Back to story.
• • • •
Malam semakin larut, dinginya malam menyelimuti perasaan Fawwaz.
Ia duduk termenung di samping istrinya yang sedang terbaring lemas.
"Nathan, Nathan ... " Ara meracau dalam tidurnya.
"Ra, kamu gak apa?" Fawwaz menggoyang pelan lengan Ara.
Ara memicingkan matanya, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam kornea matanya. Lalu ia mengamati sesosok Pria yang ada di depanya.
"Kamu gak apa?" tanya ulang Fawwaz.
Ara menggeleng.
“Maafkan Mas ya Ra,” Fawwaz merengkuh telapak Ara, meremas jari-jemarinya. Meski terkesan lancang tapi Ara hanya bisa pasrah.
Entah sudah keberapa kalinya sang suami mengucapkan kata itu. Fawwaz yang tak pernah melakukan kesalahan tapi justru dia yang sering mengucapkan kata maaf.
Harusnya Ara lah yang bersujud di kaki suaminya, karena selama ini dia tidak pernah menjalankan kwajibanya sebagai istri.
Dan tak terasa bulir bening keluar dari sudut matanya.
“Kamu kenapa Ra?” Fawwaz menarik tisu di belakangnya lalu menyeka air mata istrinya.
Ara tidak bergeming. Dia malah memiringkan tubuhnya membelakangi Fawwaz.
“Ya sudah kamu istirahat saja, Mas akan menunggumu di sini." Fawwaz menarik selimut di samping Ara kemudian menyelimutkan ke tubuh Istrinya.
Fawwaz tertidur dalam keadaan duduk, sedang kepalanya berbantalkan kasur.
Terdengar suara gemuruh dari langit pertanda akan turun hujan.
Fawwaz terperanjat dan menyadari jika posisi tidurnya bisa membuat sakit di sekujur tubuh. Lalu dia melihat sajadah tergantung di belakang pintu. Ia menariknya dan memaikanya sebagai alas tidurnya.
Setelah Fawwaz terlelap, diam-diam Ara beranjak dari ranjangnya. Dia mengambilkan selimut dari dalam lemari, kemudian menutupkan ke tubuh Fawwaz.
****
Sayup-sayup lantunan Ayat-ayat Suci Al-Qur'an mulai menggema. Fawwaz terperanjat dan akan segera beranjak ke kamar mandi, tapi dia sedikit keheranan saat mendapati tubuhnya serasa hangat, padahal hujan semalam sangat deras apalagi sewaktu akan tidur dia tidak memakai selimut. Lalu tatapanya mengarah kepada gadis yang masih lelap dalam tidurnya.
"Terimakasih Ra," ucap Fawwaz dengan lirih.
Bibirnya menyeringai.
Kemudian dia membersihkan diri dan berangkat berjamaah Subuh di Masjid.
Jam sudah menunjuk angka enam. Cahaya Mentari sudah menyebar, menelisik ke penjuru Negeri.
Ara membantu Ibunya memasak di dapur. Sementara Fawwaz dan Arga sedang mengobrol di teras.
"Ra, gimana kondisimu Nak?" tanya Ibuk.
"Alhamdulillah sudah membaik Buk." Jawab Ara.
"Kalau kamu masih sakit, sudah gak apa. Biar Ibuk saja yang masak," Pinta Ibuk.
"Kamu istirahat saja di kamarmu." Tambahnya.
"Gak apa Buk, Ara bosan di kamar terus." Sahut Ara sembari mencuci sayuran yang sudah dipersiapkan Ibuk.
Kemudian Ara dan Ibuk melanjutkan aktifitasnya masing-masing.
Sementara itu di teras, ada sedikit pertanyaan di benak Fawwaz.
"Mas gak kerja?" tanya Fawwaz.
Arga menyruput kopi di depanya, "Mas libur hari ini." Jawab Arga.
Fawwaaz mengangguk-angguk, lalu pandanganya beralih ke persimpangan jalan.
"Apa kau jadi kembali ke Jakarta sore ini." tanya Arga.
"Iya Mas," jawab Fawwaz santai.
"Mas, apa untuk sementara waktu Ara biar disini dulu." Ungkap Fawwaz.
"Untuk apa?" tanya Arga keheranan.
"Supaya kondisi Ara membaik." Jawab Fawwaz.
Hhhhh. Arga menarik nafas panjang.
"Sebenarnya tidak perlu, justru kalau Ara disini dia lebih susah melupakan masa lalunya." Jelas Arga.
Fawwaz terdiam.
Kemudian Ibuk keluar menghampiri keduanya.
"Ga, ayo ajak adikmu sarapan." Pinta Ibuk pada Arga.
"Ayo Nak kita sarapan bersama, mumpung masih disini." Ajak Ibuk kepada Fawwaz.
"Iya Buk, terimakasih." Sahut Fawwaz.
Ara, Fawwaz, Ibuk dan Arga sarapan bersama di meja makan.
Ibuk memperhatikan Fawwaz saat mengambil makananya sendiri. Sedangkan Ara asyik menyantap masakan Ibuk tanpa mempedulikan Fawwaz.
"Ra," seru Ibuk.
Ara menatap Ibuk.
"Apa kau tidak mengambilkan nasi untuk suamimu?" sindir Ibuk.
Dengan santainya Ara menarik wadah nasi lalu ia tuangkan ke piring Fawwaz, lalu memberikan lauk juga sayur ke piring suaminya.
Ibuk hanya bisa menghela nafasnya saat melihat tingkah Putrinya.
Fawwaz pun terdiam, hanya senyum tipis yang ia suguhkan pada Ara.
Setelah selesai sarapan, Ara kembali ke kamarnya untuk mengemasi pakaian.
Fawwaz menghampirinya dan duduk membelakangi Ara.
"Ra, terimakasih untuk yang di meja makan," ucap Fawwaz sembari setengah menoleh ke Ara.
Ara hanya mengangguk pelan, lalu melanjutkan kembali melanjutkan aktifitasnya.
Suara mobil berhenti di halaman rumah Ara, lalu seorang anak kecil berlari mencari seseorang di rumah Ara.
"Assalamu'alaikum Uti ... " teriak Caca sembari mencari keberadaan Ibuk.
"Waalaikumsalam. Eh Cucu Uti sudah datang." Sahut Ibuk lalu menggendongnya.
Kemudian keduan Orang Tua Caca menyalami Ibu bergantian.
"Ara dimana Buk?" tanya Nabila, ia menelisik setiap sudut keberadaan adiknya.
"Dia ada di kamar sama suaminya." Jawab Ibuk.
Tak lama kemudian Fawwaz keluaf dari kamar, menyambut kedatangan Nabila dan Aryo.
"Jadi ke Jakarta sore ini Waz?" tanya Aryo.
"Iya Mas." Jawab Fawwaz singkat.
"Kalau begitu nanti biar kami yang mengantarmu. Sekalian aku dan Mbakmu ini pulang." Kata Aryo, ia menawari tumpangan untuk Ara dan Fawwaz karena jarak Bandara dan rumahnya tidak terlalu jauh.
"Iya gak Ma," tambahnya.
"Terimakasih banyak Mas. Tapi kalau ngerepoti Mas dan Mbak Nabila gak apa, biar saya bisa pesan taxi online." Jawab Fawwaz.
"Sudah gak apa. Jangan nolak rezeki." Kata Aryo sedikit memaksa.
"Ya sudah kalau begitu. Terimakasih Mas, Mbak."
****
Matahari mulai membenamkan diri dalam naunganya, membiaskan cahaya hingga langit berwarna jingga kemerahan. Begitu indah namun hanya sesaat.
Ara memeluk erat tubuh wanita yang ia sebut Ibu. Menumpahkan sebagian air matanya di bahu Ibuk.
"Buk, Ara pulang dulu ya ... " ucapnya dengan suara berat.
"Iya Nak, kamu hati-hati ya disana. Jaga diri dan jadilah Istri yang baik untuk suamimu," pesan Ibuk sembari menarik diri dari pelukan Ara lalu menghapus air mata Putrinya yang membasahi pipi.
Ara pun mengangguk, lalu ia berpamitan kepada Kakak tertuanya.
"Mas, Ara pulang dulu ya." Pamitnya
"Iya Ra, kamu hati-hati." Pesan Arga.
Kemudian giliran Fawwaz berpamitan kepada Ibu mertuanya.
"Buk, Fawwaz pamit ya ... "
"Iya Nak. Kamu yang sabar ya, Ibuk titip Ara," pesan Ibuk sembari mengusap bahu menantunya, lalu Fawwaz berpamitan kepada Arga.
****
Terminal keberangkatan domestik di Bandara Juanda sore ini tidak terlalu padat. Nabila dan Aryo sekaligus Putri kecilnya mengantar Ara dan Fawwaz sampai di pintu keberangkatan.
"Mbak, Ara pamit dulu ya." Pamitnya sambil mencium tangan Kakaknya, lalu mencium kedua pipi keponakanya.
"Mas Aryo, terimakasih sudah antar Ara." Ara menelungkupkan kedua tanganya di atas dada.
Kemudian berganti Fawwaz menelungkupkan ke dua tanganya pada Nabila dan menyalami Aryo.
"Hati-hati ya Ra," ucap Nabila. "Waz, Mbak titip Ara ya." Tambahnya.
"Insyallah Mbak." Jawab Ara sambil menyunggingkan senyum.
Bersambung,---
•
•
•
•
Halo pembaca setia Ara dan Fawwaz. Jangan lupa setiap selesai membaca budayakan like, komen dan vote ya.
Jangan lupa tekan tombol love nya agar kalian tidak ketinggalan dengan cerita selanjutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Tri Widayanti
Namanya juga trauma,pasti sgt sulit melupakan kejadian masalalu.
semoga suatu saat nanti,mereka akan menerima 1 sm lain
2020-12-14
0
lo gw
ara beruntung
2020-08-27
1
Puji S
Subhanallah Laki" sebaik fawwas
2020-08-15
3