Adaptation Phase III

Setelah Tama mengantarkanku pulang dan pamit kepada kedua orang tuaku. Tiba-tiba saja malam itu ayah ingin mengajakku berbicara diruangan kerjanya. sebenarnya aku sudah memikirkan apa yang akan dibicarakan oleh ayah, tidak jauh soal hubunganku dengan Tama.

“Alma, kalau ayah boleh tau. Tama itu siapa? Kawan dekat kamu? Atau kawan biasa?” Aku tau pertanyaan Ayah menjuru kearah mana, mungkin dia mau tau Tama pacarku atau bukan. Ayah bertanya dengan nadanya yang lembut. “Kayaknya sih temen deket yaah, aku udah boleh pacaran kan yaaah?” ayah diam sejenak “ayah gak larang kamu kok.. ayah cuma mau mengingatkan saja, umur kamu masih muda. Jangan jatuh cinta terlalu dalam. Jatuh cinta sewajarnya saja, dan harus selalu punya rasa ikhlas dalam diri kamu untuk menerima apapun yang akan terjadi nanti” aku diam sejenak, berusaha mencerna apa yang ayah ucapkan “kamu juga harus bisa jaga diri, jangan sungkan cerita sama ayah dan ibu” ayahku bersuara lagi, aku masih terdiam. “What that means, thats a green sign?” Tanyaku untuk memastikan lagi, apakah aku benar boleh pacaran dengan Tama “selama Tama bisa jadi support system kamu, I cant do anything. But remember! Take care yourself by yourself! Ayah gak mau kamu terluka” begitu jawabnya, sambil mengusap kepalaku. hatiku pun lega dibuatnya. Aku tidak perlu menyembunyikan apapun dari orang tuaku soal hubunganku dengan Tama.

...****************...

Dulu kami bisa melalui empat bulan, lima bulan, enam bulan bahkan sampai satu tahun dengan penuh kebahagiaan, hampir semua hal baik dari diri Tama mulai aku pahami. Namun pada bulan ke enam rupanya sedikit demi sedikit aku mulai mengenal sisi lain dari Tama yang mungkin memang harus aku ketahui.

Yang kuingat hari itu adalah hari dimana aku dan Remi ditugaskan oleh guru kami untuk berkunjung ke Villa yang nantinya akan jadi tempat acara perpisahan sekolah. Karena ujian nasional sudah selesai. Sepulang sekolah Remi mengajakku kerumahnya untuk mengambil mobil milik ayahnya. Sesampai dirumahnya, aku hanya duduk sebentar, minum lalu langsung pergi ke puncak dan mengunjungi Villa tersebut.

“Sorry ya, lo jadi mampir dulu kerumah gue” ujar Remi setelah kami masuk kedalam mobilnya “its okay” jawabku tersenyum “dari pada naik motor nanti lo kehujanan, terus sakit, yang ada gue yang diomelin Tama nanti” aku sempat tertawa mendengarnya “dih malah ketawa” sahut Remi “haha yakali Tama ngomelin lo, gak mungkin lah” jawabku.

Sepanjang perjalanan aku tidak banyak bicara karena fokus pada ponselku yang sedang berbincang bersama Tama disana

Alma : sayang, aku jalan dulu ya. Mau cari Villa. Disuru sama Pak Guntur

Tama : oke. Take care syg. Kamu sama siapa?

pesan Tama masih enak untuk dibaca

Alma : Sama Remi

Tama : harus Remi?

Kali ini aku menciptakan intonasiku sendiri lewat pesan yang dikirimkan oleh Tama. Terbaca olehku, nada suara Tama cukup kesal.

Aku terdiam sejenak setelah membaca pesan dari Tama. Lalu memandang ke arah Remi. Memastikan apa yang salah dari Remi. Lalu, Remipun menatapku kebingungan “kenapa al?” Begitu pertanyaannya. “Gapapa”. Jawabku dan kembali fokus pada chatku bersama Tama

Alma : yaa.. mau gimana lagi, aku ditugasinnya buat pergi sama Remi.

Tama : Pak Guntur yang nugasin?

Alma : iyaaa

Tama : berdua doang?

Alma : iyalah Tam, mau sama siapa lagi

Tama : perginya naik apa?

Alma : Mobil bokapnya Remi

Tama : kok aku khawatir ya,

Alma : Khawatir?

Tama : iyalah, kamu jalan sama cowok selain aku

Alma : Tam, Remi tuh temen aku dari kelas 1. Kamu juga bukannya udah kenal Remi? Dia anak motor juga kan?

Tama : iya, justru karena aku tau dia dan dia anak motor juga.

Lagi-lagi, pandanganku kearah Remi. Mencari apa ada yang salah dari Remi. “Al?? Are you ok?” Dahi Remi mengkerut penasaran, setelah beberapa kali aku menatapnya “Rem, lo kenal Tama kan?” Tegas tanyaku “ya, cuma tau ajasih. Tapi gak deket. Kenapa gitu?” Aku tau Remi pasti penasaran dengan pertanyaanku “gapapa sih, emang wajar ya kalau pacar tuh marah ketika tau ceweknya jalan sama cowok lain meskipun cowok itu temennya?” Tanyaku yang masih awam karena lagi-lagi Tama adalah orang pertama yang berani membatasi pertemananku “hahaha kenapa emang? Tama marah sama gue? Gak masuk akal sih. Kita kan disuru pak Guntur buat cari Villa” jawaban Remi cukup masuk akal kala itu, Tama seharusnya tidak perlu khawatir.

Alma : ya gak perlu khawatir dong, inikan tugas dari pak Guntur. Dan Remi juga temen aku.

Tama : ok

Pertama kalinya dalam sejarah, chat Tama berubah. Kalimatnya jadi lebih sedikit. Padahal waktu itu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari pertemanan aku dan Remi.

Betul saja kata Remi. Kalau pakai motor kita pasti akan kehujanan. Baru jalan beberapa menit, hujan sudah turun lumayan deras. Maklum ini adalah bulan September, sudah pasti dimulai dengan musim hujan

”benerkan, untung aja gak pake motor” ujar Remi masih sambil menyetir dari depan jelas terlihat petir saling bersautan “deres banget rem, lo yakin mau lanjut?” Tanyaku yang ragu karena hujannya cukup mengerikan “berhenti dulu kali ya..” jawab Remi yang sedang mengambil ancang-ancang untuk berhenti dipinggir jalan “villa nya masih jauh?” Tanyaku “15menit lagi sih” jawab Remi masih fokus mencari pemberhentian, namun kabut sudah semakin tebal, akhirnya Remi memutuskan untuk berhenti di depan mini market yang berada dipinggir jalan.

Suara hujan sangat deras terdengar dari luar mobil, kami berdua hanya terdiam dengan pandangan kosong ke arah jalan.

“Al. Lo nonton kissing booth gak sih? Gue kok tiba-tiba kepikiran bikin acara perpisahan kayak di film kissing booth ya” dalam keheningan yang cukup lama. Akhirnya aku mendengar suara Remi “haha.. gak mungkin lah Rem, yakali lo mau ciuman depan guru-guru” Remi memang satu-satunya cowok Blasteran Belanda dan Indo di sekolahku, tapi mana mungkin budaya yang ke Barat-Barat-an itu dapat di terima dilingkungan kami. “Yaa nggak ciuman juga dong Alma, kissing nya kita ganti jadi talking” Remi yang berusaha menjelaskan “manfaatnya apa bikin gituan?” Begitu pertanyaanku “yaaa.. biar semua orang bisa ungkapin perasaannya” aku menatapnya kebingungan. Dahiku mengkerut, lalu sedikit menertawai Remi “hahaha itumah emang lo aja, yang mau ngungkapin perasaan lo ke cewe tapi lo gak berani kaan? Haha” Remi ikut tertawa seketika menggelengkan kepalanya dan menyembunyikan mukanya yang sudah terlanjur malu “gak gitu lah Al, siapa tau ada yang suka juga sama gue tapi gak berani ngungkapin, who know yakan” jawab Remi, namun aku hanya tertawa mengejeknya, ditengah aku yang masih sedikit tertawa, tibatiba Remi bilang “atau mungkin, bisa jadi ada yang suka sama lo tapi gak berani juga buat ngungkapin” tawaku masih tersisa sedikit, lalu menatap wajahnya “what?? Kalopun jadi bikin Bilik Talking booth. Gue gak akan masuk kebilik itu sih Rem, gue gak mau tau juga siapa yang suka sama gue. Karena gue udah punya Tama” jawabku tertawa dan sambil becanda, Remi terdiam dan tidak berkata lagi. Namun tiba-tiba saja dia menyalakan musik dan memutar lagu dari Elliot Smith — Between The Bars.

Setelah hujan sudah sedikit reda, kami melanjutkan perjalanan kami yang tersisa 15 menit itu. Mulai dari jalanan yang besar, kini jalan itu semakin mengecil lagi dan semakin tertuju pada satu Villa yang memang luas, pagarnya besar dan halamannya pun luas diselimuti dengan rumput hijau yang basah karena hujan. Remipun selesai memarkirkan mobilnya, lalu kami berdua turun untuk bertemu bapak penjaga Villa.

Kamipun berjalan mengelilingi Villa tersebut, melihat sudut demi sudut lokasi yang ada disini. Bangunannya cukup mewah, dengan nuansa Rustic yang membuat ruangannya terasa nyaman ditambah lagi ada kolam berenang dihalaman belakang. “Not bad, right?!” Sahut Remi sambil berjalan “yaa, I thought” jawabku yang berjalan disampingnya “you know, what? Pak Guntur bilang ini Opsi pertama. Masih ada Opsi yang kedua. tapi ini udah jam setengah enam. Menurut lo gimana? Mau check sekarang atau besok?” Besok memang hari minggu sih, tidak ada salahnya untuk dilanjutkan besok. Tapi.. “tapi Rem, bokap gue pernah bilang. Kalo ngerjain sesuatu itu gak boleh setengah-setengah, harus sampe tuntas. Gimana kalo kita selesaikan aja hari ini?” Malah itu saran yang aku berikan. Remi hanya menuruti apa yang aku katakan.

“Pake jaket nih, kedinginan kan lo!” Remi membuka jaket yang dari tadi dia pakai, Remi mungkin tau cuaca Puncak yang sedang berkabut akibat hujan deras, dan diapun tau Seragam SMA kami bahannya setipis apa. Aku langsung tersenyum dan memakai jaket milik Remi. “Thaankss” ujarku sambil tersenyum riang, Remi juga tersenyum.

Jarak antara Villa 1 dan Villa 2 memang tidak jauh hanya 20 menit saja. Aku punya waktu untuk tertidur sebentar, niat hati memang ingin tidur. Namun tiba-tiba ponselku berdering, bunyi video call dari Tama. Tanpa ragu, aku langsung mengangkatnya.

“Hai sayaaang” aku selalu menyapanya dengan riang. Kali ini dia tidak menjawab melainkan hanya tersenyum dari layar handphone ku

“Are you okay?” Tanyaku penasaran, karena sifatnya berbeda “kamu belum pulang?” Tanya Tama dengan nada yang lirih “belum, satu Villa lagi” Tama terlihat mengangguk saja

“tenang bro, Alma aman kok. Ini karena pak Guntur aja kasih gue tugas untuk pergi bareng Alma” aku kaget mendengar Remi yang tiba-tiba masuk dalam obrolan aku dan Tama. “Pak Guntur itu Om lo kan Rem?” Perkataan dari Tama yang lebih membuatku kaget, selama berteman dengan Remi aku malah tidak tau kalau pak Guntur adalah Om nya Remi. “Hah serius?” Tanyaku kaget “iyaa.. itu om Remi, semoga aja bukan akal-akalan lo ya Rem, ngajak cewek orang buat jalan dengan alasan disuru om lo” jujur saat itu aku kaget mendengar suara Tama yang lantang dan tegas. Tama langsung mematikan video call itu, sedangkan aku dan Remi hanya terdiam.

“Rem.. sorry ya” ujarku, merasa tidak nyaman dengan perbuatan Tama barusan. “Gapapa Al, kalo gue diposisi Tama dan tau cewek gue lagi jalan sama cowok lain. Gue juga akan ngelakuin hal yang sama kok” jawab Remi dengan santai, aku yakin yang santai hanya perkataannya saja. Saat itu aku lebih memilih untuk diam.

Setelah kami berdua selesai mengunjungi Villa kedua. Kamipun akhirnya pulang. Remi mengantarkanku sampai depan rumah, dan langsung pamit untuk pulang. Tidak ada yang perlu diceritakan karena saat itu kami berdua memang fokus untuk mencari Villa. Meskipun aku tau pikiran Tama pasti liar kemana-mana.

Betul saja, setelah sampai kamar dan aku menelpon Tama untuk yang ke tiga kalinya tetap tidak ada jawaban. Sampai akhirnya Tama yang menelponku.

“Tam? Kenapa sih?” Jujur baru kali ini aku merasa tidak tenang karena sifat Tama yang dingin tanpa suara.

“Kamu baru tau kalau pak Guntur om nya Remi?” Tanya Tama “ya emang baru tau” jawabku jujur “kamu gak ngerasa kalo Remi suka sama kamu?” Aku tertawa kesal mendengar perkataan Tama “hah? Kamu yang bener aja dong Tam! Aku sama Remi tuh temenan dari dulu sebelum aku kenal kamu!” Malam itu nadaku terdengar sedikit lebih tinggi dari biasanya “Alma! Aku cowok! Aku bisa tau mana buaya yang lagi caper sama cewek! Aku juga pernah diposisi Remi waktu aku coba buat deket sama kamu!” Ternyata suara Tama tidak lebih rendah juga dari suaraku “aku gak mau ya Tam, hal-hal receh kayak gini bikin hubungan kita jadi berantakan!” Sentakku dan langsung mematikan telpon dari Tama untuk pertama kalinya.

Malam itu adalah malam pertama kami bertengkar. Pertengkaran itu menurutku parah, karena Tama mulai berani untuk membentakku dengan nada tingginya. Aku memutuskan untuk menenangkan diri satu sama lain. Membiarkan Tama untuk menikmati waktunya sendiri. Dan aku juga sendiri. Tapi rupanya, hal itu hanya bertahan satu hari. Keesokkan harinya, Tama kembali menghubungiku dan minta maaf atas perbuatannya kemarin. Satu hal yang aku sadari the others of Tama, Unlocked. 🔓

Tama : maaf, aku emosi semalem. Aku khawatir aja, apalagi kamu cuma berdua perginya.

Begitu isi chat dari Tama yang aku baca setelah bangun dari tidurku. Banyak sekali pertanyaanku pagi itu. Apa benar, yang Tama lakukan semata karena dia menyayangiku? Apa wajar, nadanya yang tinggi mulai terdengar masuk ketelingaku? Apa semua hubungan seperti ini? Apa semua lelaki seperti ini? Membatasi pertemanan? Banyak pertanyaan yang akhirnya aku pendam sendiri. Aku memutuskan untuk melupakan kejadian itu. Dan kembali seperti sedia kala saat bersama Tama. Seolah tidak terjadi apa-apa kemarin.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!