Dibulan ke empat, ada sesuatu yang Hilang yang tidak bisa kutemukan hari itu. Tama tidak mengirimiku hadiah. Padahal hari itu aku sudah mengirimkan hadiah ke Tama berupa Sweater, Tama bilang cuaca Bandung lagi dingin-dinginnya.
“Aku ngirim paket looh, udah kamu terima belum?” Tanyaku diujung telpon “aku lagi gak di kostan, nanti yaa kalo aku dikostan aku buka paketnya” jawabnya agak dingin, suaranya terdengar beda hari itu. “Kak.. ada paket tuh didepan” sahut Bibi yang tiba-tiba menghampiriku “kamu ngirim paket ya?” Tanyaku pada Tama masih diujung telpon “Bi bawa sini aja paketnya” masih berusaha menanggapi omongan Bibi yang sempat memudar “gak bisa atuh kak beurat da paketna” jawab Bibi dengan logat sundanya.
Masih dengan telpon yang menyala, akupun berjalan keluar rumah memakai kaos, celana pendek dan muka bantal karena belum mandi. By the way itu hari sabtu. Aku tidak mengira kalau Tama akan berdiri didepan rumahku sambil membawakan Balon hellium dan boneka yang sebesar tubuhnya. Tidak salah jika senyumku lebar hari itu.
“Tam. Seriously? I haven’t showered yet” ujarku masih diujung telpon dan dari jauh aku melihat Tama dengan tawanya yang terdengar dari dalam telpon “surprise” dia tertawa ditengah jantungku yang sudah tidak berirama. Yesss im dying because of him. Dia membuatku tidak bisa berkutik. It’s like, Ive been falling love every time.
Di bulan ke empat ini, rupanya aku tidak bisa lagi menyembunyikan hubunganku dari ayah dan ibu. Karena ketika Tama datang, pas banget ayah dan ibuku baru juga pulang kerumah karena habis belanja bulanan berdua.
“Oh pantes gak mau ikut ibunya belanja” sahut ibuku, sambil membuka pintu pagar rumah beserta ayahku yang masih didalam mobil karena harus parkir terhalang mobil yang dibawa Tama.
“Aku aja gak tau kalo Tama mau kerumah” jawabku, kala itu masih malu-malu.
“Sini masuk Tama” teriak ibuku dan Tama pun mulai membuka sepatunya dan masuk kedalam rumahku. Untuk yang kedua kalinya. Tapi kali ini Tama datang kerumahku sebagai Pacar.
“Oh ini Tama yang sering diceritain ibu?” Begitu tanya Ayah “kata ibu dia kuliah di ITB sama kayak ayah?” Bisik ayahku, namun Tama masih bisa mendengarnya “iya om, salam kenal om, seneng bisa ketemu alumni hehe” jawab Tama dengan gesture nya yang sedang mencium tangan Ayahku untuk yang pertama kali. By the way, ini adalah kali pertama aku mengenalkan pacarku ke ayah dan ibu.
“Mandi sana, aku mau ajak kamu jalan” bisik Tama, akupun tersenyum dan langsung menuruti apa yang diperintahkan Tama. Meskipun Ayah nampaknya sangat sibuk mengintrogasi Tama yang kukenalkan sebagai teman spesialku yang pertama ini.
Tama lagilagi adalah orang pertama yang aku kenal dengan kesabarannya yang luar biasa. Tama bahkan tidak ngomel sedikitpun walau dia telah menungguku selama 2 jam untuk mandi, catokan, dandan. Setelah selesai, dia hanya tersenyum menatapku yang sudah cantik.
“Maaf lama hehe” aku tersenyum bersalah, aku tau dia mulai bosan karena bingung ingin ngobrol soal apalagi dengan ayahku. “Lama? Nggak kok” jawaban yang berbohong.
Sedikit kaget karena kali ini kami tidak naik kereta ataupun motor melainkan Tama membawa mobil “looh? Kamu bawa mobil?” Tanyaku sedikit kaget “iya.. minjem sih punya Ayah. Aku bingung kalo gak bawa mobil, bawa bonekanya gimana” iya juga sih, pikirku. “Terus mau kemana?” Tanyaku “udah pokoknya kamu ikut aja” kebahagiaan nampak terlihat di wajahnya, kala itu aku hanya mengikuti instruski dari Tama.
Dalam perjalanan, dia sengaja mengecilian volume lagu karena ingin mengobrol bersama ku “kamu bulan depan udah UN kan? Ada rencana mau lanjut kemana?” Tanya Tama ditengah perjalanan “masih bingung Tam, aku mau banget sebenernya kuliah di Bandung. Tapi otak aku mampu gak ya?” Jawabanku kala itu hanya keraguan “aku dan ayah tuh beda Tam. Ayah pinter banget. Dan aku juga kurang tertarik di dunia mathematics” pandangan Tama fokus ke jalan meskipun sesekali dia mengusap tanganku tanda sayang “ambil jurusan yang sesuai sama passion kamu, kamu seneng theater kan? Coba ambil Sastra, atau ilmu komunikasi. Siapa tau kamu nanti bisa bikin film”
Tama selalu tau apa yang aku suka. Dia benar-benar mengenalku sedetail itu. “Emang kamu yakin passion aku disitu? Liatnya darimana?” Tanyaku bukan ragu, melainkan ingin tau “kamukan suka theater, suka banget denger musik, kadang kamu bikin lirik sendiri, suara kamu juga bagus mirip Raisa. Kamu kurang ambisius aja” ujarnya tertawa tipis sambil menatapku “haaaaah? Kurang ambisius?” Aku menyipitkan mataku kearahnya “kamu liatnya darimana aku kurang ambisius?” Tanyaku sedikit kesal, karena menurutku, aku ini se ambisius itu.
“Pas kamu ketinggalan kereta hahaha, kamu gak ambisius untuk naik” aku cemberut mendengar jawabannya “bukan gak ambisius Tam, aku gak tega liat orang rebutan buat naik. Yaudah, aku ngalah aja” jawabku sedikit sendu “it’s okay, kamu hatinya baik berarti tapi dunia itu jahat Alma. kalo kamu kebanyakan ngalah, kamu gak akan bisa dapetin apa yang kamu mau” dulu aku berpikir kalau Tama yang jahat, karena dia egois. Namun setelah aku tumbuh dewasa aku mengerti dunia memang sejahat itu. Mengalah hanya membuat kita semakin terlihat lemah. Tama banyak mengajarkanku soal hidup dan bertahan hidup.
Tama mengajakku ketempat pertama kali kita nge date. Yups, puncak. “Selain aku punya tanggal bersejarah, kamu juga udah bikin aku punya tempat bersejarah” suara rem tangan yang terdengar ketika Tama selesai memarkirkan mobilnya “aku udah nebak sih kamu bakal ajak aku kesini” akupun tersenyum tipis, tidak sabar ingin segera turun dan mencicipi jangung bakar yang sudah aku idamkan dari kemarin. Ntalah puncak jagung bakarnya memiliki rasa yang berbeda daripada yang biasa Bibi buat dirumah.
Setelah duduk lagi ditempat yang sama Tama bilang “tempatnya masih sama, kita juga masih berdua. Semoga nanti kita kesini tempatnya masih seperti ini dan aku masih sama kamu terus” setelah beberapa tahun berlalu, aku pernah kembali lagi ke tempat itu, namun sendiri. Tempatnya sudah berbeda. aku ingat harapan Tama kala itu, yang membuatku tersenyum. Perkataannya menghangatkanku, aku tidak pernah membayangkan jika Tama tidak pernah ada dalam hidupku. Mungkin aku tidak akan mengenal dunia. Kalau saja Tama tau, sudah sepuluh tahun berlalu tempat bersejarah itu sudah tidak ada. Sama seperti kita.
“Jadi gimana? Kamu udah kepikiran untuk kuliah Di mana?” Pertanyaan Tama mengajarkanku kalo hidup itu harus punya tujuan yang jelas. Tama tau aku terlalu santai, padahal bulan depan sudah mulai ujian nasional.
“Jusurusannya mungkin aku udah tau sih, aku mau ambil. Ilmu komunikasi” jawabku ditengah cuaca yang semakin malam semakin dingin “kenapa?” Tanya Tama lagi, seolah aku harus yakin dengan keputusanku. Tama mengajarkanku cara mengambil keputusan secara cepat dan rasional “aku sepertinya punya bakat menulis, dan pengen jadi produser film. Ilkom kan bisa ambil jurusan jurnalistic atau broadcasting lagi kan? Interesting” Tama tersenyum tipis mendengar jawabanku.
Dia menuliskan pesanannya, tanpa bertanya padaku seolah tau isi kepalaku sedang ingin jagung bakar “how did you know?” Tanyaku penasaran setelah membaca tulisan Tama yang sudah memesankan jagung bakar untukku “apa yang aku gak tau?” Jawabannya ngeselin, “ada tambahan lagi gak selain ini?” Tanya Tama lagi, aku hanya menggelengkan kepala seolah yang dia tulis sudah mewakili pikiranku.
“Kok kamu bisa sih Tam tau apapun soal aku?” Tanyaku penasaran saat itu “tau dong, kamu suka makanan pedes, bakso, pizza, richesse factory level 4, mie hot plate level 4, suka banget sama duren, minumnya harus air putih, ukuran spatu kamu 38, kamu suka warna merah, putih, abu, hitam, paling gak suka warna kuning, makanan yang paling sering kamu beli kalo lagi istirahat lumpia basah depan sekolah, bekel nasi pake nugget bikinan bibi, infuse water isinya irisan lemon dan jeruk, sukanya baca buku, buku yang lagi kamu baca another story of ruth, pulang sekolah sukanya main, abis main senengnya tidur, kamu seneng tidur bareng kucing kamu Snowy, kamu paling males kalo hari senin, terus paling gak suka dibangunin kalo lagi tidur” sepanjang Tama berbicara, aku tertawa. Aku yakin kalau hanya aku wanita yang dimiliki Tama saat itu. Karena kalau Tama punya wanita lain, dia tidak akan selihai itu menyebutkan semua kesukaan dan kebiasaanku.
“Kalo kamu, apa yang kamu tau soal aku?” I thought, that’s not a hardest question. I can answers that “kalo kamuuu.. sukanya main futsal, gak suka pedes, gak suka duren, gak suka sama kucing juga karena takut dicakar, suka warna biru, suka motor triumph, hidup kamu tuh selalu punya tujuan, selalu jelas, selalu direct, kamu selalu menghargai aku sedetail itu, kamu act of service banget orangnya, aku gatau ukuran spatu kamu. Maaf aku cuma tau itu, yang aku mau untuk saat ini aku gak mau bikin kamu kecewa” aku memang tidak se detail Tama, untuk tau soal Tama aku hanya perlu melihat diriku dari sisi yang berbeda. Karena apa yang sangat aku suka Tama tidak suka.
Kembali dalam perjalanan menuju Rumah, karena Ayahku berpesan untuk tidak pulang terlalu malam. Aku sempat tertidur didalam mobil, dengan tangan kiri Tama yang kugenggam. Akupun terbangun, Setelah aku merasa kalau mobilnya sudah berhenti. Tama tidak membangunkanku, dia tau kalau aku mudah tidur dan mudah juga untuk bangun “hmm udah sampe” aku meregangkan tubuhku sejenak “udah sayang, gih kamu pulang, cuci muka, tidur. Makasih udah terus sama aku sampe 4 bulan ini” begitu ujarnya sambil mengusap lembut pipiku. Saking heningnya malam itu, aku merasakan kalau detai jantung Tama semakin kencang. Wajah Tama mulai mendekat kearahku, kali ini jarak antara bibirku dan bibirnya hanya 1cm, mata kami saling menatap. Jika Tama menciumku, this is gonna be my first kiss. Ternyata, malam itu dia tidak jadi mencium bibirku melainkan pipiku yang baru saja dia usap barusan. Tetap saja, jantungku masih belum stabil. “Aku malu” aku menutup wajahku yang mulai merah sehabis dicium olehnya “i’m sorry” Tama pun tampak nya malu “it’s okay, but this is my first time” aku membuka wajahku dan menatap matanya “I love you Tam” begitu ujarku, dan mencium pipi Tama dan kembali malu-malu setelahnya.
Ini adalah kisah cinta anak remaja kala itu, yang aku tau Tama mampu membuatku dimabuk asmara. Not drunk of an alcohol.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments