Ke esokan harinya kesehatanku mulai membaik. Pagi itu aku pergi lebih awal dari biasanya mengingat sehari saja tidak masuk kerja, pria aneh itu pasti sudah menumpukkan pekerjaan dua kali lipat di meja kerja sebagai hukuman. Dia selalu melakukannya karena berpikir, 'Karyawan yang tidak masuk kerja artinya karyawan yang bermalas-malasan.'
Mungkin karena itulah perusahaannya bisa maju dan berkembang. Tapi aku juga berpikir apakah di rumah tangganya dia juga seperti itu.
Sesampainya di sana sebelum membuka kertas-kertas kerja, aku berpikir sejenak dan berharap dia tidak akan bertindak konyol di kantor yang bisa menimbulkan prasangka bagi karyawan lainnya.
Saat itu sudah jam delapan pagi namun pria aneh itu masih belum juga tiba. Itu bukanlah kebiasaannya. Mendadak muncul perasaan cemas, namun bukan khawatir karena memiliki perasaan tapi khawatir karena ada beberapa pertemuan yang harus dia hadiri dan project yang harus ditanda tangani.
Aku mencoba berpikir tenang dan menunggu sampai jam 9.
Tapi dia tak kunjung datang.
Dengan terpaksa aku mencoba menghubungi ke rumahnya tapi teleponnya tak kunjung diangkat.
Otakku semakin bingung dan sulit berpikir, "Bagaimana ini?
Beberapa manajer dari perusahaan fashion akan bertemu dengannya. Aku sudah telepon berkali-kali tapi tak ada jawaban."
Situasi memaksaku mengambil suatu keputusan. Akhirnya dengan berbagai kalimat dan segala bujuk rayu, aku terpaksa mengatakan kepada semua client bahwa pertemuannya akan diundur.
Tapi ternyata situasinya sungguh di luar dugaan, kemarahan mereka begitu memuncak karena waktu mereka terbuang percuma. Belakangan aku tidak bisa menghadapi situasi itu sendiri. Aku sudah bertanya kepada karyawan lain tapi tidak ada yang tahu kabar pria aneh itu.
Akhirnya aku memberanikan diri pergi menemuinya ke rumahnya dan membawa beberapa dokumen pekerjaan. Aku berharap mungkin di sana dia akan menandatanganinya.
Dengan sedikit cemas aku pergi ke sana. Aku belum pernah melihat istrinya dan tidak tahu seperti apa sikapnya. Aku pergi bermodalkan nekat.
**********
Sesampainya di sana mataku terpesona melihat keindahan yang terpancar di setiap sisi rumahnya. Beberapa mobil sport mewah terparkir di sana. Setiap ukiran dindingnya juga seolah-olah mempunyai pesan tersendiri. Itu diukir indah dengan tinta hitam dan putih.
Aku semakin gugup dan bodoh karena tak tahu jalan masuk. Istana yang luas itu memiliki banyak pintu.
"Ya ampun. Aku terjebak di labirin istana. Sejak tadi aku bahkan tidak melihat satu pun penjaga di sini. Kalau aku sembunyi di sini, aku pasti tidak akan ketahuan."
Seraya melangkah bibirku terus mengeluh, "Ckckck...seandainya aku bekerja di sini, pasti aku sudah kurus kering. Lihat saja laintainya! Luas! Untuk membersihkannya kan butuh tenaga kuda! Aku harus banyak makan supaya tidak kurus kering karena kebanyakan olahraga."
Lama-lama aku menjadi kesal sampai aku memutuskan untuk pergi.
Tapi, saat aku berbalik badan, tiba-tiba saja aku mendengar suara pintu lain yang terbuka. Aku kemudian menoleh dan mendekati pintu itu.
"Oh, ternyata ini pintu otomatis yah. Baiklah, aku akan masuk."
Meski hati sedikit cemas, aku tetap masuk sambil berharap semoga tidak tersesat di sana. Entah di ruangan mana atasanku yang aneh itu berada. Aku memanggil-manggilnya sambil terus berjalan.
Sampai tiba-tiba, "BURRR...!" Mendadak aku berteriak histeris karena kaget luar biasa. Dia tiba-tiba datang memelukku dari belakang entah dari mana dia muncul. Tapi karena dia menangis, aku tidak tega melepaskan tangannya.
Meski rasa takut terkadang muncul, aku berusaha tetap tenang. Lalu kemudian dia mencurahkan isi hatinya sambil terus mempertahankan dekapannya.
Dia berkata bahwa istrinya telah benar-benar meninggalkannya. Dia sudah membawa semua barang-barangnya. Dan tadi malam mereka bertengkar hebat. Karena perasaan tertekan itulah dia tidak masuk kerja.
Apa yang bisa kulakukan saat itu? Tidak ada. Aku hanya bisa pasrah dan berkata dalam hati,
"Aduh, sampai kapan orang ini tidak akan melepaskan tangannya dariku? Aku sangat tegang dan tidak bisa bernafas."
Lalu aku mencoba memberanikan diri bicara padanya.
"Pak, aku mohon tenanglah! Bisakah kita duduk sebentar? Aku akan mendengarkan bapak dengan baik."
"Oh, ok baiklah, maafkan aku karena terlalu agresif seperti ini."
Kami duduk di sofa, dan sekali lagi dia bercerita panjang lebar sampai membuatku pusing. Kemudian dia berbaring di pangkuanku dan itu membuaku semakin panik, tegang dan terlihat bodoh.
Entah kenapa tubuhku selalu pasrah diperlakukan semaunya. Meski otakku menentangnya, Tapi hatiku seperti menyetujui setiap tindakannya. Hatiku benar-benar licik dan nekat.
Saat itu aku memutuskan untuk tidak menyerahkan dokumen apa pun padanya. Aku hanya membiarkannya tidur di pangkuanku sampai dia benar-benar terlelap.
Belakangan mataku tak kuat dan akhirnya tertidur.
********
Lalu tiba-tiba suara pintu yang sangat keras membangunkan kami berdua.
Seorang wanita datang dan berteriak memaki-maki atasanku. Dia juga menarik tanganku dan mendorongku sampai jatuh. Lalu dia meneriaki suaminya dan bilang,
"Oh, jadi kamu juga bermain di belakangku? Jadi seperti ini kelakuanmu selama ini?"
Aku hanya diam saja melihat pertengkaran mereka berdua.
Kemudian wanita itu menampar wajah suaminya lalu pergi membawa beberapa barang. Setelah wanita itu pergi, aku memberanikan diri mendekati atasanku dan bilang,
"Maaf pak. Apakah itu istri bapak?"
"Iya. Dia istriku yang sangat kucintai tapi mengkhianatiku."
Aku bingung kenapa wanita itu pergi meninggalkan atasanku. Dia tampan dan juga kaya. Apa yang wanita cari ada padanya.
Maka untuk menenangkan kembali situasinya, aku mencoba menawarkan makanan untuknya. Memang aku datang ke sana tidak membawa makanan apapun, tapi aku menawarkan diri untuk memasak makanan untuknya.
Dia pun setuju dan kami bersama-sama ke dapur.
Tapi saat aku mulai mengiris beberapa bumbu, tiba-tiba saja dia melontarkan sebuah perintah menghentikanku.
"Sudah! Biar aku saja yang memasak. Dari caramu memotong dan mengiris, aku melihat bahwa kau tidak pintar memasak. Tidak seperti istriku.
Sudah sana! Duduklah di sana!"
Tanganku seketika berhenti dan mukaku tidak senang. Sembari menyingkir aku bergumam, "Yah iyalah, aku bukan istri bapak. Aku kan karyawan bapak."
Dia memasak begitu terampil dan cepat.
**********
Lalu setelah semua makanan itu matang, tangannya dengan terampil menyajikannya di atas meja seperti sajian di restoran mewah.
"Wow! Pak, ini terlihat sangat lezat. Apa bapak sebelumnya adalah seorang chef?"
"Iya kamu benar. Tapi aku tidak puas dan memulai bisnis yang lain yang bukan hobiku. Aku ingin menguji diriku sendiri. Apakah aku bisa sukses di bidang yang lain? Ternyata bisa. Aku hanya gagal dalam rumah tangga.
Sudahlah, lebih baik kita makan. Jangan membicarakan wanita itu lagi."
Melihat semua itu, aku pun jadi semakin terpesona padanya, si pria aneh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments