Sudah hampir satu tahun, aku dan Tama tidak saling bercengkrama. Meskipun terkadang, aku masih sering melihat social media milik Tama yang photo profile nya tidak pernah ganti masih bersama ku. Sudah tiga bulan terakhir Tama juga jarang sekali mengirimkan pesannya padaku. Bukan.. bukan aku menunggu-nunggu pesan darinya, tapi heran saja. Biasanya dia selalu mengangguku dengan ribuan pesannya.
Tidak, aku tidak menjalani hubungan apapun dengan siapapun, aku santai saja menghabiskan massa kuliahku bersama teman-teman.
In my golden age era, aku harus menikmati masa muda yang indah ini. Tidak harus merasakan patah hati, kecewa, tertekan, bersedih, apalagi bergantung pada harapan yang tak pasti.
Hari sabtu jadwal kuliahku memang hanya sampai jam 10 pagi saja, kami pulang cepat hari itu. Setelah matakuliah berakhir Sherly berkata padaku;
“Al.. temenin gue dong, gue mau blind date sama cowok. Dia ngajak Swimnight nanti malem, kalo sendirian gue takuuut” begitu kata Sherly ditengah aku yang sedang memasukkan Binder, pulpen dan peralatan tempur kuliahku
“Hah? Blind date ngajak renang? Yang bener aja? Lo kenal dimana?” Sedikit terkejut, ketika Sherly memperlihatkan aplikasi Tind*r lewat handphone nya, aku hanya menggelengkan kepala saja
“Please ya Alll.. gue gak punya temen lagi tau selain lo” kalau Sherly sudah pakai senjatanya, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Walaupun aku tau teman Sherly banyak, tapi yang people pleaser ya cuma Alma.
“Gue gak mau sendiri! Males banget jadi nyamuk!” Ujarku kesal, meskipun setelahnya aku sadar yang tidak punya banyak teman, ya Aku.
“Iya lo ajak temen lo ajaa. Temen lo kan banyak. Gue tuh males kalo pergi sama Fanny. Lo tau kan dia selalu minjem duit gue kalo kemana-mana” lanjut Sherly, sepanjang perjalanan mulutnya tidak berhenti berbicara
“Gue gak janji ya sher, kalo ada yang mau nemenin sih gue ayo” ujarku, masih sambil berjalan
ditengah perjalanan lagi-lagi aku bertemu dengan Adam. Memang setiap hari sabtu kelas kita sebelahan, jadi wajar saja jika selalu bertemu.
Aku melihatnya yang sedang ngobrol dengan teman lelakinya yang lain, Adampun seketika menatap kearahku sambil melambaikan tangan. Mungkin dia merasakan kalau aku sedang memperhatikannya. Adam berjalan kearahku, “nah, lo ajak dia aja Al” seraya Sherly yang terus berbicara.
“Tuhan memang selalu punya cara untuk mempermudah umatnya. Bener kan al?!” Sherly terus berbicara.
“Udah kelar kelas al?” Pertanyaan itu keluar dari mulut Adam setelah dia berhenti tepat dihadapanku, “udah, ehh.. kenalin ini Sherly temen gue” akupun memperkenalkan sherly, adam hanya tersenyum ramah dan mengangguk saja “Sherly” terlihat sambil menyodorkan tangannya, mereka berjabatan tangan, “Adam” lalu tersenyum.
Kami berjalan bertiga sambil membicarakan obrolan basa-basi soal perkuliahan yang sebenarnya membuatku penat, harusnya jika jam pelajaran sudah berakhir kita tidak harus membicarakan itu setelah pulang kuliah, kan? Makin pusing saja otakku jika membicarakan pelajaran. Apalagi mata kuliah tadi adalah matematika.
“Eh.. eh.. dam lo nanti malem ada acara gak?” Sherly nampaknya tau kalau aku sudah muak membicarakan soal mata kuliah, tapi aku juga paham arah obrolan Sherly akan kemana.
“Hmm belom ada sih, kenapa emang?” Tanya adam “lo ikut kita aja mau gak? Gue sama Alma mau renang nanti malem” betul saja dugaanku, Sherly memang juara. Adam langsung menatapku, sedangkan aku?! tersenyum, naif.
“Gue sih ayo aja, emang alma ngebolehin gue ikut?” Matanya masih memandangku “boleh doong, kalo gak sama lo sama siapa lagi. Iyakan al?” Tanya Sherly, aku hanya mengangguk saja. Demi membuat Sherly seneng.
“Eh al.. gue kekamar mandi dulu yaa kebelet banget. lo langsung kekosan aja nanti gue nyusul” ditengah perjalanan, Sherly tiba-tiba pamit dan meninggalkanku jalan berdua dengan Adam.
Agak awkward setelah ditinggal Sherly. Aku khawatir Adam mikir yang bukan-bukan soal ajakan ini “sorry yaa.. Sherly tiba-tiba ngajakin lo gitu” ujarku, masih agak canggung “gapapa, gue juga bingung nanti malem mau ngapain selain main game. Tapi lo gapapa? Kalo gue ikut?” Nadanya terdengar malu—malu tapi Mau.
“Ada juga gue yang nanya, emang lo gapapa kalo ikut?” Berbeda denganku yang tidak enakan “gapapa al, lo mau balik? Gue anter ya” kami masih berjalan, “gausah, kosan guekan tinggal jalan kaki” ujarku, “yaa.. gapapa, gue jalan kaki disebelah lo, biar lo gak sendiri” Adam, selain act of service. Dia juga pandai merangkai kata, mungkin kalau aku bukan Alma, aku akan terpesona dengan apa yang sudah Adam lakukan. Hanya saja, saat itu aku adalah Alma dengan pandangannya tentang cinta yang sudah tidak sama.
“Gausah dam, lo capek nanti kalo jalan kaki. Mending prepare aja buat nanti malem” aku menepuk bahunya, kami masih sambil berjalan “yaudah, gue jemput lo dikosan ya. Nanti kita perginya bareng” Adam memang begitu, dia selalu nurut dengan apa yang aku ucapkan. Tidak memaksaku. “Oke” jawabku mengangguk, kamipun akhirnya berpisah. Adam belok kearah parkiran. Aku belok kearah pintu keluar kampus.
Setelah berjalan kaki cukup panjang, akupun akhirnya sampai dikamar kostan ku yang ukurannya tidak begitu besar. Mungkin 3x4, dengan single bed dan kamar mandi didalam. Rasa lelah ini membuatku ingin rebahan sejenak dan memejamkan mata. Lelah karena hari ini aku memikirkan banyak hal.
Kalian pernah gak sih? Sudah tidak ada hubungan dengan seseorang, sudah tidak pernah komunikasi sekalipun, tapi rasa penasarannya selalu menghantui? Selalu ingin tau bagaimana kabarnya? Sedang apa? Dan bersama siapa? Itu, yang aku rasakan. Setelah beberapa pesan dari Tama ikut hilang bersama Jiwanya.
Berusaha memejamkan mata pun rasanya aku ingin mengintip social media milik Tama. Ternyata, tidak ada yang berubah. Dia masih menggunakan foto profile bersamaku. Kenapa sih? Apa yang membuatnya tidak ingin mengganti foto profile nya itu? Membuatku resah saja! Dia masih aktif beberapa menit yang lalu, tapi kenapa tidak mau mengganti foto profile nya? Ah sudahlah.. jangan sia-siakan waktu satu tahun yang sudah berusaha melupakannya hanya untuk kembali padanya.
...****************...
Suara berisik dari handphone ku membuat aku terbangun dari tidur. Ternyata berkali-kali Sherly menelponku, akupun tidak sadar saking lelap tidurku siang itu.
“Hah kenapa sher?” Masih setengah mengantuk
“Ih.. kok kenapa, ini udah jam 6 malem. Lo mau cabut jam berapaaa?” Suara Sherly dari ujung telpon membuatku kaget. Apa iya, aku tidur selama itu?
“Hah? Yaudah iya dikit lagi gue jalan” aku langsung mematikan telpon nya dan segera packing.
Sherly bilang kami akan berenang malam ini, aku membawa pakaian renangku dan baju ganti. Aku tidak perlu mandi.
Setelah selesai prepare. Aku segera menghubungi Adam, untuk menjemputku
“Jadi kan dam?” Tanyaku setelah Adam mengangkat telponnya
“Gue udah di ruang tamu kosan lo dari tadi” ternyata, memang semua cowok mampu kok menunggu cewek berjam-jam. Bukan hanya Tama, dulu aku berpikir hanya dia yang mampu menungguku berjam-jam, nggak juga tuh!
“Hah? Emang iya??? Duh.. sorry.. sorry gue turun” tanpa basa-basi aku langsung turun ke arah ruang tamu yang ada dikost-an ku.
Terlihat dari kejauhan Adam yang sedang duduk menungguku dengan kaos hijau maroon serta celana pendek andalannya. Ntahlah setiap kali aku melihat tatto pada pergelangan kakinya, aku merasa bersalah sekali.
“Sorry ya dam.. dari jam berapa lo disitu?” Kali ini pertanyaanku bukan basa-basi.
“Kan tadi janjiannya jam 5 kan? Gue dari 16.30 udah sampe” Adam hanya tersenyum, meskipun berkali-kali aku merasa bersalah.
“Duh.. gue ketiduran banget tadi. Kebanyakan mikir kali ya, gara-gara matkul matematika” ini sebenarnya alasanku saja.
Kamipun langsung segera menghampiri Sherly dan Stranger nya yang ternyata sudah membelikan tiket masuk untuk aku dan Adam.
...****************...
Setelah sampai di kolam renang, aku melihat Sherly dari kejauhan yang sudah booking tempat duduk untuk kami berempat. Terlihat Sherly tidak sendirian disana, dia bersama pria yang rupanya cukup tinggi, juga putih, rambutnya agak ikal badannya lumayan berisi. Sepertinya lelaki itu memang atlet renang.
aku dan Adam masih berjalan, menghampiri mereka.
“Sorry ya Sher, im late” ujarku, sambil menaruh tas olahragaku yang berisi pakaian
“It’s okay babe. Kenalin, ini Tirta. Tir, ini temen gue Alma. Sama temennya, Adam” seraya Sherly memperkenalkan kita, Tirta langsung bangun dari duduknya. Selayaknya orang berkenalkan, kamipun berjabat tangan.
“Pantes ngajak berenang malem-malem. Namanya aja Tirta. Pengendali air haha” kala itu, yang mengerti becandaanku hanya Adam. Buktinya, cuma dia yang tertawa mendengar perkataanku
Sedangkan Sherly, mendecik kebingungan
“Apaansih al..”
aku pergi kekamar mandi untuk merubah pakaianku menjadi pakaian renang. Malam itu aku memakai swimsuit dengan rok mini perpaduan warna hitam dan abu. Lekukan badanku sangat terlihat jelas dengan baju renang ini, untung saja effect dari olahraga kala itu belum hilang. Badanku masih berlekuk dan berbentuk.
Setelah keluar dari kamar ganti, berbarengan dengan Adam yang juga keluar dari kamar ganti cowok. Dia memakai celana pendek renangnya saja. Kali itu, aku melihat jelas badannya yang benar-benar putih cina. Badannya pun sedikit berotot, aku suka otot yang tidak berlebihan seperti otot yang ada dibadan Adam. terlihat kekar, dan Manly. Apalagi tangannya, aku suka pria yang memiliki tangan dengan urat-urat yang sedikit menjalar, tidak berlebihan.
Ntahlah saat itu kami saling tatap satu—sama lain, terdiam. “Eh sorry” adam menutup dadanya, dan aku tertawa “haha gak usah ditutup juga kali, kan mau berenang” ujarku, menepuk lembut bahunya “haha iya juga ya.. malu aja” ntahlah setiap kali melihat tubuh Adam, rasanya aku ingin memeluknya. Dadanya lebar, tangan nya gagah. Sepertinya akan hangat jika dipeluk olehnya.
Sherly memandangi kami dari kejauhan, sambil tertawa sampai akhirnya ketika kami sudah mulai dekat Sherly bilang; “kenapa gak jadian aja sih kalian? You both too cute to be just a friends” dengan wajahnya yang gembira sekali melihatku bersama Adam “aku kira mereka pacaran” sambung Tirta “soon to be, perhaps” Sherly masih sambil tertawa.
Sedangkan aku dan Adam saling tatap dan canggung aja. Sesekali tersenyum.
“Gue mau berendem di air anget dulu deh” ujarku dan meninggalkan mereka.
Rasa hangat dari air ini membuat tubuhku lebih relax rasanya otot-otot yang tegang itu mulai kendur. Tenang sekali.
“Gue join disini ya, gak mungkin gue jadi nyamuknya sherly” sedang asik-asik menikmati air hangat. Tiba-tiba Adam ikut berendam disebelahku.
“Emang egois dia, tadi tuh gue dipaksa sama Sherly buat nemenin dia blind date sama si Tirta—Tirta itu” akupun akhirnya mulai membuka obrolan
“Jadi mereka baru pertamakali ketemu?” Aku hanya bisa mendengarkan suara Adam, sengaja aku memejamkan mataku. Aku merasa lebih tenang ketika mataku terpejam.
“Iya.. makannya tadi Sherly ngajak lo karena gue gak mau nemenin dia kalo sendirian” jawabku masih dengan mata yang terpejam
“Kenal dimana emang Sherly sama Tirta?” Aku bisa membayangkan Adam yang sedang berendam juga disebelahku, sambil memejamkan matanya.
“Dari tinder” jawabku
“Kamu gak nyoba main tinder juga?” Adam tertawa tipis diakhir kalimatnya, akupun ikut menertawakan omongannya
“Haha.. gak lah”
“Kenapa?” Adam terus bertanya.
“Gue gak suka aja menjalani hubungan yang gak jelas” jawabku, masih sambil memejamkan mata
Suara adam tidak terdengar beberapa detik “lo sendiri gak main tinder?” Kali ini aku yang bertanya
“Alesannya mungkin sama kayak lo, gak suka jalanin hubungan sama orang yang gak jelas asal-usul nya” begitu jawab Adam, aku mendengar suara air yang bergelombang. Dalam pikiranku, Adam berubah posisi. Karena sebelumnya suara airnya hening. Saat itu aku mataku masih terpejam.
“Setelah lo putus sama gue… gue sempet liat lo punya pacar lagi. Jangan-jangan sekarang lo jadi gak bisa buka hati, karena kisah cinta terakhir lo?” Bukan Adam namanya kalau tidak berhasil membaca isi kepalaku. Ntahlah terbuat dari apa otaknya. Bisa-bisanya memperhatikanku se detail itu. aku hanya pura-pura tertawa, berusaha mengalihkan pembicaraan
“Yeh.. malah ketawa. Gak semua lelaki sama kok al. Gak ada salahnya lo coba buka hati lagi”
“Kalo lo? Lo kenapa gak buka hati?” Pertanyaanku, seperti boomerang untuk Adam
“Gue gak mau buang-buang waktu sama orang yang gak gue mau. Gue juga belom siap kalo harus nambah tattoo lagi” adam tertawa di akhir kalimat.
“Emang dulu, lo anggap hubungan kita tuh apa?” Tanyaku, kali ini agak serius.
“Haha dulu gue anggepnya ya kita bakal pacaran sekali seumur hidup. Kayak nyokap sama bokap gue. Mereka pacaran selama 12 tahun dari SMA kelas 1, sampe mereka kuliah bareng, mereka lulus bareng. Sampe bokap gue memutuskan untuk jadi mualaf. Dari kecil Bokap selalu nge influence gue untuk menghargai dan menyayangi satu wanita aja. Makannya gue jadi lemah gini. Tapi sejak gue kenal sama lo, gue gak bisa memaksakan lo untuk tetap stay sama gue. Bokap bilang, jangan pernah maksa seseorang untuk memenuhi apa yang kamu mau. Bisa aja saat itu cuma gue yang seneng, tapi lo enggak. Makannya, gue biarin lo pergi. Biar lo menemukan kesenangan yang lo cari” kami diam sejenak. Ntahlah setiap kali mendengar cerita Adam, rasanya seperti aku sedang melihat diriku yang sedang kecewa karena Tama. Apa betul? Ini yang dinamakan hukum tabur tuai? Karena Faktanya aku tidak menemukan kebahagiaan yang aku inginkan, setelah putus dengan Adam.
Suara adam pun terdengar lagi “gue yakin, hidup ini sama kayak di film-film yang pernah gue tonton. Sequel nya akan sama, kita bakal ketemu lagi pada massa yang berbeda” aku fokus menyimak apa yang dibicarakan Adam.
“Kayak waktu pertama kali gue ketemu sama lo pas pendaftaran kuliah. Siapa yang sangka bakal ketemu lo disana” dia tertawa tipis
“That god’s plan, tuhan gak mungkin mempertemukan seseorang, kalau dia gak punya rencana lain. Pada akhirnya, pasti akan ada pelajaran ataupun pengalaman yang bisa kita ambil dari sebuah pertemuan” benar juga, perkataan adam malam itu membuatku ingin membuka mata dan menatap kearahnya yang sedang berendam tepat disebelahku dengan mata yang terpejam juga. Wajahku mendekat ke wajah Adam, mungkin hembusan nafasku terasa hangat diwajahnya sampai membuat Adam membuka matanya. Dan kaget melihatku sedang memandanginya dengan serius. Lagi-lagi aku salah tingkah.
“Al.. gue mesen wine nih” teriak Sherly yang berjalan kearahku.
Sherly melihat aku dan adam yang sedang sama-sama terdiam dan canggung
“Eh sorry.. I don’t mean to disturb you guys” ujar Sherly langsung membalikan badannya
“Gak kok” akupun langsung berdiri dan keluar dari jakuzi hangat itu. Menyusul Sherly dan berjalan disebelahnya
“Al.. lo kenapa gak balikan aja sih? Kalian tuh gemes taugak!” Malah Sherly yang kasmaran melihat aku dan Adam. Akupun mendecik “apasih”
...****************...
Setelah selesai berendam, kami berempat duduk dimeja pinggir kolam ditemani satu botol wine yang sengaja dipesan Sherly untuk menghangatkan. Kamipun minum dengan santai
“Sejak kapan kamu minum?” Tanya Adam
“Baru hari ini, kalo gak temenan sama Sherly kayaknya aku juga gak akan kenalan sama wine” jawabku, sambil memegang ujung glass wine di tanganku
“Dih bohong lo al.. alma pertama minum wine pas tanggal 01 November kemarin. Karena itu tepat hari jadian dia sama mantannya” Sherly tiba-tiba saja buka kartu, seketika membuatku malu. Aku melihat kearah Tirta yang sedang tertawa.
“Gue kira kalian tuh pacaran” ujar Tirta, menatap Adam lalu menatapku. Kami saling tatap, malu.
“Eh al.. lo tau Calief kan?” Untungnya Sherly mengganti topik obrolan,
“Hu’uh. Kenapa?” Tanyaku, masih diatas meja yang sama dan segelas wine serta beberapa cemilan
“Dia minta nomer lo masa, kasih jangan?” Sherly menunjukkan ponselnya yang sedang chattingan dengan Calief, si kakak senior yang sempat memberikanku karet ketika MOS waktu itu.
“Buat apa? Kenapa gak minta sendiri aja!” Sentakku, aneh. Ada apa tiba-tiba Calief meminta nomorku. Untuk apa pula? Gumamku dalam hati
“Dia bilang mau kenalan. Eh Calief ganteng by the way. Serious lo gak mau?” Nada Sherly terdengar seru sekali, aku menatap kearah Adam yang sedang senyum-senyum sendiri
“Kenapa sih dam?” Tanyaku mengalihkan obrolan Sherly, “gapapa” Adam meneguk wine nya meskipun mata sipit itu masih menatapku. Seolah ada beberapa pertanyaan dalam isi kepalanya.
“Gue heran sama si Alma, padahal menurut gue Tama gak cakep, gak baik juga. Kenapa lo gak move on sih al?” Sherly menatapku, dia membakar rokoknya. Sherly, she’s a chainsmokers.
“Duh! Lo bisa gak sih stop mikir kalo gue gak bisa move on. I’m already moved on, gue cuma gak mau pacaran aja. Kenapa sih sher?” Sentakku, sambil meneguk wine lagi
“Girls talk” ujar Tirta mencoba mengajak Adam berbicara.
“Orang waktu dikosan lo kemaren lo minum sama gue sambil nangisin Tama kan? Mending lo bakar deh tuh barang-barang yang dia kasih. Kayak kutukan tauga!” Aku melihat Adam yang sedang menertawaiku, itu karena Sherly yang membongkar semua kartuku. Mungkin niatnya baik. Agar aku bisa melupakan masa laluku.
“Bener-bener si sherly kalo lagi minum semuanya dikeluarin” ujarku, sedikit kesal.
“Tapikan lo cantik Al, harusnya cowoknya dong yang gak bisa move on dari lo. Lo kan, tinggal cari cowo lagi juga gue rasa, langsung dapet” ujar Tirta, dia menatapku agak menjijikan mungkin karena Tirta bukan tipe ku.
“Untungnya gue bukan tipe cewek yang putus sehari langsung obral sana-sini” aku membalas perkataan Tirta yang menjijikan tadi. Saat itu Adam hanya menyimak saja. Dia tersenyum tipis,
“Udahan yuk renangnya, mau ganti tempat gak?” Mood Sherly langsung berubah saat itu, mungkin karena tadi Tirta terlihat sok asik padakku?!
Adam menghampiriku dan berbisik, “gue bilas sama ganti baju dulu ya” ujarnya, dari telinga sebelah kananku. Aku hanya mengangguk, tapi tiba-tiba kepikiran untuk pergi bareng saja dengan Adam. Biar Sherly dan Tirta berdua disana.
Akupun berjalan, mengejar adam dan merangkul tangannya “bareng, gue gak mau jadi nyamuk” ujarku, seraya menggandeng tangannya lalu tertawa. Adampun ikut tertawa bersamaku.
...****************...
Akupun membilas tubuhku didalam kamar mandi wanita. Kamar mandinya memang luamayan sepi, malam minggu gini orang-orang pasti lebih memilih hunting makanan dibanding berenang.
Ketika sedang asik-asiknya keramas, tiba-tiba dari luar ada yang memanggilku suaranya tidak asing lagi, itu jelas suara sherly
“Al.. alma” teriaknya dari luar kamar mandi
“Kenapa sher, gue di Nomor dua” jawabku
“Yaudah gue di nomer satu deh, biar bisa ngobrol” nadanya terdengar lesuh
“Lo kenapa sher?” Nada Sherly yang tiba-tiba berubah mengundang pertanyaan dariku
“Gue lost interest deh kayaknya sama si Tirta ini” jawabnya, aku mendengar suara keran yang sedang dinyalakan oleh Sherly
“Loh? Kenapa? Bukannya lo semangat banget buat ketemu dia dari kemaren?” Ujarku, sedikit menertawainya
“Males aja. Dia nanyain lo mulu dari tadi. Red flag banget kan” nadanya terdengar semakin kesal, aku hanya menertawainya saat itu.
“Makannyaaa. Besok-besok lo gausah ngajak gue kalo mau blind date” ledekku masih sambil tertawa
“Yaa.. lo gabisa apa pacaran aja gitu sama Adam. Atau sama siapa kek, Biar keliatannya lo gak jomblo banget gitu” aku hanya tertawa mendengarkan omongan Sherly
Aku sudah selesai mandi, masih duduk diruang ganti sambil mengeringkan rambutku menggunakan hair dryer. Tak lama setelah itu, Sherly pun keluar. Dia juga sama ikut mengeringkan rambutnya disebelahku. Ketika kami sedang asik mengeringkan rambut. Handphone ku berbunyi tanda ada notif yang baru masuk
“Tirta Farras started following you”
Begitu bunyi notif yang dibaca olehku dan Sherly ketika kami masih mengeringkan rambut diruang ganti.
“Iyuuuuh! Kan.. bener kan al, ah elah! Buat lo aja deh jijik banget gue” aku hanya tertawa,
“Iyuhh! Ogah banget, kan lo yang swiped right. HAHA” puas sekali kala itu aku meledeknya, meskipun wajahnya sedikit cemberut.
“Jahat banget lo alma. Pokoknya lo harus temenin gueee!! Malam ini kita ke LITS! Gue gak mau tau lo harus ikut!” Sherly rupanya sedikit memaksaku malam itu.
“Duh gak ada ya! Senin UAS sher inget” balasku sambil memakai moisturizer sedikit
“Justru sebelum UAS. Kita harus relax!” Ujar sherly sambil memakai lipstick nya disebelahku.
Kamipun selesai berbilas dan dandan sedikit. Malam itu, aku memakai baju yang sangat simple. Hanya long sleeve hitam fit body dan ripped jeans, tidak sempat mencatok rambut aku menggulung rambutku yang sudah lama tidak aku potong.
Terlihat dari kejauhan dua lelaki itu sedang menikmati tembakaunya sambil berbincang, ntah soal apa. Aku juga tak ingin tau.
“Mau pulang atau kemana lagi?” Tanya Adam padaku, tiba-tiba menggenggam tanganku. Aku yang heran karena sudah lama sekali tangan ini tidak ada yang genggam, ada apa dengan Adam? Begitu pikirku.
“Sherly ngajak ke LITS” jawabku duduk disamping Adam
“LITS?” Aku tau Adam pasti bingung. Karena mungkin adam juga tau LITS adalah tempat dunia gemerlap.
“Iya, tau tuh dia ngajak” jawabku, sambil menatap kearah Sherly
“Iya, temen gue ngundang. Karena dia hari ini ada perform DJ disana. Makannya gue disuru dateng. Gak mungkin dooong gue dateng sendiri” ujar sherly, menatap adam lalu menatapku.
“Kita pulang aja ya” ujar Adam padaku, aku hanya menatap sherly, kasihan juga jika melihat dia pergi sendirian. “Lo sendiri gapapa sher?” Tanyaku.
“Sekali aja dam, senin kita udah Ujian. Kali iniiii aja. Please.. please” Sherly kali ini memohon kepada Adam, aku tau adam khawatir.
“Yaudah” jawab adam jutek. Aku tau ini bukan dunianya.
Semenjak kenal Sherly, aku banyak mengenal dunia malam. Sebenarnya aku menghabiskan waktu bersama teman-temanku hanya supaya aku tidak merasa kesepian saja. Meskipun sebenarnya aku sendiri yang menciptakan kesepian itu. Jika aku mau, aku bisa saja asal berpacaran dengan lelaki lain. Tapi ntahlah, aku diciptakan bukan untuk jadi wanita seperti itu.
...****************...
Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama, kurang—lebih 20menit. Akhirnya kami sampai di LITS. Lumayan ramai karena malam minggu, Karena kami datang dengan Sherly, jadi soal tempat duduk sudah aman disediakan oleh kenalannya Sherly di LITS.
suara musiknya begitu kencang, Adam tentunya duduk disebelahku, beberapa minuman sudah disediakan oleh Sherly dan teman-temannya. Memang seperti itu, ini memang tempat tongkrongannya Sherly dan teman-teman. Beberapa kali Sherly sering mengajakku, tapi sering juga aku menolaknya.
Adam menatapku, sambil menggelengkan kepalanya. Seolah dia tidak sangka, bertemu diriku dengan versi yang berbeda dari diriku waktu kelas satu SMA dulu.
“Sejak kapan sih al? Jadi tau tempat begini, suka keluar malem, minum, are you happy with this?” Wajah Adam nampaknya khawatir, pertanyaan dia adalah pertanyaan juga dariku untuk diriku.
“Sorry ya dam, mungkin lo mikir kalo gue udah bukan Alma seperti yang lo kenal dulu” jawabku, dengan nada yang agak resah.
“Gak gitu, tapi… apa yang menyebabkan lo jadi kayak gini? Pratama?” Adam memang seperti itu, sukanya straight to the point. tanpa basa-basi, akupun tidak tau sejauh mana Adam mencari tau soal kisah cintaki.
Tanpa berpikir lama, aku langsung meneguk sloki pertamaku. Rupanya Adam tidak mau kalah, dia membuang garam dan lemon yang ada diujung gelas lalu meminumnya. ntahlah sudah tegukkan pertamapun rasanya aku masih belum mau cerita soal apapun ke Adam.
“Gue cuma gak mau mikirin apapun termasuk mikirin Tama” jawabku, sambil meneguk lagi satu gelas sloki. Sherly sedang asyik bersama teman-temannya yang lain.
“Gue udah move on dam, tapi… hari-hari gue selalu diliputi dengan rasa penasaran. Tama lagi apa, kenapa dia bisa setega itu, dia gimana hidupnya sekarang. Ya kayak gitu, dan kadang yang bikin gue jauh lebih tenang. Yaaa.. ini” lagi-lagi ini sudah tegukkan ketiga,
“Udah al.. gue gak mau liat lo kayak gini terus” wajahnya iba, mataku mulai berkaca-kaca aku menahan agar air mata itu tidak keluar sekarang.
“Kalo lo penasaran, lo tanya aja gimana kabarnya. Gak perlu ngerusak diri lo sendiri” ntahlah bagaimana bisa perkataan itu menusukku. Aku ingat lagu yang sedang diputar malam itu beat nya sangat menganggu, namun suasana hatiku sedang sendu.
“Terus, lo kenapa ngerusak badan lo sendiri? Bikin tattoo zodiac mantan? Kenapa dam?” Perkataan yang keluar dari mulut Adam seolah reminder untuk dirinya sendiri. Seperti; Adam adalah Alma yang sedang patah hati karena Tama. Dan Alma adalah Adam yang sedang patah hati karena Alma nya sendiri.
“Gausah dibahas ya.. pulang yuk” baru gelas ketiga Adam sudah mengajakku untuk pulang.
Sherly rupanya malah asik bersama teman-teman yang lain, mungkin benar kata Adam, aku harus pulang malam ini.
...****************...
Sepanjang perjalanan, tatapanku selalu kosong. Hanya tatapanku yang kosong, sebenarnya otakku penuh dengan segala pertanyaan. Dan beberapa hal yang tidak bisa aku ungkapkan. Aku sudah lelah, sudah tidak bergairah.
Sepanjang perjalanan, aku tidak tau apa yang terjadi. Aku baru sadar ketika sudah terbaring dikamar kostan ku, dengan Adam yang sedang duduk dimeja belajar sambil menatapku.
“Gue ketiduran ya?” Pertanyaan lugu itu keluar begitu saja setelah aku terbangun, Adam mengangguk. Panjang sekali malam mingguku kali ini
Sebenarnya aku juga ingin tau, kuat sekali Adam dapat membopongku ke lantai dua.
“Minum dulu, susu beruang. Biar kepalanya gak sakit” Adam duduk dikasurku, dia memberikanku susu beruang, yang ntah kapan dia belinya. Gesture Adam yang sedang membukakan susu kalengnya untukku, sangat manis sekali. Selesai aku meminum susu itu, akupun menatapnya. Tak bisa kutahan lagi airmataku malam itu, tak tau juga apa yang sedang aku tangisi waktu itu, nampaknya aku sedih sekali melihat Adam seperti melihat diriku yang lain.
“Al, are you okay?” Pertanyaan dari Adam terdengar ketika aku mulai menutupi wajahku dengan kedua tangan. Dia berusaha membuatku tenang dengan lembutnya usapan yang dia berikan. Meskipun, tangisanku belum usai.
“Dam.. kayaknya kita gak usah deh ketemu lagi. Setiap kali gue jalan sama lo, setiap kali gue chatan sama lo. Gue selalu ngerasa kalo gue udah nyakitin lo. Gue gak bisa..” aku terlihat sangat cengeng malam itu.
“Lo juga pasti gak bisa kan Dam? Lo pura-pura gak bisa nolak gue karena lo gak enak juga sama gue, iyakan Dam? Kalo gue terus-terusan jalan sama lo. Nge chat lo. Lo juga jadi gak bisa kan Dam move on dari gue? Iyakan?!” Aku masih menangis, tidak mampu menatap wajahnya. Adam memelukku, dia berusaha menenangkan hati dan pikiranku malam itu.
“Sshhh.. udah al.. tenangin dulu pikiran kamu lagi kacau. Gue bingung ninggalinnya kalo kamu kayak gini” Adam masih memelukku. Tangisanku semakin pecah, aku melepas pelukkan dari Adam. Lalu bangun dari kasur dan berjalan perlahan kearah meja belajar, mengambil kotak Spatu dari dalam laci. Kotak spatu yang pernah diberikan Tama saat aku ulang tahun ke 17.
“Lo penasarankan dam? Kenapa gue bisa sehancur ini” aku membuka kotak itu, dan mengeluarkan isinya satu—persatu. Buku yang Tama pernah kasih untukku, Album foto yang Tama pernah berikan untukku, Kaos yang Tama pernah kasih padaku, Kaset yang berisikan lagu-lagu favoritku dan Tama, bunga edelweiss?! Tama bilang itu bunga Abadi, dia berharap bunga itu sama Abadinya dengan hubungan kami. But that’s bullshit! Aku mengeluarkan semua dengan penuh emosi. Masih sambil menangis. “Ini dam? Inikan yang bikin lo penasaran?!” Begitu sentakku,
“Alma, udah!” Aku berhenti, ketika Adam menyuruhku untuk berhenti. “Apa lo sesakit ini waktu diputusin gue? Enggak kan dam? Gue gak sejahat itukan?!” Tanyaku, dengan nada tinggi. Masih penuh air mata.
“Gue gak jalan sama cowok lain kok Dam, gue gak selingkuhin lo!” Begitu sentakku, tengah malam.
“Alma.. stop buat nyalahin diri lo sendiri. Gue patah hati bukan karena lo, karena gue sendiri yang terlalu berlebihan. Sama kayak lo yang terlalu berlebihan sayang ke Tama. Stop al, It’s not your fault” Adam menghampiriku yang sedang bersandar dimeja belajar. Dia memelukku lagi, pelukkan yang menenangkan plus menghangatkan. Aku takut nyaman.
“Kalo lo mau lupain Tama, buang semuanya” Adam menatap wajahku yang mulai merah dan penuh air mata. Dia mengusap pipiku berharap tangisanku dapat berhenti malam itu. Wajahnya semakin mendekat pada wajahku. ntahlah malam itu aku yang lebih aggressive untuk mencium bibirnya. Meskipun, aku dapat penolakkan pertama dari Adam
“Sorry al.. lo tenangin diri lo dulu aja. Gue balik ya..” sekali lagi, sebelum pergi Adam mengusap pipiku dan meninggalkanku sendirian dikamar kostan ku yang sunyi. Hanya terdengar deruhan AC yang dari tadi kami hiraukan.
Aku mulai berpikir, kepergian Adam malam itu adalah titik balik dimana kami berdua harus sama-sama moved on. Adam harus meninggalkanku, dan akupun harus melupakan Tama, membuangnya jauh-jauh. Tidak perlu mencari pelarian kesana-kemari.
Aku dan Adam harus punya waktu, untuk saling bertemu dengan orang baru. Agar rasa sakitnya tidak berputar disitu-situ lagi, ini waktunya kami saling ikhlas untuk membuka lembaran yang baru.
Aku membiarkan Adam keluar dari kamarku, mungkin agar lebih sendu. Adegan ini harus diiringi lagu Petra Sihombing - Apa?
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments