihat layar TV. Tolong lihat aku."
"Hei, kenapa kamu jadi marah-marah begini?"
"Aku tidak marah. Tapi kesal. Kesal setengah mati pada sikap mu."
Setelah mengatakan itu, aku meninggalkannya dan pergi ke kamar. Disana aku terus berpikir bagaimana caranya. Tapi ternyata tak lama kemudian suami ku muncul menghampiri ku. Dengan wajah yang tertunduk dia mendekati ku dan meminta maaf pada ku.
"Sayang, maafkan sikap ku yang tadi. Aku tidak bermaksud untuk mengabaikan mu. Katakan apa yang bisa ku bantu.
Katakanlah! Aku akan mendengarkannya."
Begitulah suami ku, sikapnya sering berubah-ubah dengah cepat dan sangat susah ditebak.
"Aku kan sudah bilang, aku ingin memberitahu orangtua ku tentang keadaan ku sekarang. Sudah cukup lama aku merahasiakan hubungan kita."
"Oh begitu. Bagaimana yah, aku juga bingung. Tapi bagaimana kalau kita pergi menemui kedua orangtua mu? Kita bisa langsung menceritakannya kan? Dan aku rasa itu akan lebih mudah karena mereka bisa melihat kita secara langsung. Selain itu, kamu juga bisa melampiaskan rasa rindu mu pada mereka kan? Setelah sekian lama kamu tidak pernah pulang kampung."
"Iya, tapi itu tidak akan mudah. Orangtua ku tidak begitu menyukai orang asing. Apalagi aku bukanlah istri pertama mu, Tapi istri kedua. Mereka pasti akan sangat marah melihat aku sudah membohongi mereka berdua."
"Tenanglah. Jangan khawatir. Aku akan selalu ada disamping mu dan membantu mu. Aku siap jika aku harus menerima kemarahan ayah mu karena tidak menyukai orang asing."
"Kau tidak tahu seperti apa mereka. Mereka bisa sangat menakutkan jika sedang marah. Ayah ku akan melempar benda-benda yang ada di sekitarnya sambil berteriak memaki kalau dia tidak menyukai sesuatu atau seseorang. Dan dia tidak akan peduli dan takut jika benda-benda itu bisa saja mengenai kepala kita. Apa kau siap dengan semua itu?"
"Wah aku jadi sangat takut."
"Aku juga takut jika itu terjadi, Membayangkannya saja sudah membuat ku merinding. Apalagi jadi kenyataan. Jadi bagaimana? Apa keputusan mu?"
"Entahlah, aku juga bingung harus bagaimana."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments