40 Hari Setelah Meninggalnya Ibu

Hari pertama lebaran.

Pagi harinya Wati sholat idul fitri di masjid di lingkungan tempatnya kos.

Selesai sholat berjamaah ia terlebih dahulu bermaaf-maafan dengan penghuni kos yang hanya tersisa sedikit karena kebanyakan dari mereka pada mudik.

Setelah itu Wati langsung berangkat ke Supermarket tempatnya bekerja yang tidak jauh dari tempat kosnya. Setiap harinya ia hanya perlu berjalan kaki kurang dari 10 menit untuk berangkat kerja.

Status pengunjung di hari itu berbanding terbalik jika dibandingkan dengan ramainya pembeli beberapa hari menjelang lebaran. Kasir utama pun hanya separuh yang beroperasi.

Wati menikmati jam-jam itu. Konsumen yang membayar melalui dirinya kini menjadi seorang teman yang ditunggu-tunggu sebagai pembunuh waktu atau sekedar untuk menjadi lawan bicara sementara. Di tempatnya bekerja peraturannya memang super ketat. Kasir dilarang main handphone saat kerja. Apalagi jika harus ambil dua sif sekaligus. Bisa seharian mati gaya.

Tahun ini adalah untuk pertama kalinya Wati merayakan lebaran tidak berada di rumah. Jika tahun lalu ia masih bisa sholat id berjamaah di kampungnya kemudian di malam sebelumnya ia bisa bersama-sama melewati malam takbiran bersama sang ibu tapi kali ini ia hanya seorang diri.

Semenjak kematian ibunya ia lebih sering menghabiskan waktu sendiri dengan mengurung diri di dalam kamar kosnya. Ia hanya keluar untuk bekerja atau pun jikalau ada perlu saja.

Dan yang paling miris kini anak perempuan itu tidak bisa lagi untuk mengucap maaf kepada ibu. Ia tidak bisa lagi memeluk dan mengucap berbalas rasa terimakasih dan kasih kepada perempuan yang telah melahirkannya. Yang telah merawatnya sejak ia masih berada di kandung badan. Kini Wati hanya bisa melakukan itu semua melalui pintaan doa.

Malam harinya ia pulang dalam keadaan yang begitu penat. Lelah luar biasa setelah seharian penuh bekerja.

Setelah sampai di kos yang sudah sepi dengan lampu-lampu kamar yang sudah pada mati Wati pun langsung masuk ke dalam kamarnya.

Tidak pakai cuci tangan dan cuci kaki perempuan dengan rambut lurus sebahu yang diwarnai cokelat karamel itu langsung membuang tubuhnya ke tempat tidur.

Tak mengapa dengan kondisi badannya yang sudah lengket sekaligus bau bercampur keringat. Muka ayunya yang sudah kucel dengan riasannya yang sudah luntur. Karena yang paling dibutuhkan untuknya saat ini ialah tidur.

Baru sebentar tertidur. Hari baru saja berganti beberapa menit melewati tengah malam. Wati yang masih dalam kondisi cape berada di ambang antara sadar dan tidak sadar.

Tubuhnya seperti sudah terbangun. Tapi ia melihat sekeliling ruang kamarnya dalam keadaan yang serba memudar. Dan di dalam pandangannya itu ia melihat sosok yang membuatnya bergidik ketakutan. Seumur hidupnya ia belum pernah mengalami kengerian seperti apa yang ia rasakan sekarang.

Sosok itu adalah perempuan berambut hitam panjang tergerai sedang berdiri di dalam kamar memunggunginya. Tubuh Wati seketika menjadi kaku. Ia juga kesulitan untuk menggerakkan mulutnya.

Dalam posisi yang membuatnya susah bergerak itu Wati mau tidak mau harus menyaksikan penampakan yang mengerikan itu.

Ia semakin ketakutan ketika sosok perempuan bergaun putih panjang itu perlahan mulai menggerakkan kepalanya ke arah kanan. Wajah perempuan itu tampak mengintip di balik rambut yang menutupi sebagian wajahnya. Matanya menatap tajam ke arah Wati.

Dengan bersusah payah mengeluarkan daya seluruh tenaganya akhirnya Wati bisa benar-benar terbangun. Mulutnya mengucap takbir yang berhasil membebaskannya dari belenggu itu.

Untuk pertama kalinya dalam seumur hidupnya Wati mengalami ketindihan atau rep-repan atau bahasa medisnya sleep paralysis disebut juga dengan kelumpuhan tidur.

Wati memeriksa kamarnya. Kini ia sudah bangun terduduk di tempat tidurnya. Di dalam kamarnya tidak ada siapa-siapa.

Tadi malam sewaktu pulang kerja ia juga sudah mengunci pintu. Ia pun menyimpulkan apa yang baru saja dialaminya ini tidaklah lebih dari sebuah mimpi buruk belaka.

Terlihat dari dalam kamarnya melalui celah jendela yang tidak tertutup rapat oleh gorden rupanya hari sudah mulai pagi.

Wati harus segera bangun dari tempat tidurnya dan mempersiapkan diri untuk mengulang hari yang sama seperti kemarin.

***

Tidak ada yang berbeda dengan harinya di tempatnya bekerja sebagai seorang kasir. Ia pun pulang di waktu malam yang sama setelah selesai bekerja sama seperti malam kemarin.

Masih terbayang kejadian mimpi buruknya semalam Wati pun terlebih dahulu bersih-bersih diri setelah sampai di kos sebelum pergi tidur. Ia sama sekali tidak ingin mengulang mimpi kemarin malam.

Wati terjaga dari tidurnya. Tapi ia sadar kalau dirinya belumlah sepenuhnya terbangun. Penglihatannya samar seperti kejadian kemarin malam. Ia kembali mengalami sleep paralysis.

Ia memandangi sekeliling kamarnya. Bedanya kali ini ia tidak menemui sosok yang kemarin dilihatnya. Syukurlah batin Wati.

Terperanjat. Tiba-tiba sosok itu hadir lebih dekat kepadanya.

Sosok perempuan berbaju putih dengan rambut panjang yang menutupi punggungnya itu duduk di tempat tidur Wati.

Sosok itu duduk di ujung tempat tidur. Rambutnya yang panjang sampai menyentuh menyelimuti jari-jari kaki Wati yang keluar dari dalam selimutnya.

Sosok perempuan itu terlihat dengan jelas. Sosok itu kembali menolehkan kepalanya ke sebelah kanan.

Kini sosok itu memperlihatkan wajahnya. Seketika itu juga Wati yang sangat terkejut langsung lemas sampai tertidur kembali.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!