Tubuh Kenzo dibuang lewat pintu darurat pria itu sempat membuang Emelia. Sementara Xander dengan segera mengambil alih pasukan mafianya. Xander sengaja membungkuk hormat kepada Tuan Lee. Seolah Tuan Lee merupakan junjungannya.
Senyum semringah penuh kemenangan dari seorang Tuan Lee perlahan menjadi tawa. Tawa yang juga diam-diam membuat Xander tersenyum lepas.
“Akhirnya!” batin Xander yang sengaja menunduk dalam guna menyembunyikan senyumnya.
Di lain sisi, tubuh Kenzo sungguh tenggelam. Darah segar dari setiap lukanya perlahan memudar menyatu dengan lautan. Jauh di alam sadarnya, Kenzo teringat Emelia ketika wanita itu masih memakai seragam SMP. Kejadiannya nyaris mirip dengan ketika Emelia nyaris meregang nyawa setelah tenggelam di lautan kemarin.
Di mata Kenzo, Emelia itu sangat lucu. Emelia dengan segala tingkahnya sungguh menggemaskan. Apalagi selain pipi Emelia yang saat itu masih sangat tembem, Emelia hobi menghiasi rambut panjangnya dengan banyak pita, setelah diikat atau dikepang. Keadaan kepala Emelia itu jadi mirip penjual pita keliling.
“Aku harus terus menunggu begini, agar aku tahu kapan kak Kenzo kembali?” pikir Emelia melongok dari bibir pantai.
Emelia sudah kembali memakai hijab. Kini, ia memakai nuansa merah muda. Emelia sengaja tidak memakai alas kaki lantaran bibir pantas yang ia lewati tak mendukung.
Semilir angin terbilang kencang, suasana gelap yang sudah dihiasi bulan berpendar, membuat Emelia menatap sedih sumber kedatangan.
Kedua orang Kenzo bilang, harusnya hari ini Kenzo kembali. Maksimal itu sore, tapi meski waktu isya sudah menyambut, Kenzo tak kunjung pulang.
“Kak Ken ... Kakak mau pulang dengan kapal besar, apa pakai kapal speed boat lagi?” sedih Emelia masih berdiri menanti. “Aku mohon, Kakak harus baik-baik saja. Jangan sampai Kakak kenapa-kenapa hanya karena Kakak telah menyelamatkanku. Karena ... sekadar ingat suasana di sana tak manusiawi saja, ... rasanya benar-benar menakutkan!” lirih Emelia.
Meski suasana makin larut, Emelia tetap menunggu di sana. Emelia menunggu dikawal oleh kedua orang Kenzo yang sampai memberinya selimut. Kendati demikian, perasaan maupun hati Emelia tetap terasa hancur lantaran Kenzo tak kunjung kembali bahkan sekadar kabarnya.
“Mbak, sebaiknya kita menunggu di hotel saja. Karena Bos Kenz pasti akan menyusul,” ucap Mir, salah satu pria sangar yang mengawal Emelia. Emelia mengetahui namanya karena Mir maupun Elo rekannya, sudah sampai mengenalkan diri dengan santun.
Tanpa langsung menjawab, Emelia menoleh kepada Mir. “Benar juga sih. Mending aku menunggu di hotel sambil berdoa. Masalahnya, apakah sebelumnya pernah begini? Maksudnya, apakah kak Kenzo pernah telat pulang jadi jadwal?” batin Emelia yang perlahan menanyakannya kepada kedua orangnya Kenzo dan menjelma menjadi pengawalnya.
“Pernah ... terbilang sering. Karena sistim kerja kami memang tidak pasti, Mbak!” sergah Elo memberi jawaban pasti.
“Ohw ...,” lembut Emelia sambil mengangguk-angguk. “Namun hatiku tetap khawatir. Padahal harusnya semuanya baik-baik saja. Apalagi mereka bilang, kak Kenzo itu bos dari pasukan mafia. Entah apa yang terjadi, kenapa kak Kenzo yang aku kenal dari keluarga berada dan dia juga pebisnis sekaligus CEO di perusahaan orang tuanya, justru berakhir seperti sekarang ini!” batin Emelia makin gundah gulana. Ia berangsur menoleh ke belakang dan membuatnya mendapati ombak besar yang saling kejar. “Kak, cepat pulang. Banyak hal yang aku khawatirkan. Aku ingin Kakak kembali saja ke kehidupan Kakak yang sebelumnya. Seberapa pun sulit usaha sekaligus keekonomian sekarang, enggak apa-apa. Kakak pasti biasa. Ketimbang kakak jadi mafia dan taruhannya nyawa?”
Meski berat, Emelia yang terus menoleh ke belakang, tetap melangkah pergi dari sana. Di dalam kamar hotelnya, Emelia menghabiskan waktunya dengan berdoa. Doa yang seolah terhubung ke Kenzo. Karena tubuh Kenzo yang harusnya terlempar ke utara, menjadi terlempar ke selatan terbawa ombak.
Saking khusyuk dalam berdoa, Emelia sempat ketiduran untuk beberapa saat. Emelia melanjutkan waktunya dengan berwudu. Sesudah shalat subuh, Emelia segera kembali ke pantai. Di tengah suasana yang masih gelap, dan semilir angin juga sangat kencang sekaligus dingin, akhirnya Emelia menemukan sesosok punggung meringkuk di bibir pantai.
Awalnya, Emelia takut. Emelia sempat berhenti melangkah setelah sebelumnya sempat antusias. Namun setelah melihat tato naga di leher Kenzo, detik itu juga Emelia yakin, bahwa sosok pria berjaket hitam itu memang Kenzo.
“Mas Mir, Mas Leo! Ini kak Kenzo!” heboh Emelia sudah langsung merengkuh kepala Kenzo. Kemudian, ia menekan-nekan, mencoba memompa dada Kenzo selaku pertolongan pertama bagi mereka yang sempat tenggelam.
“Anyir banget! Bentar ....” Meski belum yakin karena suasana di sana masih sangat gelap, Emlia yakin. Luka-luka terbilang bolong yang ia temukan di kening, dada, dan juga tubuh Kenzo yang lain merupakan luka tembak!
“Kita bawa ke rumah sakit terdekat!” sergah Emelia benar-benar ketakutan. Ia sampai gemetaran karena luka Kenzo dirasanya sudah sangat fatal. Napas, denyut nadi maupun detak jantung Kenzo saja nyaris tidak terdeteksi!
“Tidak boleh! Separah apa pun luka kami, ... kami tidak boleh langsung ke rumah sakit. Kami akan melakukan penanganan secara mandiri. Berarti sekarang juga, kami harus menyewa rumah untuk tempat tinggal sementara,” jelas Mir.
“Kenapa begitu? Ini menyangkut nyawa, loh. Sementara keadaan kak Kenzo benar-benar mengkhawatirkan. Kecuali, jika kalian memiliki perlengkapan penanganan yang lengkap,” protes Emelia yang sudah berlinang air mata.
Pada akhirnya, mereka tetap mengobati Kenzo secara mandiri. Emelia yang notabene merupakan seorang perawat, juga turun tangan membantu. Ternyata, meski Mir dan Leo bertampang sangar, keduanya paham dunia medis. Di dalam mobil, keduanya sudah melakukan pertolongan pertama kepada Kenzo. Emelia memasang infus, sementara Leo dan Mir segera mengganti pakaian Kenzo menggunakan terusan selutut mirip daster, khas seragam pasien.
“Bismillahirrahmanirrahim ... subhanalloh wa bihamdihi. Kun fayakun ... biarkan kak Kenzo sembuh, ya Allah ... biarkan kak Kenzo menjalani hidup lebih baik lagi ya Allah. Biarkan kak Kenzo bertobat. Biarkan kak Kenzo memperbaiki semua kesalahannya melalui kesempatan hidup barunya. Tolong izinkan kami menjadi perantara kesembuhannya!” batin Emelia berusaha tegar menangani Kenzo. Meski di beberapa kesempatan, air matanya berlinang. Sementara sepanjang kejadian terjadi, dadanya terus bergemuruh disertai sesak yang terasa sangat menyiksa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Erna Fadhilah
semoga🤲🤲🤲 kenzo selamat, semoga para pengawalnya setia trs walaupun kenzo udah ga jadi mafia lagi
2024-05-05
2
denas29
mdah"n bisa lewatin msa kritis nya ya ken...
smngat kak...💪
2024-05-05
0
Firli Putrawan
alhamdulillah msh hidup kenzo
2024-05-05
0