Liburan Semesterpun tiba, hubunganku dan Calief masih berjalan seperti biasa. Belakangan ini kami hampir tidak pernah ribut-ribut lagi. Calief juga sudah tidak berkata kasar lagi semenjak hari itu. Dia cukup mampu untuk menahan emosinya.
Saat itu adalah hari terakhir kuliah sebelum akhirnya kami liburan semester, Calief mengajakku untuk pergi makan sushi setelah mata kuliah selesai. Aku menunggu Calief seperti biasa di bawah pohon rindang, sedang asyik menunggu tiba-tiba ada suara lelaki dari kejauhan yang menyapaku sambil melambaikan tangannya
“Almaa!!” Sahut nya dari ujung sana, mataku yang sedikit minus pun tidak bisa menebak siapa pria itu. Sampai akhirnya dia mendekat kearahku, silhouette nya nampak jelas aku mengenali lelaki itu yang ternyata adalah. Remi.
Sudah lama sekali aku tak berjumpa dengan Remi. Seingatku terakhir ketemu ketika Remi balap motor dengan kemal. “Gila yaa.. kita satu kampus loh padahal, tapi kenapa baru ketemu sekarang” aku menyapanya kali ini. “Haha alma sekarang kan bucin” ledeknya sambil tertawa juga menatapku.
Tidak ada yang berubah dari wajah Remi, dia masih terlihat sama malah sekarang lebih bersih. “Gimana? Lo sehat?” Remi menatapku seperti tatapan Rindu. “Emang keliatannya gue gimana? Gak sehat?” Aku malah berbalik nanya.
“Muka lo keliatan capek sih, kurang tidur kali ya” Remi dengan detail memandangi wajahku. Akupun tertawa. “By the way, rissa sama lingga mau liburan juga looh mereka. Sempetin lah waktu buat kumpul bareng” lanjut Remi, akupun aneh. Kenapa aku tidak tau kabarnya.
“Kok gak ngabarin gue sih? Parah banget” ujarku sedikit kesal “bukan gak ngabarin, tapi lo yang gak bales. Lo check aja. Katanya Rissa udah chat lo kemaren dan lo gak bales” astaga. Ternyata aku yang sok sibuk selama ini “duh sorry, gue kebanyakan nugas kemaren” begitu alasanku “halah, bucin juga” senggol Remi, yang tak henti-hentinya menyinggungku.
Disaat aku dan Remi yang sedang asik tertawa tiba-tiba dari belakang ada yang menepuk bahuku, tidak lain adalah Calief. Dia memandang Remi penuh curiga, “siapa?” Bisik Calief, tanpa basa-basi aku langsung mengenalkan mereka “oiya Rem, ini cowok gue Calief” ujarku, Calief pun tersenyum. Mereka berkenalan selayaknya orang berkenalan
“Iya.. gue udah sering liat di insta story lo” Ujar remi “Jarang-jarang Alma pacaran, dijaga ya bro” lanjutnya lagi sambil menepuk bahu Calief, rupanya Calief hanya mengangguk dan tersenyum saja. Tidak ingin banyak basa-basi.
“Rem, gue duluan ya. Buru-buru nih” begitu kataku “oke, jangan lupa sempetin waktu untuk kumpul sama yang lain yaa” Jawab Remi sambil tersenyum kearahku, akupun mengangguk sambil berjalan bersama Calief.
...****************...
Bukan Calief rupanya kalau tidak Kepo tentang kehidupanku. Dan Calief juga belum kenal dengan semua Teman-temanku yang lain.
“Siapa dia?” Didalam mobil sambil menyetir Calief bertanya padaku.
“Temen SMA” jawabku, Calief hanya mengangguk saja. Tumben, gumamku dalam hati. Pertanyaannya biasanya menjalar kemana-mana kali itu tidak.
“Aku nanti mau kumpul bareng mereka ya, Rissa sama Lingga katanya bakal liburan di indo” mumpung kondisi Calief sedang tidak emosi, sebaiknya dari sekarang aku izin dulu agar bisa kumpul bersama mereka.
“Kapan emang? Terus mau kumpulnya kemana?” Aku senang sekali mendengar nada bicaranya yang lembut, akupun tersenyum
“Belum tau mau kemana-nya. Rissa baru sampe indo aja hari rabu nanti. I’ll inform you later” jawabku, Calief mengangguk dan tersenyum
“Thank youu, sayang” aku memandangi wajahnya sambil mengusap pipinya
“Thank you, for?” Dia bertanya, mungkin aneh jika aku berterimakasih karena;
“Karena kamu udah gak marah-marah kalau ada temen cowok yang nyapa aku. Kamu juga mukanya gak jutek. Aku seneng” Calief tersenyum, dia mencium tanganku
“Akukan mau berubah pelan-pelan buat kamu” ujarnya, sesederhana itu aku sudah bahagia.
...****************...
Calief sangat tau aku suka banget sushi, dia mengajakku makan di tempat sushi favorite ku. Calief bahkan tau aku sangat suka Sashimi. Dia langsung memesankan Sashimi salmon favorite ku. “Tumben kamu inget” aku menatap wajahnya.
“Iyalah aku kan lagi belajar buat inget semua apa yang kamu suka” ujarnya, tertawanya kala itu manis sekali.
“Kamu suka salmon gak?” Tanyaku sambil memakan salmon yang baru saja landing dimeja makan kami.
“No, thanks” dia menggelengkan kepalanya, ekspresi wajahnya kala itu seolah jijik
“Ih ini makanan dari surga, enak banget. Once in a lifetime kamu harus coba!” Bukan Alma kalau tidak memaksa.
“Ah jangan gitu dong, nanti kalo aku muntah gak lucu” ujar Calief, respon nya sangat berbeda. Akupun mulai cemberut.
“Yaudah deh, dikit tapi” ujarnya, pasrah. Aku langsung kegirangan menyuapi Calief dengan salmon yang sudah di capit oleh sumpit. Wajahnya mulai nyerengit ekspresinya menunjukkan kalau dia tidak begitu menyukai makanan itu
“Gak.. gak suka banget aku lembek-lembek gitu, yack!” berkali-kali Calief menjulurkan lidahnya. Aku hanya menertawai ekspresi lucu dia ketika makan salmon.
“happy for me, gak harus rebutan buat makan salmon” akupun berjoget tipis, kegirangan
“Emang mantan kamu pada suka salmon?” Mulai lagi pertanyaan yang mengundang pertengkaran, my bombastic side eyes answer that question.
“Haha sorry sayang kelepasan. Aku norak emang gak suka salmon” jawabnya sambil tertawa.
Setelah menikmati sushi berdua, kamipun berjalan mengitari mall. Mampir kesebuah toko baju untuk membeli kaos Rolling Stones favorite ku. Sedangkan Calief membeli kaos Guns and Roses. Setelah selesai pacaran, seperti biasa Calief mengantarkanku untuk pulang kekostan.
...****************...
Sebelum pulang, Calief memang selalu singgah dikostan ku sebentar. Kadang bermain game, kadang nonton Netflix, kadang kami makan bersama.
“Aku boleh minjem buku gak? Mau nulis tugas dulu dikit. Biar liburannya tenang” ujar Calief
“Boleh, ambil aja di laci” jawabku,
Calief membuka laci di meja belajarku, dia mencari buku kosong disana, namun bukan buku yang dia temukan. Dia malah menemukan seikat bunga Edelweiss yang ukurannya kecil diikat dengan pita berwarna putih. Aku tidak sadar kalau bunga itu ada diluar kotak spatuku, sudah lama sekali aku tidak merapihkannya. Akupun belum sempat membuang semua.
“Apa nih? Dari siapa?!” Nadanya mulai terdengar menakutkan lagi. Aku menoleh kearahnya yang sedang memegang bunga edelweiss milikku.
“Hah? Ya ampun itu udah lama belum aku buang, buang aja sayang” sedikit panik, aku khawatir kalau Calief berpikir aku belum membuang masa laluku. Meskipun nyatanya memang begitu.
“Dari siapa?” Dia bertanya lagi, kali ini nadanya lebih santai.
“Tama” jawabku
“Itu udah lama banget dari jaman aku pacaran sama dia. Aku lupa banget mau buang itu, udah lama juga aku gak buka-buka laci. Buang aja sekarang!” Aku berusaha menjelaskan, namun Calief malah menaruh bunga itu ke dalam laci lagi dan menutupnya,
“Loh kok ditaro lagi, buang aja Calief!” Sentakku
“Yaudah kamu aja yang buang, aku gak mau mempermasalahin apapun sekarang” jawabnya, tumben Calief tidak marah padaku. Rada heran? Tapi bukankah lebih baik begitu?
...****************...
Seminggu berlalu, Calief yang tidak pernah marah-marah malah membuatku gelisah. Ada apa sebenarnya, dia malah bukan seperti Calief yang aku kenal.
Selama liburan aku kembali fokus untuk berolahraga, sudah lama sekali aku tidak nge-gym. Sambil memutar lagu Taylor Swift - Down Bad mengalir pada Airpdods yang menempel ditelingaku, dan terus berlari diatas treadmill.
Laguku berhenti seketika, ternyata siri bilang kalau Calief menelponku.
“Halloo sayang?” Ujarku dari ujung telpon
“Kamu dimana sih? Betah banget chat aku gak dibales” ujarnya, sedikit berkeluh. Aku memang kalau lagi olahraga pasti jarang baca chat.
“Aku lagi ditempat gym, kan aku udah bilang dari semalem. Kamu juga ngebolehin, kan?” Jawabku masih sambil berlari dengan kecepatan rendah.
“Sama siapa?” Akhirnya, setelah sekian lama Calief kembali mengkhawatirkanku
“Sendirilah, emang mau sama siapa lagi”
“Yaudah iya, aku gak bisa jemput kayaknya”
“Yaa.. aku juga gak minta jemput kok. Aku bawa mobil, deket rumah lagian” jawabku santai, tapi juga heran. Tumben biasanya dia yang selalu ingin menjemputku tanpa aku harus minta.
“Kita jadi ketemu?” Ini pertanyaan yang jarang ditanyakan Calief sebenarnya. Karena tiap hari dia selalu yang menawarkan untuk bertemu
“Terserah kamu, kamu mau kemana emang hari ini? Tumben banget nanya kayak gini” ujarku
“Aku ada acara sama temen-temenku, kalo kita jadi ketemu aku gak jadi kumpul sama mereka”
“Ohh.. yaudah kamu sama temen-temen kamu aja gapapa, aku dirumah aja paling” meskipun aku bertanya-tanya tentang sifat Calief yang berbeda, tapi yasudahlah. Lagipula aku tak ingin terlalu mengekangnya.
“Bener kamu dirumah?” Nadanya terdengar meragukanku.
“Bener dong, emang aku pernah bohong selama ini?” Pertanyaan itu sengaja aku lontarkan agar Calief berpikir sedikit.
“Yaudah iya, besok kita ketemu ya sayang”
“Hmm” jawabku singkat padat dan jelas.
“Love you” Calief memang biasa seperti itu jika telpon sudah mau berakhir
“Love you too” jawabku, lalu telponpun mati.
Aku merasakan ada yang berbeda dari Calief seminggu belakangan ini. Kami pacaran memang baru sebentar. Tapi aku sangat bisa mengenalinya jika dia berubah sedikitpun.
...****************...
Aku berpikir, apa iya jika lelaki sedang kumpul bersama teman-temannya mereka tidak akan sempat menghubungi kekasihnya? Atau bahkan ngabarinpun enggak? Apa itu hal yang wajar dilakukan oleh laki-laki? Perasaanku sempat tak karuan ketika Calief sama sekali tidak membaca pesanku.
Daripada aku resah dan gelisah malam itu, aku memilih untuk menelpon Rissa dan janjian untuk bertemu dengannya di Coffee shop biasa.
Aku memang selalu datang paling akhir, sedangkan Rissa sudah berada dimeja bersama Lingga dan Remi.
“Queen of Bucin baru datang” ledek Rissa
“Lu parah banget sih, sampe chat gue didiemin gitu” kali ini dia terdengar kesal
“Sorry.. bukan karena bucin. Tapi emang tugas gue banyak banget kemaren” aku memeluk Rissa berharap dia tidak marah karena itu
“Hmmm untung gue sayang sama lo. Kalo enggak! Gue udah males buat ketemu!” Kamipun berpelukan, pelukan rindu.
“Yang penting lo bahagia al” ujar Lingga, yang malam itu baru terlihat lagi setelah dua tahun kami tidak berjumpa.
Gengges akhirnya berkumpul lagi, bercerita tentang kehidupan. Bercerita tentang kisah cinta. Bercerita tentang banyak hal, karena dua tahun tidak bertemu banyak sekali hal yang kita belum saling tau.
“Al.. gue kayak kurang cocok gitu sama cowok lo yang sekarang. Bad feeling aja gitu. He’s good, right m?” Dari jaman SMA Rissa memang jadi love advisor untukku, dia seolah tau mana lelaki yang baik dan cocok untukku. Mana yang tidak, ntahlah dia bacanya dari segi apa.
“Gue kira gue doang yang punya feeling itu” sahut Lingga, Remi hanya tertawa seolah setuju
“Emang lo liatnya dari segi apa?” Tanyaku penasaran
“Dari mukanya aja udah keliatan dia selfish! Kalo ditanya ganteng atau enggak yaaa.. ganteng sih, cuma biasanya cowok-cowok yang alisnya hampir nyambung gini tuh selfish” aku berharap itu hanya perkiraan Rissa saja
“Dia baik kok, Remi udah pernah ketemu. Iyakan rem?” Aku mencoba klarifikasi dan tetap menjaga nama baik kekasihku kala itu
“Iya sih. Tapi dia gak asik. Jutek banget lagi. Mendingan juga gue” aku tau Remi becanda saat itu.
“Yaa.. we’ll see yaa.. sejauh inikan feeling gue selalu benar tentang cowok-cowok yang menjalani hubungan sama lo” begitu lanjut Rissa sambil memakan french fries yang dari tadi sudah ada di Meja.
Sisanya? Kami ngobrolin soal rencana kami yang mau liburan ke bali minggu depan. Sampai tak terasa sudah jam 10 malam, berkali-kali aku melihat kearah handphone masih tak terlihat juga notif pesan dari Calief.
Bahkan setelah sampai rumahpun Calief tidak menghubungiku, entah dia kemana hari itu. Aku khawatir. Lebih tepatnya, aku takut kecewa lagi.
Baru kali ini, aku khawatir tapi tidak bisa tidur. Terus menunggu sampai Calief menghubungiku, meskipun nyatanya aku yang lelah sendiri dan akhirnya tertidur jam 3 pagi.
...****************...
Pagi ini, karena ibu tau aku sedang libur. Dia jadi tidak ingin membangunkanku, aku bangun jam 10 pagi sudah cukup siang. Hal pertama yang aku cari adalah handphone ku.
Benar saja rupanya ada 3 pesan dari Calief yang isinya penjelasan dia. Seperti;
Calief : sayang maaf, aku gak ngabarin kamu susah banget sinyalnya. Aku pergi ke puncak sama temen-temen.
Calief : maafin aku yaa.. baru bisa jawab chat kamu
Calief : aku jemputnya sorean boleh ya? Aku capek banget.
Sudah, begitu saja bunyi pesannya. Aku tidak ingin mempermasalahkan apapun saat itu, aku sudah capek dengan hubungan yang isinya pertengkaran.
Alma : yaudah kamu tinggal kerumah aja. Aku dirumah terus kok
Begitu jawabku setelah aku membalas semua pesannya. Tapi rupanya Calief tidak langsung membalas pesanku. Mungkin dia masih tertidur karena kelelahan.
Sore pun tiba, aku yang sudah mandi daritadi karena Calief akan segera menghampiriku, dan aku tidak ingin membuatnya lama menunggu. Benar saja Calief datang pukul 4 sore, dengan kondisiku yang sudah rapi.
“Mau kemana hari ini?” Begitu pertanyaan Calief ussai aku menaikki mobilnya.
“Hmm terserah kamu, kearah depok aja kali yaa.. akukan mau pulang kekosan malam ini, besok mau ngerjain tugas film sama Sherly” jawabku sambil menggunakan seat belt
“Okeeey.. kamu belum makan kan pasti?!” Tebakan Calief benar. Aku mengangguk saja sambil tertawa tipis.
Sebenarnya banyak sekali pertanyaan yang ingin aku tanyakan padanya, namun aku takut jika emosinya tidak bisa terkontrol. Jadi sebaiknya aku urungkan saja niatku itu.
Kami makan di tempat mie hot plate favorite ku dari jaman SMA, memang dulu pun aku sering kesini dengan mantan. Tapi kali ini aku sudah mengubur kenangan itu dalam-dalam. Untuk kembali makan ditempat inipun rasanya sudah biasa, tetap enak. Aku datang juga karena memang makanannya seenak itu.
“Kamu mie sapi lada hitam kan sayang?” Sebuah pertanyaan yang jawabannya sudah benar. Calief rupanya mulai memahami apa yang aku suka.
Kami memakan makanan itu dengan sangat lahap dan kenyang. Setelah selesai makan, tidak butuh waktu lama. Kamipun langsung melanjutkan perjalan untuk pulang kekostan.
Seperti biasa ketika sudah masuk Tol, Calief pasti mampir dulu untuk isi bensin di Rest Area, malam itu bukan hanya sekedar isi bensin saja. Dia juga kebelet buang air kecil. Sedangkan aku menunggu Calief dari dalam mobil.
Hening sekali malam itu, aku tidak mendengar suara bising dari luar mobil. Yang sempat membuatku kaget malah suara getar dari handphone Calief didalam Dashboard, aku belum pernah melihat handphone ini sebelumnya. Yang aku tau Calief hanya punya satu handphone. Pikiranku masih jernih, mungkin saja itu handphone nya Sammy (adik Calief). Ntahlah malam itu Reflek sekali aku mengambil handphone nya. Membaca notif pop up yang muncul dari layar Handphone nya. Jelas sekali aku baca pesan itu dari wanita yang bernama Dewi. Pesannya begini;
Dewi : lovee you Lief!
Sudah tidak mungkin untuk Sammy kan?
Tanganku dibuat gemetar saat aku membaca pesan itu, tubuhku keringat dingin, jantungku seolah berhenti berdetak. Aku ingin sekali menampar Calief malam itu. Ini adalah kali pertama aku benar-benar merasakan diselingkuhi oleh lelaki yang katanya menyayangiku?!
Calief masuk kedalam mobil, dia kaget melihatku sedang memegang handphone kedua miliknya, dia langsung merebut handphone itu dari tanganku.
“Ini gak seperti yang kamu pikirin” alasan yang keluar dari mulut Calief hanya membuatku semakin sakit. Aku menamparnya kala itu, tanpa berkata apapun aku keluar dari mobilnya.
Berjalan secepat yang aku bisa, meskipun Calief tentu saja dapat mengejarku. Dia menarik tanganku dengan kasar dan memaksaku untuk kembali kedalam mobil. “Lepasin gue!” Sentakku. karena di rest area saat itu sedang ramai pengunjung Calief juga tidak ingin menjadi sorotan, akhirnya dia melepaskanku dan kembali ke mobilnya.
Dia tidak berhenti mengirimiku pesan. Namun aku enggan untuk membacanya. Aku bersembunyi didalam kamar mandi wanita. Sambil menangis dan bingung harus menghubungi siapa malam itu. Setelah berpikir panjang, tanpa ragu aku menelpon Sherly.
“Kenapa al?” Untung saja dengan sigap dia menjawab telponku
“Sher tolongin gue sher, gue di Rest Area toll arah ke depok. Gue abis mergokin Calief selingkuh. Dan sekarang gue bingung baliknya gimana” masih sambil menangis sesegukkan
“Astaga tuhan. Lo tenang dulu al, lo jangan nangis. Tarik nafas, keluarin pelan-pelan. Jangan panik. Gue.. gue.. kesana jemput lo. Tenang ya. Tunggu gue” dari nadanya aku tau Sherly sangat mengkhawatirkanku, meskipun mencoba untuk lebih tenang rasanya sakit sekali. Ini benar-benar menyakitkan untukku. Aku belum pernah diselingkuhi seperti ini sebelumnya.
Disaat yang bersamaan, aku malah merindukan Adam. Dia yang tidak pernah menyakitiku sama sekali, mungkin sepertinya Adam lebih baik menyakiti dirinya daripada melihatku terluka. Tangisanku pecah saat itu bukan karena diselingkuhi oleh Calief. Melainkan menyesal telah menyia-nyiakan lelaki seperti Adam.
Aku butuh waktu 65menit hingga Sherly sampai di rest area yang aku bilang. Sherly menjemputku kedalam kamar mandi.
“Alma.. lo di nomor berapa?” Tanya sherly, tanpa ragu akupun keluar dan langsung memeluknya. Keringat dingin mengalir, Tubuhku gemetar. Tanganku membiru akibat tadi ditarik oleh Calief begitu kencang dan kasar. Dokter psikolog ku pernah bilang, tubuh yang gemetar hebat adalah tanda terjadinya trauma untuk pertama kali. Dan seumur hidupku, itu adalah gemetar terhebat yang pernah aku alami.
Sherly memelukku dia ikut menangis dan iba melihat kondisiku yang hancur dan rapuh. Aku belum bisa menceritakan apa-apa. Kamipun segera masuk kedalam mobil Sherly, khawatir Calief masih ada disekitar situ.
Sherly melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi, berkali-kali dia berusaha menyalip mobil yang ada dihadapannya. Malam itu kami sama-sama takut kalau Calief membuntuti kita dari belakang.
“Lo balik kekostan gue aja ya! Gue gak mau lo balik ke Kostan lo terus tau-tau ada Calief disana” nadanya penuh dengan Amarah dan rasa Khawatir yang berlebih. “Gue gak mau lo di tarik-tarik kayak gitu. Sakit jiwa dia. Dia yang salah, dia yang narik-narik lo” nadanya masih kesal “kalo dia macem-macem sama lo. Liat aja! Gue yang bakal lapor polisi” Sherly tidak berhenti bicara sedangkan aku meratapi nasib sambil mendengarkannya.
Sesampainya dikostan Sherly. Aku berbaring dikasurnya. Lelah sekali. Sakit kepala rasanya. Diselingkuhi lebih sakit rupanya.
“Udah ya al.. lo gak boleh ketemu-ketemu Calief lagi. Gue ikut nyesel sempet nyomblangin lo” nadanya terdengar lirih, aku diam saja dari tadi. Untuk berbicarapun rasanya lelah sekali. Hanya bisa bengong dan meratapi nasib. Sesekali, Sherly mengusapku.
Sesampai kamar kost-an Sherly pun aku hanya diam, memandangi tanganku, genggaman tangannya benar-benar membekas ditanganku hingga jadi memar. Tenaganya memang kuat sekali. Dia yang salah, kenapa harus aku yang terluka? Pikirku sambil melamun.
...****************...
Keesokan harinya, niatku memang ingin mengerjakan tugas bareng Sherly, sebelum bertugas kami selalu menyiapkan booster agar tetap semangat, boosternya tentu saja cemilan. Hanya saja hari itu aku tidak bisa fokus dengan tugasku sedikitpun
“Sher, gue penasaran deh. Apa yang bikin Calief selingkuh” ujarku, sambil mengedit video didepan laptop. Jujur aku merasa kehilangan, meskipun pesan dari Calief masih muncul di handphone ku.
“Ya berarti tandanya dia gak sayang sama lo. Dia cuma mainin lo. Udah se simple itu” ujar Sherly memainkan tangannya dengan tegas
“Apa karena gue yang kurang perhatian ya? Apa karena gue yang terlalu ngediemin dia? Akhirnya dia cari pelarian di cewek lain?”
“Dih apaansi lu al! Gak gitu lah! Stop buat nyalahin diri lo sendiri bisa gak?!” Jawab Sherly kesal. Akupun kembali diam.
aku baru memberanikan diri untuk mengambil handphone ku. Banyak pesan dari Calief, tapi bukan itu yang ingin aku lihat. Sepertinya, aku tidak asing dengan nama Dewi itu. Dia ada di blocked list instagramku.
“Sher, aneh banget gak sih. Gue gak kenal ni cewek siapa. Tapi tiba-tiba dia ada di daftar orang yang gue blokir di instagram. Namanya sama lagi kayak selingkuhan Calief” gestureku memperlihatkan akun instagram milik wanita bernama Dewi itu pada Sherly
“Iyuuuhh.. kali ini gue percaya, selingkuhan rata-rata lebih jelek dari pacar benerannya” malah itu jawaban dari Sherly, mungkin dia hanya ingin membuatku merasa tidak insecure?
“Gue chat aja kali ya”
“Ih ngapain? Mending gak usah lo urus lg apapun yang berkaitan sama Calief! Bisa kan al?” Tanya Sherly sedikit melotot kearahku.
“Gue ngerasa Calief cuma lagi salah arah aja Sher, mungkin gue yang terlalu gak punya space buat dia. Mungkin gue yang terlalu sibuk sama urusan gue sendiri” ujarku lagi, tetap saja mengkhawatirkan Calief saat itu meskipun tau ini menyakitkan. Tapi Calief pernah bilang, dia cuma punya aku dihidupnya untuk pulang.
“Gak! Gak ada ya! Kalo dia sayang dia gak akan selingkuhin lo. Idih lo ikutan gila kalo kayak gini” aku tau Sherly khawatir dengan kondisiku.
“Sher, tapi Calief tuh lagi banyak masalah dirumahnya. Wajar kalo dia butuh temen mungkin” sedangkan aku mati-matian membela Calief.
“Butuh temen kan al? Bukan berarti harus selingkuh!” Meskipun benar, Saat itu aku menghiraukan omongan Sherly.
Dengan penuh keberanian, aku coba untuk menghubungi Dewi—dewi itu dengan akun instagramku.
Alma : maksud nya apa ya, lo nge chat cowok gue, Calief. kayak gitu?
Tanpa menunggu lama, wanita itupun membalasnya
Dewi : cowok lo? Jadi selama ini Calief selingkuh dari gue?
Rada syok dengar jawaban cewek itu
Alma : gue sama Calief hampir satu tahun pacaran. Yakin lo yang diselingkuhin? Atau lo yang jadi selingkuhan?
Jujur, tanganku gemetar hebat saat aku membaca chat yang dibalas oleh wanita itu.
Dewi : gue sama Calief baru jadian 2minggu. Kalo gue tau dia udah punya cewek juga gue ogah kok nerima dia!
Dewi : cowok lo duluan yang deketin gue!
Dewi : dia yang bela-belain datang kerumah gue buat minta maaf sama gue dan jadian sama gue!
Setiap kali aku membaca pesan masuk dari dewi, rasanya aku sedang menampar diriku sendiri. Tidak terluka, tapi menyakitkan.
Alma : lain kali, kalo lagi pendekatan sama cowok usahain lihat dulu asal-usul nya cowok itu. Jangan main terima-terima aja. Semoga lo bisa belajar dari kejadian ini, jangan sampe nanti lo malah pacaran sama suami orang karena gak cari tau dulu asal-usul cowok itu dari mana.
Jawabku pasrah, meskipun luka nya terasa sudah berdarah-darah.
Dewi : ambil aja buat lo! Gue juga gak mau punya cowok manipülatif kayak Calief!
Alma : he has been mine, by the way.
Akun instagram Dewi itu langsung memblokirku tiba-tiba. Mungkin dia malu.
Daritadi aku sibuk dengan handphoneku sehingga mengabaikan tugas dan Sherly yang berada dihadapanku. Sherly menoleh kearahku sambil berkata ;
“Jangan bilang lo nge chat tu cewek??!” Nadanya sedikit membentakku
“Gue insecure deh. Emang gue sejelek itu ya buat diselingkuhin?!” Tanyaku,
“Heh?! Lo lupa waktu gue blind date sama Tirta dia malah nanyainnya lo mulu? Duh jangan karena cowo sampah model Calief lo jadi berpikiran jelek soal diri lo sendiri deh” begitu sentaknya, sedikit menghiburku.
“Calief yang gak tau diri! Kalo sampe gue liat lo balikan. Duh gue gak tau lagi deh al, lo batu” lagi-lagi aku mengabaikan perkataan Sherly
...****************...
Setelah aku pikir kondisinya sudah mulai aman. Aku memutuskan untuk pulang kekostan ku dengan naik ojek online. Meskipun Sherly nampaknya lebih khawatir dengan kondisiku, dia menawarkanku untuk tinggal dikostannya. Cuma balik lagi, aku orangnya gak enakan tidak mau merepotkan. Lebih baik tinggal sendirian.
Sesampainya dikostan, tidak ada Calief disana. Aku merasa aman, tapi juga merasa kehilangan. Meskipun beberapa pesan dari Calief tidak ada yang berani aku baca. Akupun duduk dimeja belajar, tempat dimana Calief sering menghabiskan waktunya disini. Aku jadi teringat sifatnya yang sudah merawatku saat aku sedang sakit, dengan segala perhatiannya yang full power, jujur saja aku rindu. aku tidak ragu untuk mengangkat telpon darinya
“Alma pleasee. Maafin aku” suaranya terdengar lirih dari ujung telpon.
“Kamu dateng langsung aja, kita omongin baik-baik. Kalopun akhirnya pisah, aku mau kita pisah baik-baik” jawabku, diujung telpon. Sengaja aku matikan, aku ingin tau Calief memilih siapa. Aku atau selingkuhannya itu.
Jam 12 malam, Calief menghubungiku lagi, dia bilang dia sudah ada didepan kostanku. Akupun turun keluar untuk menghampirinya. Kami ngobrol di dalam mobil Calief yang saat itu kondisinya masih menyala.
“Aku gak mau putus al” Calief yang malam itu berusaha untuk memecah kesunyian.
“Aku tau aku salah, aku ngerasa insecure juga sama mantan-mantan kamu. Aku selalu ngerasa kalo kamu gak bisa lupain masa—lalu kamu” lagi—lagi dia memang selalu merasa kalau apa yang dia pikirkan itu benar, padahal tidak ada sedikitpun kisah dari masa—lalu yang membuatku berkesan. Semuanya berujung menyakitkan.
“Pada akhirnya, aku sadar yang aku mau cuma kamu al. Aku sadar yang mengerti aku cuma kamu. Aku sadar, yang mau diajak susah bareng dan seneng bareng cuma kamu. Aku juga sadar mungkin sama aku, kamu banyak susahnya. Dan cuma kamu yang bisa sabar hadapin sifat aku yang begini. Maafin aku al” dia berusaha mengambil tanganku, sedangkan aku reflek melepasnya. Aku takut jika dia akan menyakitiku lagi.
“Al aku mohon.. maafin aku” aku berani menoleh kearahnya, melihat dia dengan penuh airmata. Yang benar-benar menangis didepanku hanya Calief. Hatiku memang gampang sekali iba, ntahlah dengan gampangnya, Calief mendapatkan maaf dariku.
“Pleasee jangan diulangi lagi. Aku.. jujur aku sayang banget sama kamu. Tapi aku juga takut” nadaku masih terbata-bata saat itu. Rasa takutku masih ada.
“Janji al. Aku janji” aku tidak melepaskan genggaman tangan Calief, meskipun dia telah menciumnya berkali-kali. Calief berhasil membuatku luluh lagi, walaupun dia telah menusukku berkali-kali.
Aku rasa keputusanku saat itu, adalah keputusan yang tepat. Untuk saling memaafkan dan menerima. membuka lembaran baru, melupakan masa—lalu. Meskipun beberapa temanku bilang kalau aku bodoh sekali yaaa.. akupun mengakui itu. Tapi, benar kata pepatah. Love is blind. Dengan Calief, aku dapat merasakan kalau cinta yang hebat itu cinta yang bisa menerima kesalahan. Tanpa melihat kesalahan itu sendiri. Hal ini dapat aku rasakan ketika aku pacaran dengan Calief. Biasanya, emosiku yang tidak stabil dan tidak menoleransi kesalahan. Rupanya, Kali ini aku cukup dewasa untuk menerima.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments