Teettt teettt.
Ceklek,
“Selamat datang Bu Diana, Pak Hermawan." Sambut Bibik sembari menarik tas pakaian yang di bawa oleh mereka.
"Mari masuk." Tambahnya.
“Fawwaz kemana Bik?" tanya Mama, beliau clingak-clinguk mencari keberadaan putranya.
"Mas Fawwaz ada Buk, beliau masih Shalat," pungkasnya.
“Kalau Ara?"
"Neng Ara ada di kamarnya Buk." Sahutnya sembari beranjak meninggalkan mereka berdua di ruang tamu.
"Bik," pekik Mama menghentikan langkah Bibik.
"Iya Buk?"
"Tolong antarkan kami ke kamar dulu," pinta Mama.
“Baik Bu, mari saya antar ke kamar." Ajak Bibik pada Orang Tua Fawwaz.
Perjalanan Bandung-Jakarta memang cukup melelahkan. Apalagi mereka berdua membawa mobil sendiri tanpa menyewa sopir. Umur Papa memang sudah lebih dari setengah abad tapi tenaga Papa masih sangat kuat. Hanya saja faktor usia yang membuatnya gampang merasa lelah.
Usai mengantar Orang Tua Fawwaz ke kamar, Bibik kembali ke dapur.
Di sana, Bibik berpapasan dengan Fawwaz.
"Mama sudah datang Bik?” tanya Fawwaz.
"Sudah Den." Sahut Bibik.
"Beliau sedang beristiraha di kamarnya." Tambahnya.
“Yasudah. Tolong masakin untuk makan malam ya." Seru Fawwaz.
"Baik Den."
Fawwaz berjalan menghampiri kedua Orang Tuanya.
Tok tok.
"Assalamu’alaikum Ma, Pa."
"Wa'alaikumsalam." Sahut Papa dari dalam kamar.
Fawwaz meringkuh tangan Papa dan menciumnya. "Papa sehat?"
"Alhamdulillah, kamu apa kabar Waz?" tanya balik Papa.
"Alhamdulillah, Fawwaz sehat Pa." Sahut Fawwaz. "Mama mana Pa?" tambahnya.
"Mamamu masih mandi." Sahut papa.
"Oh." Fawwaz membulatkan bibirnya.
Papa dan Fawwaz berjalan ke ruang keluarga.
Tidak lama kemudian, Mama sudah keluar dari kamar.
"Mama." Fawwaz membungkuk kan badanya dan mencium tangan Ibundanya.
"Mama apa kabar?" Fawwaz menegakkan kembali tubuhnya dan memapah Mamanya ke sofa ruang keluarga.
“Alhamdulillah Mama sehat. Kamu apa kabar Nak?"
"Fawwaz sehat Ma," ucap Fawwaz sembari mengembangkan senyum dari bibirnya. "Kak Alya apa kabar Ma?" tambahnya.
“Kakakmu Alhamdulillah sehat. Dia sekarang bekerja di salah satu perusahaan besar di Bandung." Ungkap Mama.
"Alhamdulillah."
"Pa, buruan mandi gih. Keburu gelap." Seru Mama kepada Papa.
"Iya, Papa mandi dulu."
Papa beranjak ke kamar mandi yang berada di kamar tamu.
Fawwaz dan Mamanya duduk bersebelahan. Fawwaz menyalakan TV supaya suasana tidak semakin sepi.
Fawwaz merebahkan kepalanya kepangkuan Ibundanya. Mama mengusap perlahan kepala Putran Mahkotanya tersebut.
"Istrimu mana? Mama belum melihatnya sejak tadi." Mama clingak-clinguk mencadi keberadaan menantunya.
"Eee, dia masih di kamarnya Ma. Dia sepertinya capek setelah Fawwaz mengajaknya jalan-jalan." Ungkap Fawwaz.
"Oh, gitu," sahutnya sembari membelai lembut kepala Fawwaz.
Ceklek,
Fawwaz terkejut mendengar suara pintu terbuka dari kamar Ara. Spontan Fawwaz menarik tubuhnya dari pangkuan Mamanya.
"Ara," sambut Mama.
Ara membungkuk kan badanya dan mencium tangan Ibu mertuanya.
"Kamu sehat Nak?" tanya Mama pada Ara.
"Alhamdulillah Ma, Ara sehat. Mama gimana kabarnya?" tanya balik Ara.
"Mama sehat Nak Alhamdulillah," jawab Mama.
"Sini duduk di sebelah Mama." Mama menepuk sofa di sampingnya.
Ara melirik ke arah sofa tersebut. Jaraknya tidak jauh dari Fawwaz. Ara merasa canggung.
Seolah faham dengan maksud istrinya, Fawwaz berdalih ingin ke dapur mengambil air minum.
"Ma, Fawwaz ke dapur sebentar ya." Pamit Fawwaz
Mama mengangguk, senyum lebar terukir dari bibirnya.
"Ra, Kak Alya titip salam buat kamu," ujar Mama.
"Iya Ma, Waalaikumsalam," jawab Ara.
Ara hanya menunduk dan menjawab setiap pertanyaan dari Ibu mertuanya.
"Kak Alya kenapa gak ikut Ma?" tanya Ara penasaran.
"Dia baru diterima kerja di salah satu perusahaan besar di Bandung. Jadi dia masih sibuk." Ungkap Mama.
"Oh, iya Ma.
"Oh iya, ngomong-ngomong kalian gak pengen apa punya anak cepat."
uhuk uhuk ...
Fawwaz tersedak mendengar pertanyaan Mama.
"Kamu gak apa Nak?" tanya Mama dengan nada kekhawatiran.
"Fawwaz gak apa Ma." Fawwaz meletakkan gelasnya kemudian menghampiri Mama. Ia duduk di samping Ibunya.
"Mama ngapain tanya seperti itu ke Fawwaz," Fawwaz segera menutup mulutnya dengan satu tangan. Mama sudah mengernyitkan keningnya memandang curiga pada Putranya.
"E ... maksudnya kita Ma, Fawwaz dan Ara." Fawwaz merendahkan di suara kalimat terakhir.
"Loh Mama kan gak salah tanya seperti itu ke kalian. Toh kalian sudah menikah." Mama mengangkat kedua bahunya bersamaan dengan kedua tanganya, memandang bergantian ke Fawwaz dan Ara.
Ara tak menjawab sepatah katapun. Ia hanya diam dan tertunduk.
"Eee i ... ya sih Ma tapi kan ... " Fawwaz menggaruk rambut belakangnya yang tidak gatal.
"Ehem," Papa berdehem dari balik kamarnya.
Fawwaz mengelus dadanya, dalam hati ia bersyukur Papanya menjadi penolongnya saat ia tak bisa menjawab pertanyaan dari Mama.
"Ma, masalah anak itu urusan Allah. Yang penting sudah ikhtiar. Betul gak Waz?" Papa berjalan pelan mendekati ruang keluarga.
"Nah, itu yang mau Fawwaz katakan Ma."
Dalam hati Fawwaz. "Terimakasih Pa sudah menolong Fawwaz."
"Pa," Ara meringkuh tangan Ayah mertuanya dan menciumnya.
"Kamu sehat Nak?" tanya Papa pada Ara.
"Alhamdulillah Pa. Papa sendiri gimana?" Ara menyambut ramah Papa mertuanya.
"Alhamdulillah Papa sehat seperti dihadapanmu sekarang."
Ara mengangguk sembari tesenyum tipis ke Ayah mertuanya.
"Waz, kamu pindah sini ya dekat Ara. Papa biar bisa deket sama Mama." pekik Papa.
Fawwaz berjalan perlahan dan duduk di samping Ara.
Degup jantung Fawwaz mulai berdetak tak beraturan.
Bersyukur Adzan Maghrib berkumandang, membuat Fawwaz segera pindah dari tempat tersebut.
Allahu Akbar, Allahu Akbar.
"Alhamdulillah." ucap Hamdalah serentak penghuni rumah tersebut.
"Pa, Ma. Ayo kita shalat Maghrib dulu," ajak Fawwaz.
"Loh Ara gak ikut sekalian?" tanya Mama.
"Ara lagi datang bulan Ma." Sahutnya.
"Oh, yasudah kalau gitu."
Mama, Papa dan juga Fawwaz beranjak menuju Mushalla rumahnya. Tak lupa mereka mengajak Bibik sekalian jamaah.
Ara kembali ke kamarnya. Dia hanya duduk merenung di tepi ranjangnya. Menatap kosong keluar jendela.
****
Usai shalat berjamaah, Bibik sudah menyiapkan makan malam untuk keluarga besar tersebut.
Mama, Papa dan juga Fawwaz sudah berada di kursinya masing-masing.
Mama memandang sekitar, mencari keberadaan seseorang.
"Bik, Ara kemana?" tanya Mama pada Bibik.
"Ada Buk, di kamarnya"
"Tolong panggilkan ya!:" seru Mama.
"Baik Buk."
Tok tok.
"Neng, sudah ditunggu di ruang makan."
Tak ada jawaban dari sang penghuni kamar, dia melirik ruang makan. Bu Diana, Pak Hermawan dan juga Fawwaz tampak sedang memperhatikan Bibik.
"Neng," panggilnya kembali.
"Barusan saya masih di kamar mandi," ucap Ara dengan wajah datar.
Bibik menyeringai, melihat Ara mau bergabung dengan keluarga Fawwaz.
"Sini Ra, duduk sebelah Fawwaz."
Ara tersenyum tipis.
lagi-lagi Mama memintanya untuk selalu dekat dengan Fawwaz. Tak ada pilihan selain menuruti permintaan Mertuanya.
"Bik, sini makan sama-sama." Ajak Mama.
"Gak apa Buk, saya makan di dapur saja." Tolak Bibik.
"Udah, sini! Makan bersama-sama lebih nikmat," ujarnya sembari menarik lengan Bibik dan mendudukanya di kursi.
"Terimakasih Buk."
Mama hanya menyeringai dan mereka semua mulai makan malam bersama.
Usai makan malam bersama, mereka berempat ngobrol bersama sebentar di ruang tengah atau ruang keluarga.
lama berbincang-bincang, tak terasa waktu sudah menunjukan antara angka 8 dan 9.
Mama pamit ke kamar dulu di susul dengan Ara.
Obrolan dilanjutkan oleh Ayah dan Anak. Tapi tak seberapa lama, Papa pamit juga karena matanya sudah mengantuk.
"Waz, Papa ke kamar dulu ya." Pamit Papa.
"Iya Pa."
"Kamu gak tidur?" tanya Papa.
"Masih ada yang harus Fawwaz kerjakan Pa."
Fawwaz beranjak pergi ke ruang kerjanya.
Dia hanya memutar-mutar bulpoinya dengan jari. Melamun, tanpa tau kemana arah pikiranya berjalan.
Mama hendak mengambil air mineral di dapur, dia melihat ruang kerja Fawwaz masih menyala. Perlahan Mama mendekati ruangan tersebut, memastikan tak ada orang disana.
Ceklek.
"Waz,"
"Mama !" Fawwaz terkejut mendapati Mamanya berada di balik pintu ruang kerja.
"Kamu belum tidur Nak.Ini sudah malam." Mama mendekati putranya, melirik ke arah monitor yang menyala tapi tidak di gunakan.
"Kembalilah ke kamarmu Nak. Untuk pekerjaan bisa dilanjutkan besok pagi." Saran Mama.
"Iya Ma, Fawwaz ke kamar dulu ya." Fawwaz beranjak dari ruang kerjanya.
"Bissmillah, semoga tidak dikunci." desis Fawwaz.
Kreekkk.
"Alhamdulillah." Fawwaz sedikit lebih tenang. Ibunya sudah kembali ke kamarnya dan Fawwaz sudah berada di kamarnya.
Fawwaz menilik ke arah Ara, tampak dia sudah tertidur pulas di ranjangnya.
Kemudian Fawwaz merebahkan tubuhnya di sofa kamar Ara.
Bersambung.
•
•
•
**Halo reader. Jangan lupa like, komen dan vote nya ya. Tanpa kalian, Author bukanlah apa-apa.
See You next story** ;) .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Umar
mna ad orang kek Ara di dunia nyata yg ad dunia novel bnyak
2022-03-12
0
Novrizal Novizral
dosa besar mencuekin suami ...
2020-09-13
3
AnanDita
suami yang tak di anggap fawwaz
2020-08-30
4