Libur tlah tiba, waktu yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Aku selalu menantikan liburan bersama Tama, aku tau jika liburan tiba Tama akan tinggal di Bogor lebih lama. Kami pun bisa semakin intens bertemu.
Kali itu aku menjemputnya di Stasiun, bersama Pak Rudy yang menemaniku. Aku melihat dari kejauhan disana ada Tama dengan menggendong Tas Carrier nya, sore itu outfit kita berdua senada. Tama menggunakan kemeja hitam, akupun memakai sweater hitam.
Nampak senyumnya yang sangat lebar membuatku tidak sabar ingin memeluknya. Setelah akhirnya dia benar-benar ada dihadapanku, akupun memeluk Tama dengan erat pelukkan rindu namanya. “Miss youu” begitu ujarku ketika didekapnya, tidak peduli seberapa orang disana yang melihat kearah kami. “Miss you too sayang, kamu sama pak Rudy belum makan pasti. Kita makan dulu yuk” begitu kata Tama sambil mengusap punggungku, sedangkan aku masih dipelukkannya “hmm tau aja, sengaja memang biar makan bareng kamu” aku melepas pelukkan itu dan menatapnya, kamipun berjalan kearah parkiran, satu hal dari Tama yang aku takkan pernah lupa adalah dia selalu menggenggam tanganku, ukuran tangan Tama memang lebih besar daripada tanganku. Itu yang membuatku nyaman digenggam olehnya.
Sore itu kami pergi makan bareng ditempat makanan favorit ku mie hot plate odon, lokasinya tidak begitu jauh dari stasiun bogor. Tama tau ini adalah mie hotplate favorite ku. Dan Tama pun tau setiap kali kita kesana, aku selalu memesan level 4, beda dengan Tama yang sukanya level 0. Sehabis makan, aku mengantarkan Tama pulang kerumahnya dengan diantar oleh pak Rudy.
“Bye sayaang! Besok jangan lupa loh, jam 10 pagi kamu jemput aku!” Teriakku dari jendela mobil yang terbuka setelah Tama turun “iya sayang, hati-hati dijalan ya pak Rud” lanjut Tama sambil melambaikan tangannya “siap atuh akang” jawab pak Rudy sambil tertawa tanpa suara. Akupun pulang, tidak sabar menunggu hari esok.
...****************...
Senin.
Selama Tama liburan, kami sudah mengatur jadwal untuk setiap hari bertemu. Dan hari senin adalah hari pertama kita untuk liburan bersama. Pagi itu, kami berencana pergi ke air terjun yang ada di daerah puncak, aku pergi hanya berdua dengan Tama menggunakan motor kesayangannya yang sudah lama tidak dipakai.
Pagi-pagi sekali aku sudah sibuk memasak bekal makanan untuk nantinya akan aku bawa bersama Tama. Seperti nasi goreng, nugget, sosis, kentang, spagetti, dan beberapa snack yang lain. “Rajinnya anak ibu, pagi-pagi udah masak” ujar ibu ussai melihatku yang jarang sekali berada diarea dapur “iyadoong, aku mau pinter masak biar nanti kalo udah Nikah aku bisa masakin Tama setiap hari” jawaban anak SMA kala itu yang masih dimabuk asmara. Ibuku hanya tertawa “inget kata ayah, nantinya kamu harus bisa menerima kenyataan apapun yang akan terjadi. Jangan terlalu jatuh karena cinta” begitu ujar ibu “iya buu, at least sekarang aku berharap aja dulu” jawabku sambil menghias makanan yang sudah aku masak ke kotak bekal.
“Kak Alma, eta mas Tama sudah didepan tuh” ujar Bibi menghampiriku membawa kabar gembira. Akupun berlari kecil dari dapur kearah ruang tamu, terlihat Tama sudah duduk manis disana dengan jaket jeans nya. Aku ingat rasanya jatuh cinta pertama kali ketika melihat Tama memakai jaket jeans itu, dan hari ini dia memakainya lagi. Tama berhasil membuatku jatuh cinta berkali-kali.
“Udah siap kan?” Begitu tanya Tama yang dengan anteng menungguku “udaah. Aku packing bekal makanan dulu, sebentar” setelah beberapa menit berlalu. Akhirnya kami berdua pergi liburan. Sepanjang perjalanan kami tidak pernah berhenti berbicara seperti membicarakan tentang cuaca, membicarakan kabar orang tua, dan masih banyak lagi. Tama cerita kalau dia punya adik perempuan bernama Tasya.
“Iya.. kamu gak tau kan kalo aku punya adik perempuan” ujar Tama masih diatas motor sambil menyetir, sedangkan aku duduk dibelakang sambil memeluknya “gak tau, kamu aja gak pernah ngajak aku kerumah. Nama adik kamu siapa?” Tanyaku penasaran “Tasya nama adikku, sekarang baru kelas 1 SMP” jawab Tama, “kamu tau gak kenapa nama adik aku Tasya?” Lanjut Tama dengan pertanyaannya, “gak tau, kenapa emang?” Kali ini beneran penasaran, “soalnya kata bunda biar kalo manggil kita berdua cukup pake satu kata aja. TAMASYAAA” begitu jawabnya diiringi dengan tertawa kami berdua diatas motor “HAHAHA bener lagi, kayaknya bunda kamu seru yaa. Aku jadi pengen ketemu” ujarku, jawaban Tama kala itu hanya “sabar yaa..” lalu hilang terbawa angin dan menghadirkan obrolan baru.
Cuaca awan bogor mendukung sekali, tidak panas, mendung, namun juga tidak turun hujan. Cuaca yang indah untuk memulai sebuah perjalanan. “Kamu udah tau mau masuk kampus mana?” Tanya Tama perjalanan kami masih belum sampai, “mau masuk Ui. Ngambil ilmu komunikasi mungkin, atau Sastra, atau Psikolog. Ayahku bilang sih coba dulu daftar di ITB tapiii kayaknya otak aku gak sanggup deh” si Pesimis Alma kali ini menunjukkan bahwa dia benar-benar pesimis “kenapa? Aku juga awalnya gak yakin bisa masuk ITB. Coba dulu aja biar kita satu kampus” jawab Tama, meskipun sebenarnya aku tidak suka di stir. “Belum juga pengumuman lulus atau enggak. Gimana nanti deh” jawabku santai. Berusaha mengganti topik pembicaraan.
Setelah melewati jalanan yang meliuk-liuk, akhirnya kami berduapun sampai pada Curug yang ingin kami kunjungi, ternyata tidak semudah itu untuk bisa melihat keindahan air terjun. Setelah sampai parkiran kami harus tetap menempuh perjalanan kurang lebih 10menit. Melalui jalanan yang berbatu dan agak licin. Nanjak, terjal, namun akhirnya ketenangan yang kita dapat.
“Satu hal yang perlu kamu tau Al, untuk mencapai sebuah keindahan. Kita harus berjuang” begitu kata Tama. Dia tetap menuntunku, meskipun aku beberapakali sudah mengeluh karena jauh dan pegal “iya sih, tapi masih jauh emang?” Tanyaku yang sudah mulai kelelahan karena jalanannya menanjak “dikit lagi sayang. Yuk semangaatt” setelah melalui keresahan, kelelahan, kecapekan dan terkadang rasanya ingin menyerah. Tapi kita berdua bisa lalui itu. Tama yang menguatkanku, dia menyemangatiku dan meyakinkanku kalau akan berujung indah. Dan benar saja, ketika sampai pada air terjun itu aku melihat keindahan yang luar biasa. Air yang jernih, biru seperti kristal, airnya segar, dan banyak pewisata yang berkunjung disana. Akupun tersenyum, lelahku terbayar.
“Gimana? Keren kan?” Tama menatapku dengan tatapannya aku pun menoleh kearahnya sambil tersenyum, seketika lelahku hilang. “Mitosnya, kalo kamu berendam disini keinginan kamu bakal dikabulin” aku diambang kepercayaan waktu itu “oya?” Tama hanya mengangguk berusaha meyakinkan ku, tapi saat itu cukup banyak pengunjung yang berendam disana “tapi.. ada mitos lagi kalo yang datang pasangan katanya hubungannya gak akan awet” aku makin tidak percaya dengan mitos “oya? Yaudah kalo kayak gitu aku mau berendam dan minta kalau hubungan aku harus awet” aku makin tidak percaya dengan mitos setelah aku tau kenyataannya seperti apa. Waktu itu Tama hanya tertawa, sambil melepas kaosnya dan berendam dengan celana pendek. Kami memang sengaja bawa baju ganti, dan disana memang ada tempat pemandian umumnya juga jadi tidak perlu khawatir.
“Eh ini dingin banget loh” baru kakiku yang masuk tapi dinginnya sudah menusuk “its okay” Tama menuntunku untuk terus berjalan dan berendam bersamanya. “Wah ini bikin tenang banget, kayaknya next time kita harus ke pemandian air panas deh” ujarku sambil berendam, menikmati pemandangan yang ada disekeliling kami bercanda dan bermain air berdua.
Setelah cukup lama berendam kamipun duduk dipinggir air terjun sambil membuka makanan yang sudah aku masak untuk kami makan berdua, diselimuti handuk yang sengaja Tama bawa untukku “nih aku masakin nasi goreng, nugget, sosis, kentang, spaghetti. Hope you’ll like it” satu persatu aku buka bekal makananku untuk Tama “hmm baunya sih enak, thank youu sayang” jawabnya dengan penuh semangat suapan pertama itu akhirnya masuk ke mulut Tama “hmmm, enak. Ini serius kamu masak sendiri?” Begitu pertanyaannya “serius dooong, cuma bumbunya diajarin bibi. Suapin dong” aku membuka mulutku, berharap Tama menyuapiku, dan sesuai harapanku Tama menyapiku untuk pertama kalinya. Karena kita LDR dan jarang sekali bisa suap-suapan seperti ini. “Enak sayang, aku mau deh setiap hari dimasakin kamu” Tama terlihat sangat lahap dan menikmati masakanku “serius? Oke, selama liburan seminggu ini aku bakal masakin kamu terus” tanpa sengaja, Tama yang membuatku untuk pertama kali belajar masak.
Setelah selesai makan dan berbilas. Kamipun akhirnya jalan pulang kembali ke parkiran “ini kali pertamaku tamasya bareng cewek” ujar Tama sambil berjalan menuju parkiran “sama doong, tapi aku aneh deh. Emang kamu beneran belum pernah pacaran?” Sebenernya itu pertanyaan yang sering kali aku tanyakan, tapi Tama belum pernah menjawabnya dengan serius. Namun, kali itu jawabannya berbeda “belum. Aku belum pernah pacaran sama sekali. Kalo suka-sukaan pernah, tapi gak sampe jadian” kali ini jawabannya berbeda, membuatku semakin penasaran siapa cinta pertama Tama “oya? Siapa? Aku kenal?” Tama berhasil membuatku penasaran setengah mati kala itu “gak kenal lah. Dia temen SD aku, tapi bukan cinta pertamaku. Cinta pertamaku tetep kamu” jawaban Tama membuatku lebih lega sedikit. Meskipun sepertinya rasa penasaran ini enggan hilang.
Setelah sampai di parkiran pukul 16.45 kami akhirnya segera turun dari Puncak. Karena melihat cuaca yang sudah mulai Mendung. Benar saja, 5 menit berlalu dalam perjalanan hujan langsung turun begitu deras “hujan sayang, gimana nih” saking bingungnya, Tama memutuskan untuk berteduh disebuah Hotel dipinggir jalan hanya untuk transit sebentar, karena hujan turun sangat deras dan kabut yang sangat tebal kami tidak bisa melanjutkan perjalanan dengan kondisi seperi itu.
“Memang gapapa ya?” Tanyaku setelah kami masuk kedalam kamar hotel yang sunyi dan kosong. Hanya kita berdua disana dengan suara hujan yang berusaha menghilangkan kesunyian “ya gapapa.. kita tunggu disini sampai hujannya reda” jawab tama, dia mengeluarkan handuk dari dalam tasnya “kamu kuyup banget nih keringin dulu” malu disertai deg-degan karena aku baru pertama kali berada diruangan tertutup bersama lelaki. Pikiranku sudah buruk, aku khawatir Tama melakukan hal-hal yang tidak baik. Tapi saat itu, aku mengambil handuknya dan pakaianku yang masih kering didalam tas. Lalu pergi kekamar mandi dengan buru-buru. Sedangkan Tama masih menungguku diluar.
Setelah selesai mandi dengan kondisi rambutku yang masih sedikit basah, akupun memberanikan diri untuk keluar kamar. Tenyata Tama masih diposisi yang sama, duduk dikursi sambil memandangi hujan yang juga belum reda “kalo hujannya lama gimana?” Tanyaku saat itu, “nggak kok, kayaknya bentar lagi” jawab Tama melihat kearah jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 18.43 dengan santai, Akupun duduk disebelahnya, kami saling memandangi satu sama lain, agak awkward memang.
Aku bersandar dibahunya, sesekali petir diluar sana menggelegar. Ada perasaan degdegan yang tidak biasa, bahkan baru kali ini aku merasakan hal tidak biasa itu. Udara yang dingin, suasana yang hening, ditambah hanya ada kita berdua diruangan ini. Tama mengusap pipiku dengan tangan kanannya, “can you feel the beat?” Tanyaku, sembari menuntun Tama untuk memegang dadaku dan merasakan detaknya “kenapa kamu degdegan?” Tanya Tama lembut “gak tau, mungkin karena baru pertama kali sedekat ini sama kamu” jawabku masih bersandar dibahunya, Tama memutarkan badannya dan memandang wajahku. Kali ini tatapannya semakin dalam menatapku, seperti dia sedang menghitung ada berapa banyak pori-pori diwajahku. Sangat dalam sampai akhirnya dia bilang “love you” kalimat itu seolah berkata aku mencintaimu sampai ke pori-pori terdalam.
Aku tidak mengira bahwa setelah kalimat itu ada hal yang tak pernah kuduga yang akan Tama lakukan. Yap. He kissed me for the first time in ages. Bibirku sudah tidak lagi perawan untuk pertama kalinya, Tama menjatuhkan bibirnya dibibirku. Pada saat itu, aku hanya menikmati dan berusaha tidak membuat Tama menjadi pioneers. Meskipun dalam benakku sesekali bertanya “is it okay? Is it fine? What should I do?” Tapi kubiarkan diriku bertanya dan tetap menikmati ciuman itu berdua.
Cukup lama Tama menciumku, biasanya aku hanya menonton lewat film-film holywood seperti 500 days of summer, Stuck in Love, Tapi kali ini ciuman itu benar-benar bisa aku rasakan. And back then again, Tama selalu menjadi yang pertama dihidupku. Tama memperkenalkan banyak pengalamannya padaku, setelah beberapa menit berlalu Tama “I.. I’m sorry” ujarnya sedikit gugup, merasa bersalah dan salah tingkah “it’s okay, I feel warm” jawabku, juga malu dan masih degdegan. Namun anehnya, aku merasakan kehangatan setelah Tama menciumku “it’s my first time, honestly. I shouldn’t have to do that” dia tampak gelisah, but it’s fine. Beberapa kali aku berusaha menenangkannya dengan usapan hangat, that’s just a first kiss.
“Gapapa Tam, I love you” ujarku, berharap kalimat itu membuatnya tenang. Ternyata kalimat itu malah mengundang ciuman yang kedua, kali ini lebih liar. Aku berani duduk dipangkuannya, dan tangan Tama berani untuk memelukku lebih erat lagi, menjalar keseluruh bagian tubuhku, sepertinya ini pengaruh cuaca yang tak kunjung reda.
“Alma, promise me that you never want to leave me” begitu desahnya dibelakang telingaku seraya memelukku erat dan mengusap pinggangku. “No. I never want to lose you” jawabku mencoba menenangkannya. Aku merasa sangat dekat dengan Tama kali ini. Seperti jiwaku sudah menjadi satu. tidak ada hal lain yang kami lakukan selain ciuman mesra itu. Good stupid not stupid stupid.
Setelah hujan sudah reda, kami memutuskan untuk pulang pukul 10.05. Tama memberikan sweaternya padaku, dia bilang agar aku tidak kedinginan sepanjang jalan. “Sayang, maaf jadi kemaleman pulangnya” tanganku masih melingkar dipelukkan Tama selama perjalanan, “it’s okay..” “kira-kira ayah kamu bakal marah gak ya?” Suaranya terdengar khawatir “gak lah, kan tadi pagi kita udah izin sama ibu” berharap jawabanku bisa membuat Tama lebih tenang.
Ternyata. Kenyataannya tidak begitu, ayahku menungguku sambil duduk didepan rumah dengan wajah kesalnya. Tama langsung memberhentikan motornya “alma, jam berapa ini sayang” Ayahku masih lembut perkataannya, tidak terasa sudah pukul 11.35 ketika aku melihat ke handphoneku dan disana banyak panggilan tak terjawab dari Ayah “i’m sorry” jawabku merasa bersalah. “Cuci muka sayang, istirahat nak” lanjut Ayahku masih dengan lembut. Aku tidak bisa membantahnya, langsung pergi kekamar dan meninggalkan Tama berdua dengan Ayah diluar.
Malam itu Ayah rupanya nampak kesal “kamu laki-laki Tam, harus tau waktu. Because someday you will be a father tho! and Alma, she’s the only one princess that I loved. Take care of her!” Ayah terlihat menepuk bahu Tama, aku melihat wajahnya dari jendela sepertinya beban yang ditepukkan ke pundak Tama begitu berat sehingga Tama terlihat menunduk sepanjang jalan menuju motornya.
Sedangkan aku setelah sampai kamar, masih terbayang ciuman pertama itu. Rasanya tak ingin terlewatkan satu hari Tanpa Tama, seolah tak sabar ingin segera bertemu esok hari.
...****************...
Selasa.
Aku tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang ada selama liburan dan masih bisa bertemu dengan Tama. Jarang sekali aku bangun jam 5 pagi seperti ini, langsung mandi, masih sempat sarapan bersama Ayah dan ibu.
“Hari ini agendanya mau kemana lagi?” Tanya Ayahku sambil membaca koran ditemani secangkir kopi dan Roti buatan ibu, dengan kacamatanya yang Khas menggantung diujung hidung memang selalu begitu ritual Ayah sebelum pergi kerja. “Ayaahh.. jangan gitu dong. Inikan liburan, Alma juga gak pernah ketemu Tama selama dia kuliah” ujarku yang duduk dihadapan Ayah sambil menikmati sarapan yang sama. Bedanya, aku sambil membuka social media “bukan gitu, kamukan masih ada ujian praktek setelah liburan, harus tetap fokus agar lulus kuliah dengan baik. Katanya mau kuliah di Ui” Aku tau ayah khawatir, karena aku anak satu-satunya yang dia bisa harapkan. “Yaa.. aku gak akan keganggu, aku pasti fokus belajar kok. Ayah jangan omelin Tama kayak semalem, kasian dia” lanjutku masih dengan posisi yang sama “kenapa? Tama ngadu sama kamu? Cowok kok ngadu sih. Ayahkan ngasih tau yang bener” semua kalimat yang keluar dari mulut Ayah, aku yakin demi menjaga anak satu-satunya ini.
Ditengah perbincanganku dengan Ayah, ada pesan masuk dari Tama
Tama : hari ini kita nonton sama makan aja ya? Aku gak mau bawa kamu pulang kemaleman kayak kemarin. Aku salah.
Actually, aku agak sedikit kecewa setelah membaca pesan dari Tama.
Alma : loh? Kita gak jadi ke dufan? Aku udah seneng banget loh padahal. Hari ini aku mau masakin kamu sayur brokoli sama cumi sambel ijo buat bekal kita ke dufan.
Tama : Alma, please. Ngertiin aku, aku cuma gak mau di cap buruk sama Ayah kamu. I will take care of you.
Oke, setelah itu aku harus mengerti dengan keputusan Tama. Hari kedua, kami benar-benar hanya menonton disalah satu Mall yang dekat dengan rumahku. Dan sepulang nonton, kami kembali makan Richeese Factory Favorite ku
“Kamu berani gak naikin satu level kalo lagi makan Richeese?” Pertanyaan Random yang keluar dari mulutku setelah sehabis nonton bioskop, seperti biasa Tama tidak pernah membiarkan tanganku sendirian. Dia selalu menggenggam tanganku.
“Duh.. gausah aneh aneh deh al.. kamu tau aku gak bisa makan pedes” jawabnya, kami masih berjalan menuju Richeese yang masih berada di Mall yang sama.
“Tapi kalo aku yang nyuruh gimana?” Tanyaku lagi, masih berusaha merayunya “alma,” dia hanya memanggil namaku “Tamaaa” aku jawab dengan memanggil namanya sambil tertawa
“Kamu mau apa sih? Apa aja deh asal jangan makan pedes” jawab Tama berusaha ingin memenuhi kerandomanku, namun juga tetap tidak ingin makan pedas “level 1 aja Tam please. Gak begitu pedes kok. I swear!” Sedangkan aku masih kekeuh meyakinkan Tama kalau dia harus mencoba makanan pedas.
Akhirnya setelah sampai richeese dan memesan makanannya, Tama mau menuruti permintaanku yang super Random itu “oke, Once in a lifetime. I’ll do it for you” ujarnya, sepakat di level 1.
Sore itu aku super excited karena untuk pertama kalinya Tama naik level. aku ingin melihat expresi nya ketika dia memakan suapan pertama
”not that spicy” jawabnya masih santai karena baru awal “yaa.. I told you that” sedangkan aku hanya tersenyum. Ketika suapan ketiga berlalu wajah Tama mulai memerah seperti udang rebus yang baru matang, keringatnya mulai keluar sedikit-demi-sedikit “are you okay?” Tanyaku
“gilaak! Ini pedes banget yaang. Makanan dari neraka nih, aduh aku gabisa. Tapi gak mau buang-buang makanan” Tama bicara sambil kepedesan wajahnya semakin memerah “calm down, minum dulu. Pink lava manis kok” aku berusaha membuatnya lebih tenang lagi kelihatannya Tama semakin menggebu-gebu karena kepedesan “aku bisa kok habisin ini, I just needd to be chill” dan berusaha santai.
“Kalo gak mau dihabisin gapapa sayang, pesen yang gak pedes ya? It’s okay” kali ini aku yang merasa bersalah. Melihat wajah Tama sekarang merahnya sudah seperti Tomat baru matang, keringatnya semakin banyak dan lidahnya dari tadi keluar karena kepedesan “gausah sayang, I’m fine” masih berusaha sok kuat. Ternyata Tama mampu menghabiskan Richeese level 1.
“See, aku bisa kan habisin level 1. But still, it felt like I’m burning” masih dengan ngos-ngosan karena sisa sisa pedasnya yang mulai mereda “I’m sorry, I hurt you” aku mengusap tangannya kala itu, merasa bersalah. “Noo.. noo.. it’s okay, it’s my new experience. Kalo gak sama kamu, mungkin aku gak akan tau kalau level 1 sepedes itu. I’m thank you, anyway” Tama juga mengusap tanganku.
Aku merasa bersalah atas perbuatanku, dan sebagai tanda permintaan maafku, aku diam-diam pura-pura pergi kekamar mandi padahal aku berniat untuk memberikannya lollypop. Sebagai pereda rasa pedas itu.
“Sayang, sorry udah bikin kamu kepedesan” ujarku, dia hanya mengangguk sambil tersenyum saja “are you mad?” Aku masih bertanya lagi “nggak sayang, ngapain aku marah” ujarnya sambil mengusap rambutku “yuk.. udah pipisnya? Kita pulang yuk” Tama pun mulai beranjak dari duduknya, menggenggam tanganku, dan kami berjalan lagi “wait, I have something for youu” masih sambil berjalan, aku merogoh tas ku mencari dimana lollypop yang aku beli tadi “ini dia, biar kamu gak kepedesan” akupun memberikan lollypop warna-warni itu ke Tama “you’re so sweet sayang, thank youu” Tama tersenyum, dia mencium kepalaku memang aku lebih pendek darinya. “Kapan kamu belinya by the way?” Rupanya dia penasaran juga “tadi aku gak ke toilet tau, aku sengaja aja mau kasih kamu hadiah biar kamu gak kepedesan” ujarku masih sambil berjalan kearah basement “haha yaampun, emang paling bisa kamu ya!” Lagi-lagi dia mengusap rambutku.
Hari selasa, Tama benar-benar mengantarkanku pulang sebelum jam 6 sore. Sebelum Ayahku sampai dirumah. Tama bilang, agenda dia setelah mengantarkanku pulang dia mau datang ke acara reouni SD bareng teman-teman SD nya yang lain. Sebetulnya aku khawatir, karena yang kita jalani tidak sesuai dengan rencana awal.
“Buu.. Tama pamit ya, salam buat Ayah” Ussai Tama berpamitan kepada ibuku, aku melihat dia semakin jauh hingga bayangannya tidak terlihat lagi.
Semalaman aku berada dikamar, khawatir karena Tama hampir tidak ada kabar. Terlintas dipikiranku cerita Tama tentang cinta pertamanya kala SD. Hal itu yang membuat banyaknya sekali pertanyaan dalam kepalaku yang tidak bisa aku jawab. Beberapakali aku telponpun masih tidak ada jawaban dari Tama. Sampai akhirnya, aku tinggalkan dia dan pergi tidur.
...****************...
Rabu.
Esok harinya, aku terbangun dengan beberapa pesan dari Tama semalam, yang baru aku baca esok paginya.
21.45 Tama : sayang sorry, handphoneku di silent. Aku keasikan ngobrol bareng temen-temen
21.55 Tama : sayang, are youu there?
22.03 Tama : sayang aku pindah tempat, coffee shop tadi tutup. Aku pindah ke mid east.
22.48 Tama : kamu pasti udah tidur ya? Goodnight sayang.
01.54 Tama : aku baru sampe rumah nih, maaf kemaleman banget pasti. Tapi jarang-jarang juga aku ketemu temen-temen. It’s been a long time. I’ll take a sleep. Goodnight dear.
Agak kaget, Tama sampai rumah hampir jam 2 malam. Sedangkan jam 8.30 saja aku sudah tertidur lelap. Sedikit kesal dibuatnya. Karena dia bisa tidak membalas pesanku dan membuatku menunggu sampai akhirnya aku tertidur.
07.45 Alma : are you serious? Pulang kerumah jam 2 malem? What did you do last night? Terserah deh ya, kamu bahkan gak baca chatku! Really? Tama?
Pesanku kala itu adalah luapan emosi yang akhirnya tersalurkan juga. Ntahlah ini akan menjadi peperangan ke dua kah bagi hubungan kami? Setelah melalui bulan kelima, keenam, tidak mungkin jika tidak ada hambatan, bukan?
Tama baru membalas pesanku yang terakhir jam 10.52 aku tidak mengira kalau Tama akan bangun se-siang ini padahal hari Rabu jadwal kita adalah piknik di kebun Raya jam 10 pagi. Siangnya beli makanan kucing. Sorenya makan di rumah cup cakes. Malamnya aku menemani Tama main futsal. Sudah jelas, agenda kami untuk pergi piknik gagal lagi.
10.52 Tama : maaf aku baru bangun, aku cuma ngobrol-ngobrol aja sama temen-temen lamaku. Aku juga gak expect akan sepagi itu pulangnya. Maaf.
11.00 Alma : yaudah. Toh rencana piknik kita juga udah gagal. Terserah kamu deh. I’m not mood to argue.
Lalu handphoneku kembali hening. Pukul 12.00 Tama berhasil datang kerumahku. Aku langsung menghampirinya yang sedang duduk didepan rumah sambil menatapku, merasa bersalah sepertinya.
“Why?” Tanyaku “aku minta maaf” terlihat penyesalan dari wajahnya “yaudah kita beli makanan Snowy yuk. Biar kamu happy lagi” aku mengiyakan ajakkannya, namun masih tetap tidak bicara sepanjang jalan.
“Sayang, makan di surken yuk. Aku kangen banget sama soto bogornya” aku masih mengiyakan ajakkannya, namun tetap tidak ingin bicara. Tama memarkirkan motornya dipinggir terotoar, lalu kami makan di soto bogor langganan aku dan Tama.
“Mang dua porsi nya, biasa nu hiji ulah make sledri” mau marah, tapi Tama selalu tau apa yang aku suka. Tama masih dihadapanku, tapi aku masih tidak mau berbicara. Pandanganku terus memandangi motornya yang berwarna hitam itu
“ngapain sih liatin motor aku terus? Kamu mau?” Meskipun Tama berusaha menghiburku, Aku masih diam. sedikit kesal “kayak nya aku mau repaint Tanki motorku deh, bagusnya warna apa ya?” Rupanya, aku gak bisa diemin Tama terlalu lama. “Merah bagus” jawabku reflek, Tama hanya tertawa, menertawaiku “tuh kan, gausah sok-sok-an diemin aku deh. Aku tau kamu sayang aku, gak mungkin kamu bakal diemin aku” wajahku merona kala itu, ternyata rencana ku gagal “yaudah warna merah!” Jawabku masih sedikit kesal tapi agak pudar. “Oke sayang, besok aku ke bengkel” jawabnya, makanan kami sudah sampai. Kami menikmati makanan itu sampai habis.
Hal yang tak terduga lagi hari itu adalah tiba-tiba jadwal futsal Tama berubah. Dia bilang lapangan futsalnya sudah full booked. Dan ready jam 11 malam. “Kalo kamu nemenin aku main Futsal, selesainya jam 12.30 looh. Aku udah janji buat gak bikin kamu pulang malem lagi” ujar Tama dengan nadanya yang sedikit tinggi “ya gak mau pokoknya aku mau nemenin kamu! Aku yang bilang sama Ayah!” Alma yang masih keras kepala kala itu, membuat Tama harus mengalah.
Aku tetap memaksa untuk menemaninya main futsal malam itu, meskipun di teror dengan beberapa telpon dari Ayah. Namun aku hiraukan. Aku menikmati melihat Tama yang menggoda ketika dia sedang berkeringat, Tama memang berbakat lari kencang. Sesekali aku kagum ketika melihat dia berhasil memberikan Goal ke gawang lawan, sambil selebrasi mengangkat satu jarinya. Dia bilang angka satu adalah miliku. Karena aku adalah satu-satunya dan orang pertama dihidup dia yang telah berhasil membuat dia jatuh cinta.
Pertandinganpun selesai, aku memberikan handuk kecil pada Tama yang sudah mulai mandi keringat “kamu keren banget tadi mainnya” kali ini aku memujinya “kayaknya gara-gara ditemenin kamu deh” balas Tama sambil duduk dan mengelap keringatnya dengan handuk yang aku berikan. “Hmm bisa aja!” Akupun mencubit gemas tangan Tama, meskipun dia hanya tertawa.
“Ini udah malem banget tau, kamu udah bilang sama ayah kamu?” Tanya Tama selama diperjalanan “hmmm belom, yaudah gapapa yang penting ayah tau koo aku nemenin kamu main futsal” jawabku tenang, ditengah perjalanan tiba tiba Tama memberhentikan motornya dan bilang “sayang, bentar dulu aku mau pipis, pegangin motornya bentar” ujar Tama, sambil berlari kecil kearah belakangku. aku yang kebingungan sambil memegang motornya.
Yang membuatku kaget adalah, dari arah belakang Tama tiba-tiba memberikan bunga padaku sambil bilang “Happy anniversary, Sayang” senyumku lebar bak bulan sabit malam itu, aku lupa ternyata hari Kamis ini adalah hari jadi kita yang ke 7 bulan “ya Ampun, kaget loh aku” akupun tertawa dan mengambil bunga yang dipegang Tama, satu mawar merah yang dikelilingi dengan krisan putih disekitarnya “where did you get this flowers?” Tanyaku penasaran, sambil memandang ke area sekitar, ternyata dibelakangku ada toko bunga bernama Fajar Florist “this is out of my plan sebenernya” Tama masih tertawa, kami masih gembira diatas motor dan jalanan yang sudah sepi pengendara.
Kamipun sampai depan rumahku dengan selamat dan hati yang riang, namun ada satu yang hatinya diselimuti kekhawatiran. Yes, my father
“Alma, this is the last time ya Alma” kali ini nadanya sudah tidak sesantai kemarin. “Saya gak mau liat kamu Tama, pulang sekarang sudah malam” ujar Ayah yang nampaknya semakin kesal. Tatapanku iba menatap Tama, diapun pamit.
Tanpa berkata, aku pergi kedalam kamar. Dan mengurung diriku dari wajah ayah yang sudah kesal. Handphoneku berdering, bunyi telpon dari Tama.
“Are you okay?” Tanya Tama suaranya masih dijalan “its okay. How about you?” Aku tau, Tama yang sedang tidak baik-baik saja malam itu
“Maaf ya, udah bikin kamu pulang selarut ini” suaranya lirih terdengar “u don’t have to be sorry Tam, Ayah aja yang lagi sensi” jawabku, yang masih diselimuti rasa kesal “ayah kamu gak salah Alma, kalo aku jadi ayah kamu pun aku pasti bakal gitu ke anak kita” perkataannya membuatku tertawa “hahaha anak kita? Sabar Tam, kita masih muda kan? Aku juga harus sekolah dulu” masih dalam telpon, dan sambil menaruh bunga yang diberikan Tama kedalam Vas bung diatas meja belajarku. “Iyaa, aku bakal nunggu terus sampe waktunya tiba. Semoga kamu juga gitu” ujar Tama dari ujung telpon.
...****************...
Kamis.
Aku bangun agak siang hari ini, jam 8 pagi. Dengan pesan dari ayah yang ada dilayar handphoneku
7.80 Ayah : ayah berangkat kerja ya nak, hari ini kamu gak ada agenda agenda pulang pagi kayak kemarin lagi. Bukan apa, ayah cuma khawatir. Kalo mau keluar sampai jam 5 aja.
Begitu bunyi pesannya yang hanya aku baca, akupun langsung keluar kamar dan melihat ibu disana sedang membersihkan meja makan.
“Alma…” baru saja ibu menyebut namaku, aku sudah tau dia akan berkata apa setelahnya
“kata Ayah kamu pulang jam 1 ya? Alma, kamu punya orang tua kan. Apa kata satpam nanti kalau kamu pulang selarut itu terus. Kamu juga masih ada ujian praktik kan setelah liburan” yap betul kalimat itu yang akan ibu ungkapkan “iya buu, Alma tau kok. Emang ibu sama ayah gak pernah muda ya?” Tanyaku sambil memakan roti sobek yang ada diatas meja “pernah muda, tapi semasa muda ibu dan ayah fokus untuk bekerja. Ibu harus membiayai adik-adik ibu sekolah, ayah juga harus membantu keluarganya. Demi masa depan. Demi kamu sekarang agar kamu bisa punya hidup yang lebih baik daripada kami, Bukan untuk cinta-cintaan” begitu lanjutnya, “jatuh cinta itu gak pernah salah Alma, ibu juga pernah pacaran bahkan sampai 7 tahun. Tapi endingnya? Malah sama ayah kamu yang cuma pacaran 1 bulan. Kita gak pernah tau rencana tuhan kedepannya bagaimana” perkataan ibu membuatku terdiam. Bagaimana jika Tama bukanlah orang yang akan menikahiku nanti? Apa artinya ciuman pertamaku kemarin? Lalu, banyak hal yang aku khawatirkan setelahnya.
Mungkin aku yang terlalu keras kepala, mungkin aku yang selalu mengharuskan semua berjalan seperti apa yang aku mau, mungkin juga aku yang terlalu egois. Aku memutuskan hari ini tidak bertemu dengan Tama.
Akupun mengirimkan pesan ke Tama,
12.54 Alma : Tam, kayaknya hari ini kita gak bisa ketemu dulu.
12.59 Tama : yaudah deh, tadinya aku mau ajak kamu kerumah hari ini. But it’s okay, maybe next time.
Aku tidak ingin membalas pesan dari Tama atau dari siapapun. Detik-detik liburan berakhir aku hanya ingin memanjakan diriku didalam kamar. Tidur, nonton Netflix, tidur lagi, maskeran. Dan begitu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments