Stages of Love.

Sudah dua minggu semenjak Tama dan Aku bertukar nomor telpon setelah itu pula kami berdua tidak pernah berhenti untuk membalas pesan satu sama lain. Yaaa Gimmick nya Tama mengajakku latihan nyanyi tapi setelah acara manggungnya selesai, Tama malah semakin dekat denganku. Mungkin setiap kisah cinta memang ditakdirkan untuk ada tahapan-tahapannya. Dimulai dari tahap pertama;

Perkenalan, beda halnya dengan Tama dia ternyata sudah mengenalku lebih awal dibandingkan aku. Bersamaan dengan air mataku, aku mengingat lagi kenangan itu. Hari dimana selesai manggung disalah satu cafe, niatnya Tama mengantarkanku pulang. Aku kira hari itu Tama akan langsung mengajakku pulang kerumah, tapi tidak tiba-tiba diatas motor Triumph miliknya dia bilang “eh.. malem minggu gini enaknya ke puncak gak sih?” Begitu teriaknya, aku seolah tak dengar suaranya bak terbawa angin jalanan “hah? Gimana gimana?” Tanyaku, memastikan tawarannya “ke puncak yuk, mau gak?” Tanya Tama “mau ngapain??” Jujur, aku harus teriak karena suara kendaraan disekeliling kita sangat menganggu waktu itu “yaa.. nongkrong aja biar kayak anak muda” jawabnya, sebetulnya aku ingin menolak. Tetapi kupikir ini adalah kesempatanku untuk mengenal Tama lebih dekat lagi. “Oke” jawabanku seiring dengan jam yang sudah menunjukkan ke pukul 21.00 malam waktu indonesia bagian barat.

Cuaca puncak malam itu cukup dingin, membuatku terpaksa harus memakai jaket jeans milik Tama. Tama memberhentikan motornya didepan warung kopi yang ada dipinggir jalan, warung kopinya tidak seterkenal Warpat disini tempatnya lebih sepi. Ntah tama tau aku tidak suka ramai, atau memang tama juga sepertiku yang tidak begitu suka keramaian

“Malam ini gue tlaktir lo makan deh. Lo mau pesen apa? Jagung bakar? Mie? Atau apa bebas” setelah dia melepas helmnya, akupun tersenyum selepas turun dari motornya “indomie asik sih” sahutku, indomie memang segala jawaban dari cuaca puncak kala itu. Singkat cerita malam itu, tanpa banyak percakapan pesanan kamipun datang satu persatu dimeja makan yang sederhana ini. Tama memesan indomie dan jagung bakar. Aku hanya memesan indomie dan segelas teh tawar hangat. Ditengah diriku yang sedang menikmati hidangan tersebut tibatiba Tama bicara “lo tau gak sih, gue tuh udah penasaran sama lo dari awal pertemuan kita di perpustakaan” entah ungkapan Tama yang mulai menghangatkan atau indomie dengan kuah yang panas ini yang menghangatkan. Namun keduanya menjadi pelengkap ceritaku hari itu. “Oya? Kapan kita ketemuan di perpus? Gue malah gak inget kalo kita pernah kenal sebelumnya” jawabku, memang aku ini gampang melupakan hal-hal yang tidak begitu penting. “Hmm. Jadi waktu itu gue pernah ngikutin lo, sampe akhirnya lo masuk ke perpus. Terus gue sok-sok-an nanya buku biology sebelah mana. Tapi kayaknya lo gak ngeh deh itu gue, soalnya lo cuma jawab di lorong 8 gitu hahaha” jawab Tama sambil tertawa, akupun tersenyum tipis dibuatnya “terus terus? Menurut lo first impression lo waktu itu apa?” Tanyaku, sedikit penasaran “gue mikirnya, jutek banget ni cewek” aku mengangguk, masih dengan senyuman yang semakin tipis “tapi.. ngapain lo ngikutin gue sampe ke perpus???” Ini pertanyaan yang sebenarnya lebih membuatku penasaran dengan jawaban Tama “gak ngerti. pertama kali ngeliat lo, rasanya gue pengen kenalan aja. Cuma gak berani kenalan, akhirnya pura-pura nanya padahal gue gak lagi nyari buku biology” begitu jawabnya menenangkan dan tidak berlebihan “masa anak motor gak berani sih kenalan sama cewek” ujarku, bercanda. “Hahaha tapi emang bener, gue mungkin orang yang paling payah kalo soal cinta-cintaan” Tama ternyata menanggapi lagi percakapanku “payah gimana?” Aku hanya berusaha mengikuti alurnya saja waktu itu “payah karena gak pernah berani untuk mengungkapkan perasaan. Gue, belum pernah pacaran” malam itu, aku dibuat heran dengan pernyataan Tama. Lelaki mana di tahun 2014 belum pernah pacaran. Apalagi yang kutahu Tama ini anak motor, perokok juga. Biasanya geng motor kan terkenal dengan banyak wanita. “Are you kidding me? Haha” hampir tersedak aku dibuatnya “yeh.. beneran. Lo cewek pertama yang berhasil gue ajak kenalan dan pergi jalan” begitu lagi ujarnya, pada saat itu aku tidak ada pikiran kalau ini mungkin bisa saja permainan Tama untuk menaklukan wanita. Malam itu aku hanya terdiam, seolah menikmati perkataan yang keluar dari mulut tama. Meskipun sedikit berbunga dan merasa jadi remaja paling beruntung.

Satu bulan berlalu. Tama masih tetap menjadi notif pertama di Handphone ku. Hubungan kami semakin dekat. Meskipun setelah lulus sekolah Tama memutuskan untuk kuliah di ITB Bandung, dia pulang ke Bogor hanya seminggu atau sebulan sekali. Kami tidak pacaran, melainkan hanya saling memberikan support satu sama lain. Dan terus menanyakan kabar. Aku sudah mulai tau daily activity Tama disana dari matahari terbit hingga tenggelam. Percakapan kami pun berubah dari yang awalnya gue—lo kali ini jadi aku—kamu, alasannya Tama bilang dia terbiasa memakai aku—kamu selama tinggal di Bandung. Setelah melalui masa Perkenalan, proses kedua pada tahapan kisah cinta adalah;

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!