Satu karton pertama yang disuguhkan oleh pengawal pak Ameen dan tampak berat sekaligus diperlakukan dengan sangat hati-hati, berisi satu kotak logam mulia 100 gram. Total logam mulia tersebut ada sepuluh, dan memang sangat menyilaukan. Berarti, berat total logam mulianya ada satu kilo gram.
Sementara karton selanjutnya berisi sertifikat tanah. Karton ke dua berisi gamis lengkap dengan hijab glamor berwarna emas. Sedangkan karton terakhir berisi tas maupun sepatu mahal.
Namun, bukannya tergiur, Emelia yang masih menyikapi dengan tenang, justru makin muak. Karena kenyataan tersebut menegaskan, tua bangka di hadapannya sedang membelinya secara terang-terangan.
“Bagaimana?” tanya pak Ameen dengan pongahnya, meski ia masih tersenyum ramah. Senyum penuh tipu daya dan bisa ia yakinkan sudah berhasil memikat ibu Latifah. Perhatian ibu Latifah pada apa yang di meja, sangat mencolok.
Pak Ameen yakin, semua yang disuguhkan darinya dan ada di meja kayu berlapis kaca bening di hadapan mereka, berhasil meluluhkan hati seorang Emelia. Paling tidak, ia akan menggunakan ibu Latifah untuk mendapatkan Emelia.
“Mohon maaf, Tuan Ameen. Keputusan saya tetap sama!” yakin Emelia masih bersikap santun.
Setelah sempat tak bisa berkata-kata, pak Ameen berkata, “Ini belum apa-apa, Mbak Amel!''
“Sekadar nama saja masih sering salah sebut. Sok-sokan mau jadi suami!” sinis Kenzo sengaja menahan diri. Ia tak mau merusak pertemuan yang berlangsung selagi di sana tidak ada kekerasan fisik.
“Iya, Tuan Ameen. Saya tahu, tapi keputusan saya masih sama. Saya ingin menata hati bahkan hidup saya dulu. Selain saya yang memang tidak berniat menikah lagi, apalagi jika dalam waktu dekat.” Setelah berucap begitu, Emelia juga sengaja berkata, “Sejauh ini prinsip saya masih sama. Karena daripada menikah lagi, mempertahankan pernikahan yang sebelumnya jauh lebih akan saya perjuangkan ketimbang menikah lagi.”
“Kita sama-sama tahu bahwa pernikahan bukan hanya mengikat janji kita kepada pasangan dan juga keluarganya. Melainkan janji kita dengan Allah juga.”
“ Tentu saya sebagai orang awam tidak berani main-main, apalagi melukai hati istri yang sudah sebelumnya Tuan nikahi. Karena ketimbang saya, mereka jauh lebih berhak Tuan bahagiakan.” Emelia masih sangat santun. Pak Abdi bahkan baru saja membantunya menolak Tuan Ameen. Namun, ibu Latifah juga baru saja mencubit perut Emelia.
•••
“Harusnya kamu enggak usah pakai acara menolak pinangan Tuan Ameen. Tuan Ameen bahkan yang sudah membangun pondok kita. Selama tiga bulan terakhir, pondok kita makin besar,” ucap ibu Latifah sengaja mengajak Emelia berbicara empat mata.
Obrolan empat mata mereka terjalin di kamar Emelia yang pintunya sampai dikunci. Masalahnya, efek rumah mereka yang tidak gedong-gedong amat, Kenzo yang ada di ruang sebelah, bisa mendengarnya. Emelia dan sang ibu berdiri berhadapan dan jarak mereka tak kurang dari satu meter. Namun dalam kebersamaan tersebut, Emelia cenderung menunduk.
Kenzo yang awalnya duduk di pinggir tempat tidur, berangsur melangkah mendekati tembok sebelah. Ia menempelkan telinga kanannya di sana, menyimak obrolan di dalam kamar Emelia dengan saksama.
“Menikah dengan Tuan Ameen menjamin hidup kamu jadi enak. Meski kamu jadi istri ke empat, bersama Tuan Ameen hidup kamu pasti jauh lebih bahagia!”
“Kamu tidak perlu kerja dua puluh empat jam lagi hanya untuk jadi perawat di rumah sakit. Selain itu, pernikahan kalian juga akan mengangkat derajat keluarga kita!”
“Saran Ibu, sekarang juga kamu hubungi nomor telepon Tuan Ameen. Minta maaf, bilang kamu menyesali jawabanmu. Kamu mau jadi istri ke empat Tuan Ameen!”
“Dulu, ... saat mas Endah melamar, ... Ibu juga begitu. Ibu bilang, usiaku yang sudah mau tiga puluh tahun tapi belum juga menikah, ... sudah jadi aib keluarga!”
“Apalagi sekarang kamu janda, Lia! Sana sini tahu!”
“Janda bukan aib, Bu. Aib itu kalau aku sampai zina atau malah melakukan tindakan kriminal lainnya!”
Mendengar obrolan di sebelah, Kenzo jadi kasihan ke Emelia yang ia yakini sampai ditampar oleh ibu Latifah. Obrolan di sebelah langsung menjadi sepi. Suara marah khas kecewa dari ibu Latifah yang menutupnya. Ibu Latifah meminta Emelia untuk menerima pinangan Tuan Ameen.
“Menikahnya kamu dengan Tuan Ameen juga akan jadi wujud berbakti kamu kepada ibu dan keluarga ini. Kali ini kamu tidak perlu memberi keputusan karena menikah dengan Tuan Ameen menjadi kewajiban untuk kamu!” tegas ibu Latifah.
“Kenapa Ibu sekejam itu kepada Emelia?” sergah Kenzo mengejutkan ibu Latifah yang baru keluar dari kamar Emelia.
Jantung ibu Latifah jadi berdetak sangat cepat sekaligus keras.
Pintu kamar Emelia tetap dibiarkan dalam keadaan tertutup. Kenzo memastikannya melalui lirikan. Karena memang, tatapannya fokus ke kedua mata ibu Latifah.
“Dari dulu, sadar tidak sadar, Ibu memang hobi menghakimiku. Mungkin maksudnya baik. Ibu Terus membanding-bandingkan aku dengan kak Bella. Dari kak Bella yang pandai bergaul bahkan semuanya orang terpandang. Sementara aku ... Ibu selalu bilang bahwa aku cupu. Ibu selalu bilang kalau aku enggak punya masa depan. Dulu aku Ibu sebut perawan tua. Dan sekarang, ibu menyebutku janda hina,” batin Emelia seiring ia yang terduduk pasrah di lantai. Ia masih menunduk, tapi air matanya makin deras dan sebagiannya berjatuhan ke lantai.
Emelia tahu, setiap orang tua selalu mengharapkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Orang tua bahkan sering kali menggunakan cara kasar dalam melakukannya layaknya apa yang ibu Latifah lakukan. Hanya saja, haruskah kali ini Emelia juga mengalah?
Menikah dengan Tuan Ameen tak membutuhkan keputusan Emelia. Karena menikah dengan Tuan Ameen, telah sepenuhnya menjadi kewajiban Emelia. Agar Emelia juga bisa mengangkat derajat keluarga.
“Sebentar, ... sepertinya Tuan Ameen memang sangat kaya. Kira-kira, apakah pernikahan kami juga bisa membawa kabar baik untuk kak Kenzo? Berapa uang yang kak Kenzo butuhkan? Minimal pernikahanku juga harus bermanfaat buat Kak Kenzo!” pikir Emelia buru-buru mengelap air matanya.
Walau dadanya terasa sesak sekaligus ngilu, jika memang pernikahannya bisa bermanfaat untuk Kenzo, Emelia mau-mau saja. Ibu dan keluarganya tak akan dibayang-bayangi aibnya sebagai janda hina. Sementara Kenzo juga bisa keluar dari dunia mafia. Bukankah kedua hal tersebut sangat menguntungkan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Firli Putrawan
ya orang bu Latifah aja yg kawin
2024-05-13
1
sabil abdullah
masyaallah kalo udah cinta memang tak memandang diri sendiri
yng penting yang di cintai bahagia
2024-05-12
0
Jeng Ining
apakah krn ibunya model bgini.. jd punya anak Bella yg model begono ya🤔🤔
2024-05-12
0