Berapa lama lagi? Aku hampir tidak tau, sampai kapan aku membiarkan diriku sendirian.
Berapa lama lagi? Tama terus menggunakan foto profile bersamaku?
Mungkin harus aku yang memulai? Untuk coba berkenalan dengan seseorang yang baru, bukan dari masalalu.
Soal hubunganku dan Adam, kami sudah tidak saling bertegur sapa mungkin hampir dua minggu lamanya. Meskipun, beberapa kali kami sempat pas-pasan saat berada dikampus, tapiii.. kami hanya bisa berbalas senyum saja saat itu. Masing-masing dari kami saling berusaha membenahi diri.
Aku pikir, mungkin ini saatnya. Satu tahun tidak sebentar menurutku, aku juga tidak ingin larut dalam pikiranku yang menyesatkan itu.
Sebenarnya, kalau tidak ada lelaki seperti Calief akupun enggan untuk memulai sebuah perkenalan. Ini karena Calief yang pertama kali ingin berkenalan denganku. perkenalan kita cukup klasik. Calief menggunakan cara berkenalan seperti pada jaman 90’an lelaki itu melibatkan Mak comblang alias melibatkan Sherly untuk bisa berkenalan denganku.
Siang itu, ketika aku sedang mengerjakan tugas bersama Sherly disebuah Cafe dekat kampus. Tiba-tiba, terdengar suara gemuruh tawa yang membuatku menoleh kearah suara tersebut, disaat yang bersamaan aku melihat gerombolan lelaki yang sedang tertawa sambil mencari meja kosong, sepertinya mereka juga ingin mengerjakan tugas disini, atau sekedar nongkrong bersama teman-temannya, mungkin.
Dari semua wajah yang aku lihat, nampaknya ada wajah yang tidak asing bagiku, yap. Calief adalah salah satu wajah yang aku kenal dari gerombolan lelaki disana. Sialnya, ketika aku sedang memandangi wajah Calief diapun langsung menoleh kearahku dan tersenyum. Sepertinya Calief sadar kalau aku bersama Sherly. Dugaanku benar, dia menghampiri mejaku dan Sherly.
“Eh Sher, nugas lo?” Begitu Sapaan pertama dari lelaki yang paras nya Tinggi, putih, aku suka alisnya yang tebal dan bulu matanya yang lentik. Sekedar kagum saja, bukan berarti ingin memiliki.
“Eh kak.. iya nih, lo juga nugas?” Begitu jawab Sherly, aku si anak bawang mencoba mendengarkan saja obrolan mereka. Aku berbeda dengan Sherly, yang aktif dalam kegiatan mahasiswa, dan berteman dengan siapa saja. Aku wanita pendiam yang kekampus hanya untuk kuliah saja. Bukan bergaul.
“Gak sih, nongkrong doang” Sherly tersenyum seolah meledek Calief karena saat itu ada aku, sedangkan aku tidak ingin menatap mereka. Tetap berusaha fokus pada laptop yang ada dihadapanku
“Oiya lo kemaren minta nomer Alma kan kak? Nih Alma bilang ke gue, katanya lo minta aja nomernya secara langsung hahaha” nadanya terdengar sedikit meledek Calief, Sherly berhasil membuatku tertawa sedikit. Kali ini aku menatap wajah Calief lebih dekat.
“Sialan lo Sher haha” ujar Calief, aku menggelengkan kepala. Masih belum berkata apa-apa
“Kan mumpung orangnya depan mata lo nih” jawab Sherly dengan bercanda
“Kosong, delapan, satu, dua” akupun ikut meledeknya, sebenarnya nomorku bukan itu. Calief terlihat sedang tertawa wajahnya sedikit merona karena malu kurasa.
“Ini handphone lo?” Ujar Calief sambil menunjuk ke handphone ku yang daritadi diatas meja, akupun mengangguk. Aku kira Calief mau apa dengan handphone ku. Ternyata dia mencatat nomer handphone nya dan miss call ke nomer handphone nya menggunakan handphone ku.
“Thank you al, I’ll call you later” aku hanya tersenyum melihat tingkah laku kakak senior itu. Awalnya aku mengira dia lelaki yang galak dan tegas. Tapi perkiraanku salah, ketika melihat dia yang salah tingkah dihadapanku.
Setelah Calief mendapatkan nomerku, dia menepuk bahu Sherly dan kembali bersama gerombolan kawanannya yang tadi. Aku dan Sherly tidak berhenti menertawai tingkah lucunya Calief.
“Padahal dulu gue mikirnya dia kakak tingkat yang suka Jaim gitu loh al, anjir ternyata kalo sama cewek kalah juga dia” Sherly tertawa, tentunya sambil mengerjakan tugas.
“Sama, gue juga mikirnya gitu” jawabku melanjutkan tawa yang belum sirna.
...****************...
Perkenalan singkat itu, rupanya membawa kami pada pertemuan yang serius. Memang beberapa hari terakhir ini Calief sering kali menghubungiku, memberikan perhatiannya padaku, sering menelponku sebelum tidur. Dan, malam minggu ini, Calief mengajakku pergi ke puncak untuk sekedar membuang rasa penat mahasiswa dengan deadline tugas yang lumayan menyiksa.
Jam 8 malam, Calief menjemputku didepan kostan dengan mobil Jimny abu miliknya. Malam itu, style ku cukup Grunge dengan memakai cropped sweater garis-garis merah dan hitam serta blue jeans straight. Lalu tidak lupa sepatu converse kesayanganku.
Perjalanan kami diiringi lagu
Rumahsakit - Kuning
selera musik Calief rupanya enak-enak juga.
Dari lelaki sebelumnya yang pernah singgah, dia cukup berbeda sepertinya. Tampilannya, selera musiknya, gaya nya yang sedikit lebih Grunge karena model rambut gondrongnya dengan cuttingan Layered shorthair mirip dengan Artist Holywood Jacob Elordi version Grunge style.
Calief, personality; Setelah kenal Calief akhir-akhir ini, rupanya dia seorang Bassist dalam sebuah Band yang terdiri dari empat orang isinya teman-teman dia semua, Aliran musik yang paling Calief suka adalah; Psychedelic Rock, Art Rock, Classic Rock, Blues. Aku juga jadi tau beberapa lagu yang belum pernah aku dengar sebelumnya seperti; Tame Impala, Pink Floyd, The Blues Magoos, The Doors. Selain itu, aku juga jadi tau band-band lokal dengan lagu-lagu yang enak seperti Efek Rumah Kaca, The Upstairs, Rumah sakit, KPR, dan masih banyak lagi.
Sejauh ini, yang aku kenal Calief sedikit melancholia. Kesedihan dan keresahan yang dia rasakan selalu dia tuangkan kedalam lirik dan musik. Jemarinya lihay sekali dalam memetik bass. Dia juga pandai bermain Drum. Baru itu yang aku tau. Sisanya aku ceritakan nanti.
Dalam perjalanan, kami menikmati lagu sambil bernyanyi bersama. Dengan Calief aku merasa lebih bebas mengekspresikan emosiku. Mungkin karena kita bertemu saat kita saling butuh seseorang untuk bisa melupakan masa lalu? Atau karena aku dan Calief saat itu sedang berada diposisi yang sama? sama-sama sedang berusaha mencoba dekat dengan orang baru?
“Sorry, Can you open dashboard. Please” Ujar Calief ditengah perjalanan, aku tersenyum penasaran. Ada apa didalam dashboard nya.
Gesture ku perlahan membuka dashboard yang ternyata isinya satu botol White Wine kesukaanku.
“Sherly told me, she said you’d like it” Calief tertawa tipis. Aku hanya menggelengkan kepala saja mendengarnya.
“Jangan khawatir, aku udah siapin gelas kok” dia membuka kotak yang khusus menyimpan gelas kertas sekali pakai. Dia memberikan gelas itu padaku, posisi Calief masih sambil menyetir sedangkan aku membukakan botol dan menuangkan minuman pertama untuknya.
Kali ini lagu yang berputar adalah Semua Orang pernah Sakit Hati - Lomba Sihir
“Cheers!” Ujarku, wajah Calief terlihat bahagia. Akupun sama. Baru kali ini aku merasa bebas, terlepas. Dan puas. Malam itu, aku merasa bukan hanya aku yang pernah sakit hati.
“Al.. sorry if im not gentle enough to get your number” setelah tegukkan pertama berhasil landing ke tenggorokan kita, tiba-tiba Calief berkata seperti itu.
“Its okay. Tapi gue heran, kenapa tiba-tiba lo minta nomer gue?” Kali itu pertanyaanku bukan basa-basi. Aku juga penasaran, lelaki semenawan Calief bisa tertarik pada wanita sepertiku
“I saw, I felt, the different things in you. Pertama kali liat kamu. Rasanya radar aku naik pengen ngajak kenalan haha” aku diam, menatapnya dan mendengarkan.
“Dari awal kamu MOS, rambutnya gak dikuncir. Terus pas kita tabrakan di kooridor. Aku inget, aku selalu inget muka orang yang aku suka” aku tertawa, ini bukan karena effect dari alkohol.
“Terus setelah kenal? Gimana?” Tanyaku masih menatapnya. Calief sesekali menatapku, meskipun dia tetap harus fokus menyetir.
“Ternyata wawasan kamu luas, diajak ngobrol apa aja masuk. Musik, lirik, seni. Tolong jangan bikin aku makin kagum, takut kalo ternyata aku kagum sendirian” dia Tertawa, ntahlah ini mungkin hanya gombalannya saja.
Kamipun akhirnya sampai di Puncak, tujuan kita malam itu mau melihat Sky light dari puncak Gunung Mas. Setelah parkir, aku dan Calief berjalan menuju puncak sekitar 5 menit. Jalanannya memang cukup gelap, kami saja butuh senter dari handphone untuk menerangi perjalanan.
Tapi rasa lelah itu terbayarkan, ketika kami melihat indahnya lampu neon kota dari atas sini. Cuaca dipuncak memang selalu dingin, mungkin itu juga alasan Calief membawa White wine.
“Al.. selama ini kamu udah pernah pacaran berapa kali?” Pertanyaan itu keluar begitu saja setelah aku dan Calief duduk memandangi pemandangan lampu dari atas sini.
“Kenapa memang? Aku gak suka sebenernya bahas-bahas masa lalu” ujarku, meneguk minuman yang sudah dipindahkan ke Tumbler Starbu*ks
“Ya gapapa.. sharing aja, biar kita sama-sama belajar juga kan?” Mungkin, ini yang namanya harus terbuka kali ya?
“Coba kamu dulu deh yang cerita” ujarku,
“Haha yaudah, karena kamu belum kenal aku lebih jauh. Aku kenalan dulu deh, jadi nama aku Calief Ardhito kalo dirumah biasa dipanggil Dito sama bokap, Alief sama nyokap. Gue punya satu adik laki-laki, Sammy namanya. Gak kok gak pernah berantem, jarak kita cuma beda 2 tahun aja. Udah kayak temen sendiri juga. Hobby? Main musik, bikin arrangement musik, nulis lirik, sometimes. Apalagi, Pacaran? Hmmm baru duakali pacaran, setahun yang lalu baru aja putus sama mantan. Diana namanya, mungkin kamu nanya putusnya gara-gara apa, aku jelasin dulu sebelum kamu tanya. Kita putus karena beda keyakinan. Diana yakin aku bisa berubah untuk gak main musik lagi. Sedangkan aku yakin, musik bisa bawa keberhasilan buat aku. Haha apa lagi ya yang belum aku ceritain?” Gaya bicaranya sangat menunjukkan kalau dia sangat exited. Akupun sambil senyum-senyum mendengarnya.
“Oiya, aku suka banget sama kucing. And I hope you like it too. Aku punya 3 kucing dirumah. Ada Oscar, Pablo sama Picasso” jujur mendengar ceritanya aku penuh tawa, sambil memandangi ekspresi wajahnya yang bergairah.
“Aku juga suka kucing kok. Didunia ini kayaknya aneh deh kalo ada orang yang gak suka mahluk selucu dan segemes kucing” ujarku, tertawa.
“Setuju banget. Tapi Sammy gak suka dia” Calief pun tertawa lagi diakhir kalimat. Aku baru merasakan seperti hidup kembali.
“Gantian dong kamu yang cerita” ujarnya, menatap mataku. Tatapan yang penuh dengan rasa penasaran.
“Haha aku bingung mulai dari mana. Gak pandai merangkai kata-kata kayak kamu” ujarku malu
“Kayak aku aja barusan, singkat. Padat. Jelas. Iya gaksih?!” Calief tertawa meskipun tidak bersuara hanya mimik wajahnya saja.
“Oke.. oke.. namaku Sienna Alma Ayyara. Biasa dipanggil Alma sama orangtuaku. Aku Anak satu-satunya dirumah. Hobby olahraga kadang, nyanyi juga kadang, rebahan sih paling sering, haha. Aku juga suka kucing, kucingku cuma ada dua; Paw sama Miw dirumah. Pacaran, aku udah tiga kali pacaran. Kayaknya kita sama deh, aku juga udah satu tahun yang lalu putus sama mantan. Tama, namanya. Gara-gara, mungkin karena dia yang terlalu friendly sama cewek lain. Udah sih, itu patah hati terparah yang pernah aku rasain. Makannya sampai sekarang belum mau lagi buat pacaran” giliran aku yang bercerita, wajah Calief nampaknya lebih serius. Tidak tertawa sedikitpun.
“Sama, yang kemarin juga patah hati terparah aku mungkin. Karena pacarannya lumayan lama, jadi pemulihannya juga gak cukup sebentar”
setuju aku dengan omongan Calief. Karena terlalu lama butuh waktu untuk melupakannya pun tidak sebentar.
“Terus hal terbodoh apa yang pernah kamu lakuin setelah putus?” Mendengar pertanyaannya, aku malah jadi menertawakan diriku ketika kembali mengingat hal itu
“Hahaha.. iya lagi, orang kalo abis putus pasti selalu melakukan hal bodoh” ujarku, diiringi suara Tawa Calief. “hal bodoh yang sampe sekarang masih suka aku ketawain. Nangis didalem mobil, terus muterin Bundaran dideket komplek rumahku berkali-kali, sambil denger lagu Niki. That’s sucks, I guess” begitu ceritaku sambil tertawa, dan meneguk lagi botol tumbler yang isinya palsu itu.
“Haha anjir, itu gabut banget sih” Calief kali ini menertawaiku sambil meneguk tumbler yang sama.
“Kalo kamu, apa?” Tanyaku, menatap wajah Calief dengan latar belakang masih pemandangan city light yang indah.
“Pernah nungguin didepan rumah mantan. Sampe 5 jam kayaknya, biar dimaafin karena udah seharian gak ngabarin saking asyiknya nge-band. Nyesel aja sekarang, ternyata banyak cewek yang lebih layak dicintai dimuka bumi ini selain dia” kali itu, tatapan Calief berbeda dia menatapku dengan matanya yang sudah sedikit beler karena wine yang terus dia teguk daritadi. Saking hangatnya tatapan itu, aku bahkan lupa bagaimana rasanya udara puncak yang dingin.
“Kapan kamu mulai sadar kalo ternyata ada cewek lain yang layak dicintai?” Tanyaku, pandanganku tidak berpaling dari wajahnya
“Malam ini, detik ini, sekarang” ujarnya, diapun enggan berpaling dariku. Terus menatapku dengan serius.
Ditengah obrolan kami, ternyata handphone ku bergetar “bentar, aku angkat telpon dulu” ujarku, Calief mengangguk tenang, sedangkan aku mengambil handphone yang daritadi bunyi
Ternyata Adam yang menelponku, tumben sekali setelah hampir tiga minggu dia tidak mengabariku.
“Kenapa dam?”
“Kamu pernah bilang kemarin, kalo ada nobar lagi aku harus info kan? Besok ada nobar Manchester United vs Real Madrid di Cheers cafe jam 8. Mau nonton?” Suaranya dari ujung telpon membuat dinginnya puncak mulai sedikit terasa. Kenapa harus sekarang? Pikirku.
“Gue gak janji dam..” jawabku lirih
“Oh, oke. Lo lagi dimana emang?” Pertanyaannya terdengar khawatir.
“Puncak, gue lagi sama Calief” jawabku.
“Oh. Oke. Have fun” jawabnya, telponpun mati. Sekedar itu saja Adan menelponku.
Aku kembali fokus menatap Calief yang rupanya sudah menyimpan pertanyaan “siapa al?” sudah bisa ditebak pertanyaannya “Adam, mantan gue. Sekarang malah satu kampus” jawabku. Menaruh lagi handphone kedalam tas.
“Adam? Anak futsal dikampus kita bukan sih?” Tanya Calief, aku malah tidak tau kalau Adam ternyata se-Famous itu dikampus
“Dia emang suka main futsal sih, tapi aku gak tau kalo dia ikut komunitas futsal juga dikampus” jawabku, Calief mengambil handphone nya lalu menunjukkan foto Adam dari dalam handphone nya. “Yang ini kan?” Dia menunjukkan foto profile Adam yang sedang bermain futsal. Itu memang foto profile andalan Adam. Aku mengangguk saja. Cukup tercengang karena ternyata samudera lebih luas.
“Baru aja kemarin kita chatting-an. Adam kasih info ke aku kalo bulan depan mau ada tanding futsal antara kampus kita sama kampus ITB bandung. Adam minta tolong update di social media kampus, biar anak pada nonton dan support team futsal kita” aku terdiam, mendengarnya. Ternyata benar, samudera lebih luas dari dunia.
“Hah? Oya? Kok bisa gitu ya” masih tak habis pikir, itu artinya kemungkinan besar Adam akan tanding futsal bersama Tama kan? Tama juga aktif futsal dikampusnya.
“Emang ada apa sih?” Calief penasaran, aku hanya menggelengkan kepala saja.
“Nanti kita nonton bareng ya..” ujar calief, baru saja aku mencoba untuk membuka hati dengan orang baru. Kenapa orang dari masa lalu itu selalu menghantuiku?
“Kayaknya, aku gak bisa nonton itu deh” aku menghela nafas.
“Looh? Kenapa? Karena sama aku? Atau karena adam yang main?” Tanya Calief penasaran.
“ITB kan? Mantan aku juga anak futsal sana. Males aja kalo harus reouni mantan” ujarku, lalu meneguk lagi. Berharap tegukkannya bisa menghangatkan udara yang mulai terasa dingin.
“Waw.. wajar sih kalo kamu kaget” aku tidak kaget sendirian malam itu.
“Tapi.. gapapa gak sih kalo tetep nonton? Artinya kan kamu udah gak ada apa-apa lagi sama mereka” benar, aku setuju dengan perkataannya
“Iya sih, kita liat aja nanti ya..” aku berusaha mengalihkan pembicaraan.
Tempat ini selalu buka 24 jam, tapi berdiam lama-lama disana juga membosankan. Aku dan Calief memutuskan untuk turun ke parkiran. Sepanjang perjalanan Calief menuntunku agar tidak terjatuh, memang jalanannya cukup terjal dan spatuku kurang proper. Berkali-kali Calief merangkulku dan bilang “hati-hati” seolah dia tidak ingin aku terjatuh.
Kami sudah didalam mobil Calief lagi kali ini. Minuman kami tinggal sedikit, kami memutuskan menghabiskannya dulu sebelum melanjutkan perjalanan. Didalam mobil, Calief memutarkan lagu Melancholia - Efek Rumah Kaca
“Al.. tapi saat ini, kamu lagi deket sama siapa aja selain sama aku?” Ditengah lagu itu berputar, seiring dengan pertanyaan yang terlontar.
“Aku gak ngerasa lagi deket sama siapapun sih. Memang pendekatan yang kamu maksud kayak gimana?” Tepatnya, aku tidak bisa membedakan mana orang yang mendekatiku untuk pacaran, dan siapa yang mendekatiku karena hanya ingin berteman.
“Yaaa.. kayak aku ke kamu” jawabnya
“Berarti cuma kamu, soalnya gak ada lagi yang deket. Intens chattingan, ngajak jalan, kayak kamu gini… ya cuma kamu” jelasku.
“Adam?” Suaranya terdengar seperti pertanyaan
“Dia memang sering hubungin aku. Duluu, sekarang udah gak pernah. Tadi doang tiba-tiba nelpon lagi. Ngajak nobar MU lawan Real madrid besok”
“Terus kamu mau?” Calief menatapku, aku menoleh kearahnya lalu menggelengkan kepalaku seolah tidak mau.
Seketika suasana menjadi hening.
“Al.. mungkin terdengar sedikit aneh dan terlalu cepat. Kalo aku bilang aku suka sama kamu, I just wanted you to know that im obsessed with you. Boleh gak? Kalau kamu fokus dulu untuk kenal sama aku lebih lama lagi? Gak harus pacaran, aku juga gak maksa kamu” Calief terlihat tidak ingin menatapku. Mungkin khawatir jika aku menolaknya. meskipun, tidak ada salahnya bukan jika aku mencoba?
Aku memegang wajah Calief, dan menyuruhnya untuk menatapku. Kali ini kita saling tatap, nampak jelas wajah Calief dengan bulu-bulu tipis diarea kumis serta alis yang hampir menyatu. Bibirnya tebal dan sedikit merah. Seperti, tidak ada alasan untuk aku menolaknya. Aku mencium bibir Calief untuk pertama kali, sebenarnya ingin memastikan apakah rasa degdegannya masih ada,? Ternyata, euphoria nya berbeda ketika aku mencium Tama. Calief juga tidak menolak seperti saat aku mencium Adam. Aku berhenti ketika aku sadar ini adalah ciuman Nafsu.
“Does that mean, yes?!” Ujar Calief setelah aku melepas ciuman pertama itu dengannya.
“I didn’t say yes. But we’ll try” tidak ada salahnya, jika aku mencoba dengan orang baru. Bukan dari masa lalu.
...****************...
Hari-hari selanjutnya. Aku tidak merasakan kesepian seperti sebelumnya, Calief selalu menenmaniku mulai dari pergi kampus, makan bareng, nemenin ngerjain tugas. Bahkan dia selalu pulang dari kostan ku jam 10 malam, demi menemaniku agar tidak sendirian.
Sampailah pada hari dimana aku tidak masuk kuliah karena badanku tiba-tiba demam tinggi, perutku sakit, dan sakit kepala.
“Kamu pulang aja ya al, nanti dijemput pak Rudy. Ibu khawatir kalo kamu disana sakit sendirian” ujar ibu, dari ujung telpon siang itu
“Nggak usah buu.. alma kecapean doang. Dua hari lagi juga mungkin sembuh” ujarku berusaha menenangkan
“Ibu kirimin obat ya.. kalo ada apa-apa hubungi ibu” ujar ibu, akupun langsung mematikan telponnya. Karena tidak ingin ibu khawatir dengan kondisiku. Kali ini Alma lagi berusaha kuat dan mandiri.
Bukan hanya orang tuaku yang khawatir tentunya. Pagi-pagi sekali Calief sudah mengetuk pintu kamar kost-an ku. Dia membawakanku bubur, susu, dan obat-obatan yang dijual di apotik
“Ke dokter aja yuk, aku anter” ujar Calief sambil nyuapin bubur yang dia belikan, aku menggelengkan kepala. Tubuhku lemas sekali.
“Yaudah. Abis makan, minum obat. Istirhat, tidur. Aku ngampus dulu. Nanti pulangnya aku kesini lagi sekalian bawain makan siang buat kamu. Oke?” Pagi itu, Calief datang cosplay jadi dokter. Nyuapin aku makanan, memberikan obat, menempelkan byebye fiver dikeningku. Lalu membiarkanku istirahat. Akupun kembali tidur. Saat dia pergi kekampus.
Sudah pukul satu siang, Calief belum juga datang. Sakit itu membosankan, kadang aku bingung karena gabisa ngapa-ngapain selain main handphone. Aku juga baru sadar ternyata ada pesan dari Tama di instagramku yang belum sempat aku balas. Tertumpuk dengan notif pesan yang lain.
Tama : kalo kayak gini, tandanya aku harus segera ganti photo profile ya?
Tama membalas Storyku pada saat aku update sedang pergi bersama Calief ke puncak duahari lalu. Pantes saja, photo Profile Tama sekarang sudah berubah. Bukankah aku harus biasa saja sekarang?!
Alma : bukannya harusnya dari dulu udah ganti photo profile?
Tanpa menunggu waktu lama, Tama membalas pesanku
Tama : belum sanggup, kamu yang lebih sanggup, kan?
Ntahlah, apa artinya ini. Aku hanya berusaha mengabaikan pesan darinya saat itu. Tidak mau memikirkan banyak hal saat kondisiku sedang tidak baik-baik saja.
...****************...
Terdengar ketukkan dari luar kamar yang membangunkan tidurku, benar dugaanku Calief yang kembali datang membawakan buah-buahan serta makan siang untukku.
“Maaf ya lama, tadi ngantri banget aku beli nasi Tim. Biar perut kamu gak sakit” ujar Calief dengan tangan yang dipenuhi banyak tentengan.
“Gapapa, makasih ya Cal” aku merasa tidak enak karena telah merepotkannya
“It’s okay. You’re healthy matterr” Calief tersenyum mengusap keningku, mencabut kompressan yang ada dikeningku.
“Yuk makan, abis itu minum obat lagi. Kamu gak boleh capek-capek pokoknya” perhatiannya melebihi ibuku saja.
Setelah selesai makan dan minum obat aku tertidur lumayan lelap. Demamku sedikit sudah reda. Aku melihat Calief yang tertidur lelah dengan posisi duduk dipinggir kasur dan bersandar disana. Satu hal lagi yang aku kenal dari diri Calief dia penuh perhatian dan penyayang.
Usapanku ternyata membangunkan tidurnya “kamu udah bangun?” Tanya Calief, setengah sadar “daritadi” jawabku lemas sambil tersenyum.
“Maaf yaa.. aku jadi ketiduran. Tempat ini terlalu nyaman ternyata” ujar Calief tersipu malu,
“Haha gapapa, cuma mau ingetin ini udah jam 8 malem. Nanti kamu dicariin lagi belum pulang jam segini” kali ini aku yang khawatir, sebelum pulang. Calief mengecheck suhu tubuhku dengan termometre.
“Alma, kayaknya harus ke dokter deh. Demam kamu 39.9 ini parah banget” tidak jadi pulang, Calief yang khawatir akan kondisiku malam itu dia malah mengantarkanku ke dokter sekitaran kostan.
Untungnya aku tidak dirawat, dokter bilang ini hanya gejala tipes biasa. Aku memang seperti itu, tidak bisa kecapekan.
Disaat yang bersamaan, aku baru lagi merasakan pengorbanan yang diberikan seorang lelaki atas dasar cinta.
It’s 1 AM. Calief belum juga pulang, sepulang dari rumah sakit dia masih menemaniku duduk dikursi dan bersandar dimeja belajarku. Dia tau kalau orang sakit sering terbangun tengah malam. Calief yang membantu menuntunku untuk kekamar mandi dan membantu menyelimutiku sampai aku tertidur lagi. Meskipun aku tau tubuhnya sudah mulai pegal-pegal akibat tidurnya yang hanya bersandar di meja belajar.
...****************...
Sinar mentari pagi, mulai masuk lewat sela-sela jendela kamarku menembus kain kain gorden dan perlahan membangunkanku dari tidur yang lelap akibat effect obat yang semalam aku minum. Samar-samar kulihat Calief yang sudah tidak ada dimeja belajar itu, namun tas dan ponselnya masih ada disana. Tak lama setelah aku mencari ternyata dia baru saja datang dengan membawakanku sarapan, kali ini dia yang memanggang roti dengan selai coklat keju kesukaanku.
“Aku kira kamu kemana” ujarku yang sedang duduk diatas kasur. Calief tertawa tipis, lalu duduk bersamaku.
“Ni.. lagi nyiapin sarapan. Biar kamu cepet sehat” tangannya sedang memegang piring berisi roti dan juga air putih, “minum dulu,” dia menyodorkan gelas berisi airputih itu padaku, akupun meminumnya. Setelah itu, Calief menyuapkan potongan rotinya padaku. Lembut sekali, aku belum pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya. Bahkan semalaman dia menemaniku, menjagaku. Apakah ini yang dinamakan kasih sayang? Tapi kenapa semakin dia memperlakukanku dengan baik, semakin aku takut merasakan patah hati lagi.
...****************...
Siang itu, Sherly datang kekostanku. Membawakanku pudding.
“Almaaa.. sakit apa sih lo? Udah duahari gak masuk” ujar Sherly yang langsung duduk menghampiriku.
“Gejala tipes. Tapi udah mendingan kok. Besok gue masuk” jawabku, Calief yang daritadi masih didalam kamar mandi, akhirnya keluar.
Sherly pun tercengang, menatapku. Dia kebingungan. Tapi tertawa.
“Kalian udah jadian? Wah parah gue gak di info apa-apa” aku dan Calief menertawakan Sherly yang sedang kaget kebingungan.
“Gak jadian sher..” ujarku, yang tadinya Calief tertawa, Tersenyum malu. Kali ini terlihat diam dan membisu menatapku. Apakah ada yang salah dari perkataanku? Pikirku begitu. Calief menghela nafasnya, tanpa berkata apa-apa dia membenahi barang-barangnya yang ada diatas meja.
“Alma, Sherly. Gue balik dulu ya. Al, kalo ada apa-apa telpon ya” begitu ujarnya, lalu tersenyum. Aku malah merasa bersalah. Apakah ada yang aneh dari perkataanku? Bukankah kita memang belum jadian?
Sherly pun heran dengan tingkah Calief yang beda hari itu. “Eh al.. gue ganggu ya?” Tanya Sherly “harusnya sih enggak ya, apa karena tadi gue bilang kalo kita gak jadian ya?” Tanyaku yang juga ikut heran “emang lo udah jadian? Apa gimana sih? Bingung gue” jangankan Sherly, akupun bingung.
“Belom, tapi dia baik banget akhir-akhir ini” ujarku, sambil membuka puding yang dibawakan Sherly.
“Calief tuh keliatan banget tau kalo dia suka sama lo. buktinya, dia mau mauan ngurusin lo yang lagi sakit gini” ujar Sherly, kami makan puding itu bersama
“Iya sih, tapi semakin dia baik sama gue. Gue semakin takut deh sher” kekhawatiranku mulai muncul.
“Takut? Kenapa?” Sherly mengkerutkan alisnya masih sambil makan puding yang tinggal telan saja.
“Takut sakit hati lagi aja.. takut ngerasain kecewa yang sama nantinya” jawabku, Sherly mendecik kesal.
“Kan mulai lagi. Gue kasih tau nih al, kalo dalam proses lo moved on terus lo ngasih harapan ke cowo-cowo yang baru lo kenal itu sama aja lo menciptakan karma baru buat diri lo sendiri. Mending, kalo emang lo belum siap untuk buka hati. Jangan dulu deh deket sama orang lain” perkataan Sherly ada benarnya juga.
“Tapi sher, gue juga gak mau kehilangan Calief. Gue ngerasa kalo sama Calief gue bisa nemuin kebebasan gue. Gue juga ngerasa aman. Cuma mungkin rasanya gak se excited cinta pertama kali ya? Gue lebih gak berekspresi aja gitu sekarang” obrolan kami mulai serius
“Emang dulu lo expressive? Gue aja kenal lo sebagai Alma yang sangat tidak expressive” aku sendiri bahkan tidak mengenal diriku yang sekarang. Apakah benar, sifat seseorang itu berubah setiap tiga tahun? Atau setiap terbentur dengan suatu permasalahan?
“Gue dulu waktu jatuh cinta pertama kali, sering banget kayak deg-degan, senyum-senyum sendiri, ketawa-tawa sendiri, pipi gue juga sering banget merona berkali-kali. Menurut gue, pengorbanan Calief sekarang harusnya bisa lebih bikin gue se-expressive dulu” pikirku begitu, Sherly memang pendengar yang baik
“Hmm.. mungkin karena lo udah pernah dibikin kecewa, jadi lo sekarang menyembunyikan sifat lo yang expressive itu, karena lo takut kalo lo expressive nanti lo patah hati lagi. Terus sekarang lo jadi Alma yang pendiem dan mysterious? Bisa jadi kan?” Sherly benar, aku sekarang lebih menutup diri untuk tidak se-expressive seperti dulu. Tapi bukan berarti aku tidak menyukai Calief, aku suka dia yang Perhatian, aku suka dia yang penyayang akupun merasa nyaman jika Calief ada disampingku.
“Bener sih.. tapi menurut lo apa gue harus jadian sama Calief?” Itu pertanyaan yang membuat diriku kebingungan. Aku hanya minta saran saja dari Sherly, karena menurutku dia paham betul soal cinta-cintaan. Bahkan dia bisa bertemu dengan lima lelaki yang berbeda dalam satu hari.
“Calief… setau gue, dia zodiac nya taurus. Menurut gue, lo harus hati-hati sih. Karena, taurus itu kalo udah sayang pasti bakal sayang banget. Tapii… sedikit tempramen. Gak semua taurus kayak gitu sih, kan yang tau Calief lebih dalam juga lo sendiri. Dan cuma lo al yang bisa memutuskan, mau pacaran sama Calief atau enggak?!!” Benar, yang diucapkan Sherly selalu menjadi masukkan baru untukku. Meskipun ujungnya. Yang bisa menjawab itu semua hanya diriku.
Langit dari luar jendela terlihat begitu indah, gradasi dari warna jingga yang membuat sore itu terasa lebih hangat. Badanku juga sudah mulai sehat. Sherly pamit untuk pulang, dia membiarkan aku istirahat, agar besok bisa beraktivitas seperti biasa.
Aku mengantarkan Sherly sampai depan pintu kamar kostan ku saja, setelah kami membuka pintunya. Lagi-lagi terlihat Calief yang baru saja ingin mengetuk pintuku.
“Eh, Calief. Udah kangen aja nih gue liat-liat” ledek Sherly sambil tertawa tipis.
“Gue mau mastiin aja, alma udah makan lagi atau belum. Gue bawain makanan sama cemilan soalnya buat lo sama Alma” jelas terlihat Calief datang tanpa tangan kosong
“Yaaah.. gue mau pulang, kalian aja deh makan berdua gue balik” Sherly menepuk bahu Calief sambil tersenyum
“Gue udah beli 3 porsi inii, lo bawa balik aja ya” paksa Calief sambil mengeluarkan satu kotak makanan untuk Sherly. Dia bukan hanya baik padaku, tapi juga baik ke teman-temanku.
“Haha yaudah kalo maksa, lumayan buat dikosan” ujar Sherly, lalu dia pamit.
Sisa aku berdua saja dengan Calief, aku menatap matanya dan tersenyum. Sambil bilang “thank youu ya Cal. Sorry udah ngerepotin banget” dia malah tertawa “gak ngerepotin sama sekali” jawabnya.
“Aku bawain kue tiramissu kesukaan kamu, tapi sebelum makan itu, kamu harus makan nasi dulu” dia membuka isi dalam paperbag nya ada banyak sekali makanan disana rupanya
“Aku langsung sehat nih kalo dikasih ginian terus” ujarku, kami tertawa.
Malam ini, menu makanan yang dibawa Calief adalah Wingstop favorite ku tidak lupa nasi nya. Kami makan sangat lahap. Setelah makanannya habis, aku menagih janji Calief
“Udah boleh dimakan belum tiramissu nya?” Tanyaku tersipu malu.
“Aku kira kamu udah kenyang hahaha, bener kata mama, kalo orang sakit makannya banyak” berani-beraninya Calief menertawaiku
“Aku kira tadi kamu pulang karena aku bilang kita gak jadian” aku memecah tawa Calief, sebenarnya ingin tau juga kenapa tadi wajahnya berubah lalu tiba-tiba pergi begitu saja.
“Nggak kok, aku emang pengen pulang aja. Belum mandi, bolos ngampus, yakali mau disini terus” ujarnya, tertawa.
“Kalo soal jadian, kan aku bilang aku gak mau maksa. Yang penting aku minta waktu kamu untuk kenal aku lebih jauh” jelasnya, tatapannya semakin tajam menatapku.
Aku segera bangun dari dudukku dan pergi kemamar mandi untuk mencuci tangan, tanganku kotor karena habis makan. rupanya Calief menyusulku dari belakang, setelah seselai mencuci tangan. Tiba tiba Calief menatap mataku, wajahnya mendekat kearahku membuatku bersandar pada tembok kamar mandi.
Semakin mendekat wajahnya hingga bibir kamipun akhirnya bertemu. Kali ini kami bercumbu, lumayan lama sampai Calief memelukku seolah jiwaku ikut bersatu. Berkali-kali dia mengusap punggungku, tangannya berjalan dari arah punggung, hingga mengusap pipiku.
Calief cukup kuat untuk menggendongku, sampai akhirnya Calief membaringkanku ke atas kasur. Posisinya kala itu Calief berada diatas tubuhku, masih dengan ciuman yang enggan berhenti itu. Tangannya kini berjalan dari pipiku, turun ke leher, jemarinya lembut sekali membuat ku merinding diusapnya. Calief senang sekali mengusap perut bagian bawahku, membuatku sempat salah rasa malam itu.
Ditengah keasikan kami yang sedang menikmati ciuman itu, aku dan Calief dikagetkan dengan suara pintu dan; “alma,” suara Sherly yang tiba-tiba membuka pintu kamarku tanpa mengetuknya lebih dulu.
“Eh.. sorry sorry..” dia menutupnya lagi, aku dan Calief berusaha menahan malu meskipun sambil tertawa saat itu.
Aku bangun dari posisi tidurku, dan menghampiri Sherly yang menungguku diluar kamar. wajahnya tersenyum malu, tapi aku lebih malu daripada itu. “Sorry hehe” dia tersenyum “it’s okay” jawabku, mengangguk. “Charger gue ketinggalan al. Gak mungkin kan gue ngebiarin handphone gue mati semaleman” ujar Sherly, ternyata itu alasan dia balik lagi kekostan ku. Ussai sherly memgambil chargerannya, dia kembali pulang.
Aku dan Calief masih diruangan yang sama. Kami berdua saling tatap malu.
“Al.. kita jadian aja yuk” Calief memecah kesenyuian malam itu.
“Kenapa kamu ngajak jadian?” Menurutku setiap perkataan harus punya alasan.
“Rasanya aku gak pernah bosen buat ketemu kamu setiap hari. Kalo gak jadian, aku khawatir ada orang lain yang deketin kamu” yang aku harapkan, itu bukan cuma sekedar alasan agar membuat dia merasa tenang.
“Aku juga ngerasain hal yang sama Lief, kita coba jalanin bareng-bareng ya” ujarku, mengusap pipi Calief. Nampaknya, dia sangat senang mendengar jawabanku. Tawanya nya lebar sekali malam itu. Sambil mencubit gemas pipiku dan memelukku.
Pada akhirnya, aku kalah. Aku yang tadinya enggan untuk memulai sebuah kisah, ternyata harus pasrah.
Mengenal Calief merupakan sebuah cerita baru untukku. Meskipun saat itu aku belum tau, apa yang akan terjadi pada hubungan ini. Tidak ingin menebak-nebak, aku berusaha saja mengikuti alurnya. Yang aku tau saat itu, pikiranku sudah jauh sekali dari masalalu. Makannya, aku berani membuka hatiku untuk Calief. Setelah hampir dua tahun berpisah dari Tama.
Pada cerita selanjutnya, kisah cintaku akan berbeda. Tunggu saja.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments