Meski saat itu aku berupaya untuk berpikir realistis tentang keadaan ku yang sudah menjadi milik orang lain, tapi aku tidak bisa menahan suasana hati ku yang kacau dan kesal saat mendengar dia sudah melamar kekasihnya. Aku tidak bisa menutupi kekesalan hatiku dengan cukup lama. Maka aku memutuskan pergi dari mejanya dan kembali ke meja ku dan menikmati hidangan itu. Tanpa banyak basa-basi aku meninggalkannya. Tapi ketika aku berdiri dan akan pergi, tiba-tiba dia menarik tangan ku dan berkata,
"Hei, kau mau kemana? Aku belum selesai cerita. Lebih baik ambil makanan mu dan duduklah disini bersama ku. Kita makan sama-sama."
Aku pun jadi bingung harus berkata apa. Ingin menolak, tapi aku khawatir dia akan bertanya apa alasan ku. Tapi jika aku terus berada di sisinya, aku juga khawatir akan terbawa perasaan dan melupakan status ku. Karena sebenarnya aku begitu mencintainya. Karena itulah aku hanya diam saat dia menarik tanganku dan memaksa ku duduk di dekatnya. Kemudian dia berdiri dan mengambil makanan ku di meja pesananku sebelumnya. Lalu dia berkata,
"Ternyata kamu suka kopi juga yah. Kita sama. Aku juga sangat menyukai kopi. Tapi pacar ku sama sekali tidak menyukainya. Pesanan kami selalu berbeda setiap kali kami makan di cafe ini. Hobi kami juga tidak ada yang sama."
Aku diam saja mendengar dia bercerita tentang kekasihnya dan semakin kesal. Lalu berkata dalam hati,
"Aduh... Rasanya aku ingin muntah mendengar dia bicara tentang pacarnya. Apa dia ga tahu kalau aku cemburu?"
Kemudian dia melanjutkan perkataannya,
"Kau tahu, aku dan pacar ku tidak memiliki persamaan sedikit pun. Selera, Hobi, dan kesukaan kami tidak ada yang sama."
"Yah, mungkin supaya kalian bisa saling melengkapi yah pak, dengan semua perbedaan yang kalian miliki. Dan meski kalian tidak punya persamaan, tapi kalian sangat bahagia kan pak?" (Balas ku sambil tersenyum terpaksa)
"Yah, menurut pendapat banyak orang begitu."
"Maksud bapak apa? Kalau bapak tidak bahagia dengan hubungan bapak, tidak mungkin bapak sampai melamar pacar bapak kan?"
"Yah itu benar."
"Yah sudah. Trus yang salah apa?"
"Tidak ada yang salah. Sudahlah! Lebih baik kita makan dulu."
Aku tidak merespon ucapannya lagi, dan hanya memandangnya dengan kesal.
Lalu tiba-tiba dia berkata lagi,
"Hei, kenapa kamu tidak makan? Apa kau tidak suka dengan makanannya?"
"Agh, tidak. Makanannya enak. Aku hanya sedikit tidak enak badan saja." (Balas ku sambil tersenyum terpaksa)
Tapi dalam hati aku berkata,
"Sebenarnya selera makan ku mendadak hilang karena dirimu. Sama-sama tidak jelas seperti suami ku."
"Oh yah, bagaimana kalau setelah makan kita pergi nonton. Yah, supaya kamu bisa sedikit relax."
"Apa? Nonton? Maaf aku tidak bisa."
"Agh, ayolah teman. Kita ini teman kan? Jangan pelit dong sama teman sendiri."
"Apa? Pelit? Maksudmu apa?"
"Maksud ku jangan pelit membagi waktu mu dengan ku."
"Bukan begitu. Tapi aku memang tidak bisa. Aku punya pekerjaan penting."
Setelah mengatakan itu, aku berkata dalam hati,
"Mana bisa aku pergi berduaan dengan mu dan bersenang-senang dengan mu, sementara suami ku yang tidak jelas itu ada di rumah. Dia pasti tidak akan membiarkan ku berlama-lama di luar. Lihat saja, sebentar lagi dia akan menelepon ku."
Lalu dia berkata lagi,
"Pekerjaan apa?"
Ketika dia menanyakan itu, tiba-tiba ponsel ku berbunyi. Dan benar saja, suami ku menelepon ku. Dia juga mengirim ku pesan.
Tapi aku mengabaikan panggilannya, karena aku tidak ingin dia tahu kalau aku sudah menikah dengan atasan ku sendiri.
Maka dia bertanya,
"Kenapa teleponnya tidak dijawab? Itu atasan kamu kan?"
"Iya pak." (Jawab ku gugup)
"Apa atasan mu selalu memberi mu pekerjaan tambahan? Sampai-sampai kau tidak punya waktu untuk dirimu sendiri?"
"Agh, tidak pak."
"Sudahlah! Jangan bohong pada ku. Aku sangat mengenal atasan mu dengan baik. Dia adalah teman masa kecil ku. Dan kami berdua sangat suka bersaing. Atasan mu itu terkenal suka memaksa dan suka menang sendiri."
"Bapak salah. Atasan ku sangat baik dan pengertian pada seluruh karyawannya. Menurutku dia adalah bos idaman." (Balas ku berusaha membela suami ku)
Meski yang dia katakan benar, tapi sebagai istrinya, aku berusaha untuk tidak ikut menjelek-jelekkan dirinya di hadapan temannya sendiri."
Lalu, sebuah pertanyaan sulit pun tiba-tiba terlontar dari mulutnya, Dia bertanya apakah aku sudah punya pacar atau belum.
Itu pertanyaan yang sulit aku jawab. Mengingat aku sudah menikah diam-diam.
Akhirnya aku tidak menjawab pertanyaannya. Belakangan aku memaksa pergi dari cafe karena suamiku yang terus-menerus menghubungi ku.
Aku takut jika aku tidak segera pulang, dia akan meneriaki ku dan membetakku lagi dengan kata-katanya yang menyakitkan.
"Pak. Aku pergi dulu. Jika ada kesempatan, kita bisa bertemu lagi disini lain waktu."
"Ok! Baiklah! Hati-hati yah!"
Maka aku mengemudikan mobil ku dengan cepat. Karena aku sudah terlalu lama mengabaikan panggilannya. Aku takut jika dia berbuat aneh di rumah. Karena semenjak percerainnya dengan istri pertamanya, suami ku terkadang hilang kendali dan membingungkan.
**********
Lalu sesampainya di rumah, Aku segera berlari menemuinya di kamar. Dan disaat aku membuka pintu, aku melihat dirinya sudah terbaring di lantai. Aku juga melihat foto pernikahannya dan foto istrinya pertamanya yang pecah. Dan pecahan kaca itu berserakan di lantai. Sambil berbaring, dia terus memanggil-manggil nama istri pertamanya itu.
Maka saat itu aku menjadi sangat syok. Aku berpikir bahwa ternyata dia masih belum bisa melupakan mantan istrinya. Dan dia menikahi ku hanya untuk bersenang-senang. Aku pun hanya memandangnya sambil duduk di pintu. Perlahan airmata ku jatuh. Karena memikirkan keputusan ku yang salah.
Lalu belakangan aku bangkit dan mendekatinya. Aku berusaha membangunkannya sambil mengusap kepalanya.
"Sayang, bangunlah!
Sayang."
Aku terus berusaha menyadarkannya sampai akhirnya dia membuka matanya lalu memeluk ku dengan erat. Dan berkata,
"Tania, jangan tinggalkan aku. Ku mohon. Aku akan berubah. Aku akan jadi suami yang baik untuk mu. Ku mohon Tania."
"Sayang, aku bukan Tania. Aku Naomi. Tania sudah pergi meninggalkan mu beberapa bulan yang lalu."
Maka dia melepaskan tangannya dan menatap wajah ku. Lalu berkata,
"Naomi?
Maafkan aku Naomi.
Aku tidak sengaja. Tolong maafkan aku."
Aku menghela nafas panjang dan berupaya untuk sabar menyikapinya.
"Sudahlah! Kenapa kamu seperti ini?"
"Entahlah sayang. Tiba-tiba aku teringat Tania. Maafkan aku sayang. Aku tidak bermaksud menyakiti hati mu."
"Baiklah. Aku mengerti."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments