Kerasukan atau kesurupan. Catatan riwayat itu memang benar adanya sudah ada dari zaman dahulu. Bahwasanya jin atau makhluk halus setan bisa merasuki manusia.
Hal inilah yang akan dilakukan oleh Wati dan Salima sebagai puncak dari serangkaian latihan yang mereka lakukan. Jika manusia bisa memasuki alam gaib dengan kemampuan yang dimiliknya maka jin pun bisa datang ke alam manusia dengan kekuatan yang dimilikinya.
Wati dan Salima akan menyatukan jiwa dan raga mereka. Ini adalah tingkatan jurus tertinggi dari kerjasama antara manusia dengan jin pendampingnya. Penggabungan. Melebur menjadi satu.
Salima dan Wati akan sangat kuat jika berhasil bergabung menjadi satu. Salima jin yang sakti dengan Wati yang merupakan manusia yang kodratnya adalah makhluk paling sempurna.
Melakukan jurus pamungkas ini bukanlah perkara gampang. Tidak cukup hanya dengan menguasai caranya saja tapi keduanya harus saling percaya dari dasar hati yang paling dalam.
Jika ada setitik saja rasa enggan dari salah satunya maka sampai kapanpun kerjasama ini akan selalu gagal tidak akan pernah bisa terwujud. Yang terjadi malah justru sebaliknya hanya akan membuang-buang tenaga dan waktu serta menyia-nyiakan kesempatan.
Setelah berkali-kali percobaan. Berulang-ulang kali kegagalan. Akhirnya Wati dan Salima bisa menjadi satu seutuhnya.
Jiwa mereka melebur dalam rasa saling percaya. Raga mereka mengikat saling menerima. Wati merasakan tubuhnya yang kini dibaluti oleh energi-energi mistis dengan kesaktian-kesaktian dahsyat yang tersembunyi dibaliknya. Salima merasakan tubuhnya kini menjadi lebih kuat dan terasa sangat nyata.
Dalam mode pengabungan itu Wati kegirangan bukan main seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan idamannya.
Ia bisa terbang, menembus dinding, menghilang dan melakukan ajian-ajian sakti lainnya.
Sementara Salima menjadi semakin sangat yakin dan percaya diri dengan kekuatannya sekarang ini setelah berhasil menyatu dengan Wati.
Ia siap untuk menuntut balas. Tanding ulang.
***
Mengambil waktu pada saat hari libur. Wati pergi ke sebuah daerah yang terkenal karena memiliki pantai-pantai tersembunyi yang masih indah belum terlalu sering terjamah oleh kunjungan turis-turis lokal.
Ia pergi ke wilayah pesisir itu bukan untuk berekreasi. Tapi ia datang ke sana untuk bertandang ke tempat lain.
Sebuah tempat yang informasinya hanya bisa didapatkan dari sumber tertentu saja.
Wati sampai di sana sore hari. Ia sempatkan untuk singgah di pemberhentian terakhir untuk menikmati segarnya es kelapa muda.
Setelah itu tidak ada tempat lain yang bisa dikunjungi. Wati mempersiapkan diri.
Perempuan muda itu berjalan memasuki hutan seorang diri.
Lebatnya pohon-pohon besar yang memayungi layaknya berada di tengah petang waktu malam hari.
Wati sampai di depan sebuah rumah bambu yang memang menjadi tempat tujuannya. Orang yang datang ke sana dengan niat yang ragu-ragu tidak akan bisa menemukan pondok yang berada di tengah hutan belantara itu.
“Permisi”, sapa Wati di depan pintu.
“Permisi”, Wati sampai mengulangnya berkali-kali.
“Siapa kamu?”,
Wati dikejutkan dengan sebuah kalimat pertanyaan.
Suara yang terdengar berat dan serak itu datang dari arah belakang.
Manusia yang hendak bertamu itu segera berbalik badan. Ada sosok nenek berbadan besar. Tubuhnya tinggi berbalut kain kebaya hitam serta jarit cokelat khas penampilan orang zaman dulu.
Sosok itu berdiri di halaman rumah bambu yang hendak dikunjungi Wati.
“Siapa kamu?”, tanya sosok itu sekali lagi.
“Saya bukan siapa-siapa nek” jawab Wati gugup.
“Namamu”, kata sosok tua itu dengan galak.
“Nama saya Wati nek”, jawab Wati.
“Untuk apa kamu datang kemari?”, tanya sosok itu.
“Saya ada perlu…, maksudnya saya mau minta tolong sama orang yang punya rumah ini”, jawab Wati yang masih sedikit gugup.
Wati pun diajak masuk ke dalam rumah yang terbuat dari bilik-bilik bambu yang berada di tengah hutan itu oleh sosok nenek yang mengajaknya bicara.
Ternyata sosok nenek itulah pemilik rumah bambu tersebut.
Kini Wati sudah berhasil sampai di tempat tujuannya. Di kediaman dukun yang terkenal sakti untuk urusan santet-menyantet.
Kini Wati sudah berada di dalam ruangan khusus yang merupakan tempat praktek dukun kondang itu menerima pasiennya. Sebuah kamar yang gelap minim penerangan.
Di depan Wati dapat dilihat bermacam-macam sesaji berupa bunga-bunga, benda-benda pusaka, hingga kemenyan yang dibakar dengan asapnya yang mengepul serta baunya yang menyengat.
“Apa yang bisa nenek bantu untuk cucuku yang manis ini?” tanya dukun pemilik rumah itu kepada Wati yang kini tengah duduk bersimpuh berhadap-hadapan dengannya.
“Aku ingin menyantet seseorang nek”, ucap Wati lirih sambil menunduk masih enggan untuk menatap dukun tua itu.
“Siapa nama orang yang ingin kamu santet itu?”, tanya si dukun.
“Saya tidak tahu nek kalau namanya”, kata Wati.
“Kalau kamu tidak tahu namanya alasannya apa kamu ingin menyantet orang itu?”, tanya nenek dukun.
“Kata teman saya yang bisa tahu. Orang itu telah menyantet ibu saya sampai mati nek”, jawab Wati.
“Saya ingin balas dendam nek, menyantet orang yang telah menyantet ibu”, lanjut Wati.
“Maksud kamu, kamu ingin aku membunuh orang itu dengan santet?”, tanya si dukun.
“Benar nek, kata teman saya nenek sungguh sakti. Apalagi soal santet”, jawab Wati.
“Sebutkan nama ibumu supaya aku bisa tahu siapa orang yang menyantetnya?”, pinta si dukun.
Wati pun menyebutkan nama almarhumah ibunya dengan sangat jelas. Namun tiba-tiba dukun tua itu malah tertawa.
“Asal kamu tahu Wati. Akulah yang telah menyantet ibumu hingga mati. Sebenarnya aku juga dibayar untuk membunuhmu”, terang dukun tua itu dengan penuh kesombongan.
“Sayang sekali kamu ke sini datang kepadaku hanya untuk mengantar nyawa”, kata dukun itu angkuh yang justru sekarang berkeinginan hendak membunuh Wati.
“Kamu meminta tolong kepada orang yang salah. Kamu datang ke tempat yang salah”, ucap dukun tua itu.
Wati yang masih tertunduk hanya diam saja mendengar kelakar arogansi sosok nenek dukun itu.
Dalam hatinya Wati memanggil Salima serta menyatukan jiwa dan raga mereka. Penggabungan.
“Aku datang ke tempat yang tepat”,
Kalimat itu keluar dari mulut Wati dengan suara berat Salima.
Dukun tua pemilik rumah itu pun dibuat tercengang.
Di hadapannya kini sudah bukan hanya Wati lagi. Tapi sosok di depannya telah berubah dengan mode Salima yang mendominasi wujudnya.
Itu adalah tampilan yang akan digunakan untuk bertarung melawan sesama makhluk gaib.
Perempuan berambut panjang bergaun putih. Salima.
Sosok Salima belum dilupakan oleh si dukun santet karena beberapa waktu yang lalu mereka sempat terlibat pertarungan sengit yang menyebabkan meninggalnya ibu Wati.
Dukun tua itu sejatinya adalah sosok jin tua yang kerap menampilkan wujudnya sebagai seorang nenek-nenek berpostur kekar.
Melihat Salima di hadapannya jin tua itu langsung menyerang dengan menyemburkan serangga-serangga beracun yang keluar dari mulutnya yang menganga begitu lebar.
Salima dengan gesit terbang menghindari serangan jin tua yang pada pertarungan sebelumnya sempat mengalahkannya. Tapi tidak dengan sekarang.
Salima memanjangkan kedua tangannya yang langsung mencekik jin berkedok dukun itu. Ketika Salima berhasil mencengkeramnya, seluruh tubuh jin lawannya itu berubah menjadi ngengat-ngengat yang terbang berhamburan.
Serangga-serangga itu kemudian hinggap di bilik dinding-dinding bambu rumah tuannya. Tiba-tiba rumah bambu yang terletak di tengah hutan itu luluh lebur.
Rumah itu berubah menjadi serangga-serangga dengan jumlah yang sangat banyak. Serangga-serangga itu langsung menyerang menyerbu tubuh Salima.
Dari kejauhan jin nenek tua itu melihat luas tanah rumahnya berdiri yang kini telah kosong, serangga-serangga gaib peliharaannya sedang mengerubungi musuhnya hingga tidak terlihat.
Jin tua itu tertawa puas melihat kemenangannya secara pasti ketika serangga-serangga miliknya membubarkan diri menyudahi serangan mereka dengan tidak menyisakan apa-apa.
Salima telah dimakan hingga binasa tak tersisa. Tubuhnya telah habis menjadi santapan oleh serangga-serangga ganas itu. Setidaknya itulah yang dipercaya oleh jin tua jahat itu.
“Aku datang ke tempat yang tepat”,
Salima tiba-tiba muncul tepat di belakang jin tua itu.
Perkataan Salima itu adalah kalimat terakhir yang didengar oleh jin yang berkedok sebagai dukun santet itu.
Karena Salima dengan menajamkan tangannya melalui kuku-kuku jarinya yang runcing mematikan, menghunus jantung musuhnya tepat dari arah belakang hingga mati. Membayar lunas balas dendam kekalahan tempo hari.
***
Rumah megah bak istana dengan tanah yang luas serta dinding pagar yang menjulang tinggi.
Untuk kedua kalinya Wati bersama Salima datang ke rumah yang akan mengungkap rahasia kebenaran seperti apa sesungguhnya sikap ayah Wati itu. Apa yang hendak ia berikan kepada putri pertamanya yang ia tinggalkan sewaktu masih kecil setelah dirinya meninggal.
Wati menyelinap masuk ke rumah gedongan itu di waktu malam.
Dengan Salima yang ikut bersamanya dengan mudah ia bisa masuk ke dalam rumah yang kini tidak dihuni itu meski ada petugas keamanan yang berjaga di sana.
Wati dan Salima juga tidak perlu khawatir dengan makhluk-makhluk gaib yang tinggal di rumah itu. Karena beberapa jam yang lalu ia dan Salima baru saja membinasakan pemimpin mereka yaitu jin berwujud nenek-nenek yang berkedok sebagai dukun santet yang tinggal di tengah hutan pesisir.
Kedatangan Salima dan Wati begitu ditakuti oleh jin-jin setan yang memang sengaja dipelihara oleh pemilik rumah untuk bersemayam di sana.
Mengetahui kedatangan Salima yang baru saja membunuh ketua mereka jin-jin itu memilih untuk kabur dan bersembunyi.
Wati telah memasuki rumah yang super mewah itu.
Rumah seperti ini hanya pernah ia lihat di tayangan-tayangan review rumah orang-orang kaya ternama.
Dalam rumah ini sangatlah luas.
Anak perempuan itu berhenti di sebuah ruangan yang banyak memajang bingkai-bingkai gambar keluarga dari si pemilik rumah.
Tanpa kesulitan Wati langsung mengenali orang yang sedang dicarinya diantara foto orang-orang di keluarga itu. Ayah Wati.
Meski terlihat wajahnya yang telah menua tapi ia bisa langsung tahu rupa bapak yang semasa hidupnya tidak pernah dijumpainya itu.
Sebagai jin pendamping Salima harus bersabar di momen seperti ini. Membiarkan Wati berkeliling melihat-lihat tempat ayahnya tinggal. Hingga ia berhenti di ruang keluarga yang memajang foto berukuran besar yang membuat Wati mau tidak mau secara naluri menjatuhkan air mata haru kepedihan.
Wati menapaki anak tangga yang begitu banyak jumlahnya untuk menuju ke lantai dua.
Ada sebuah ruangan di sana yang hendak anak pemilik rumah yang selama ini keberadaannya di sembunyikan itu periksa. Kamar sang ayah yang telah tiada.
Sampai di dalam kamar itu Wati berhenti di depan sebuah lemari brankas milik almarhum ayahnya.
Anak semata wayang hasil dari pernikahan dengan istri pertama yang tidak mendapatkan restu itu tertegun sejenak.
Tentu saja bukan karena ia tidak tahu nomor kombinasi untuk membuka brankas tersebut karena itu tidak diperlukan.
Wati mempersiapkan hatinya untuk menemukan kejujuran yang tersimpan di dalam lemari besi di hadapannya.
Tanpa perlu membukanya tangan Salima masuk ke dalam brankas kotak tersebut untuk mengeluarkan segala isi di dalamnya. Konsep cara ini kurang lebih sama seperti tuyul yang mencuri uang tanpa harus memerlukan kunci apalagi sampai bilang permisi.
Isi di dalam brankas milik mendiang ayah Wati.
Selain berisi surat-surat penting seperti catatan wasiat warisan yang ditujukan kepada Wati dan ibunya, terdapat juga dokumen-dokumen berharga lainnya.
Tapi yang paling inti dan mengena bagi Wati apa yang ditemukan di dalam lemari besi milik sang ayah itu adalah foto-foto yang disimpan dan dirawat dengan baik.
Foto-foto keluarga yang sama seperti foto-foto keluarga yang Wati dan ibunya punya di rumahnya.
Selama ini sang ayah tidak begitu saja melupakan Wati. Meski sudah tidak menjadi satu lagi keluarga mereka selalu saling mencintai.
Selanjutnya untuk mendapatkan hak waris seperti yang tertulis di dalam surat wasiat yang telah dibuat oleh sang ayah dan ditandatangani oleh para saksi Wati hanya perlu mendatangi alamat notaris yang tertera. Firma hukum yang telah dipercaya almarhum ayah Wati untuk menjalankan amanah terakhirnya.
Misi pertama Wati dan Salima berhasil dilakukan dengan baik.
Salima sukses memenangkan tanding ulang membalas dendam kekalahannya.
Wati mendapatkan apa yang seharusnya menjadi miliknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments