Langit malam perlahan memudar ketika Mentari siap menyambut hari baru.
Ara melirik jam weker di sampingnya, kemudian segera beranjak ke kamar mandi.
Langkahnya terhenti sejenak tatkala melihat pria yang sangat ia kenal namun tak pernah ia gubris, tidur dalam satu ruang denganya.
Dia tetap tak menggubrisnya. Dia berlalu saja ke kamar mandi yang berada di dalam kamar.
Suara gemercikan air dari kamar mandi membangunkan Fawwaz dari tidurnya. Ia menggosok-gosok matanya agar bisa melihat dengan jelas. Saat ia sudah bangun sepenuhnya, dia melihat Ara baru keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk kimononya. Sontak Mereka berdua saling terkejut.
"Astaghfirullah, maaf Mas tidak mengetahui jika suara air tadi berasal dari kamar mandi." Fawwaz menutup matanya dengan kedua telapak tanganya. Dia juga menghadapkan tubuhnya ke tembok.
Ara segera masuk kembali ke kamar mandi. Dia juga tidak mengetahui jika Fawwaz masih berada di dalam kamar. Dia fikir Fawwaz sudah keluar saat dirinya sedang mandi.
Fawwaz berjalan miring seperti kepiting untuk bisa keluar dari kamar Ara. Dia masih memejamkan matanya agar tidak melihat keindahan ciptaan Tuhan di hadapanya.
Namun, sebelum dia keluar dari kamar, dia mengucapkan sesuatu pada Ara.
"Ra, Mas terimakasih ya sama kamu karena sudah ngijinin Mas tidur disini dan juga terimakasih sudah bersikap ramah pada Orang tua Mas."
Ara tidak menjawab sepatah katapun, Dia mendengar tapi tidak mau berbicara. Khususnya pada Fawwaz.
"Mas keluar dulu ya," pamitnya.
****
Cahaya Mentari sudah menyebar keseluruh penjuru Negeri.
Keluarga bahagia yang terdiri dari Mama, Papa dan Fawwaz sedang berkumpul di ruang tengah. Berbincang-bincang tentang kenangan mereka di masa lalu.
Ara tidak ikut berbaur dengan mereka.
Seperti hari biasanya, dia hanya merenung di tepi ranjang sembari menatap kosong keluar jendela.
Di tengah perbincangan, Bibik mengahampiri ke tiganya.
"Permisi," ujar Bibik.
"Iya Bik, ada apa?" tanya Fawwaz.
"Sarapanya sudah selesai Den."
"Oh iya, sebentar lagi kita kesana."
Bibik hendak kembali dengan aktifitasnya tapi suara Fawwaz menghentikan langkahnya.
"Bik," Fawwaz memanggil Bibik.
"Iya Den."
"Tolong sekalian panggilin Ara di kamar ya !" seru Fawwaz.
"Baik Den."
Mama, Papa dan juga Fawwaz sudah kembali berkumpul di meja makan. Tak lama kemudian Ara datang bersama Bibik.
"Sini Ra, duduk sebelah Mama." Mama menarik kursi di sebelahnya.
"Terimakasih Ma," Ara mengangguk dengan senyum tipis di bibirnya.
Mama pun membalas senyuman Ara.
"Kamu kenapa mengurung diri dikamar terus?" tanya Mama. "Apa kamu sedang tidak enak badan?" tambahnya.
"Enggak kok Ma, Ara gak apa." Ara mengembangkan senyum dari bibirnya walau tak bisa di bohongi jika dirinya hanyalah menyesuaikan dengan keadaan.
"Yasudah, Mama percaya." Ungkap Mama sembari mengangkat piring Ara.
"Kamu mau makan sama apa? biar Mama ambilin," ujar Mama.
"Gak usah Ma, Biar Ara sendiri." Sahut Ara sembari menarik kembali piringnya.
"Sudah gak apa, kamu harus makan yang banyak supaya penyakit takut sama kamu." Mama mengambilkan Nasi, sayur dan beberapa lauk untuk menantunya.
Ara tidak bisa menolak permintaan Ibu mertuanya. Ia hanya bisa pasrah.
Ara tidak menyangka jika dirinya diperlakukan begitu baik dengan keluarga suaminya.
Sifat dan karakter Fawwaz ternyata menurun dari orang tuanya. Baik dan tulus.
Ara hanya bisa tersenyum kepada Mama mertuanya sembari mengucapkan terimakasih kepada beliau.
Fawwaz seperti sedang terhipnotis oleh perlakuan Ibunya kepada Ara.
Fawwaz kagum terhadap mamanya yang selalu bersikap adil kepada anak-anaknya. Baik itu anak atau menantu, bagi beliau semuanya anaknya. Dan harus mendapatkan perlakuan yang sama pula.
“Nak, kenapa kamu tidak segera makan?" tanya Mama keheranan.
"I ... ya Ma, Fawwaz makan sekarang."
Fawwaz langsung melahap makananya dengan cepat supaya ia tidak terlambat bekerja.
Uhuuk uhukk.
"Pelan-pelan Nak," desis khawatir Ibu Dianan. Ia juga segera memberikan air mineral di sampingnya.
"Minumlah !" Seru Mama.
"Terimakasih Ma."
"Kamu gak kerja Waz?" tanya Papa.
"Kerja Pa, sebentar lagi Fawwaz berangkat." Jawab Fawwaz sembari melahap makananya
"Papa sama Mama gak apa kan Fawwaz tinggal?" tambahnya.
“Gak apa, kan dirumah ada Ara dan juga ada Bibik." Jawab Mama.
"Terimakasih Ma,"
Mama mengembangkan senyumnya.
"Ya sudah, cepat habiskan makananmu," seru Mama.
Fawwaz mengangguk sembari menghabiskan sisa nasi di piringnya.
Fawwaz mengelap bibirnya, kemudian beranjak dari ruang makan.
"Oh iya Ma, Mama beneran pulang nanti sore?" tanya Fawwaz.
Mama mengangguk sembari tersenyum pada Fawwaz.
"Kok gak nginep lagi Ma?"
"Kasihan Kakakmu di rumah gak ada teman ngobrol. Kamu kan disini ada Ara," Mama melirik Ara yang sedang asyik menyendok makanan ke mulutnya.
"Iya gak Ra?" tanya Mama dengan senyuman.
Seketika Ara menghentikan aktifitas mengunyahnya. Ia memandang sebentar kepada Ibu mertuanya lalu mengangguk pelan sembari tersenyum tipis.
"Emm, ya sudah. Fawwaz siap-siap ke kantor dulu ya Ma, Pa."
Mama dan Papa mengangguk bersamaan.
****
“Fawwaz berangkat dulu ya Ma, Pa.” Pamit Fawwaz sembari mencium tangan kedua orang tuanya.
"Iya, kamu hati-hati ya. Selalu jaga kesehatan," ujar Mama sembari mengusap bahu Fawwaz.
"Iya Ma pasti," Fawwaz menyeringai.
Fawwaz beranjak ke garasi.
Kedua Orang Tuanya dibuatnya bingung saat tidak melihat Fawwaz berpamitan pada Ara.
"Loh kamu gak nunggu Ara dulu?" tanya Mama, keheranan.
“Nanti saja Ma, kalau sudah sampai kantor Fawwaz telpon saja. Fawwaz sudah ditunggu." Sahutnya sembari melirik jam tangan di lenganya. Dia berlarian kecil ke arah mobilnya yang terparkir di garasi, bersebelahan dengan mobil Orang Tuanya.
"Ya sudah kalau gitu." Sahut Mama pasrah.
Sebenarnya Fawwaz tak ingin melewati istrinya, tapi ia tau betul bagaimana tabiat istrinya. Jadi dia memilih menghindarinya daripada Orang Tuanya mengetahui ke tidak harmonisan pada hubungan mereka berdua.
Setelah mengantar keberangkatan Putranya, Mama melihat Ara baru keluar dari kamar menuju dapur.
Sebenarnya Ara pun enggan keluar dari kamar tapi ia juga tidak mau mengabaikan kedua mertuanya.
"Ra, kebetulan. Apa pagi ini kamu sibuk?" Mama menghamipiri Ara dan menepuk pundaknya.
Ara menggeleng pelan sembari menundukan kepalanya, "enggak Ma." Sahutnya singkat.
"Kalau begitu temani Mama masak ya."
Mama memiringkan sedikit kepalanya sembari melihat wajah menantunya yang selalu menunduk.
Ara mengangguk lalu mengikuti Mama nya dari belakang.
"Apa kamu tau apa makanan kesukaan Fawwaz?" tanya Mama sembari mengeluarkan bahan-bahan dari kulkas.
Ara menggeleng pelan.
"Mama sudah menduganya. Istri pemalu sepertimu harus diajari bagaimana cara melayani suami dengan baik." Mama mengarahkan pandanganya pada Ara dengan senyum yang selalu terpancar dari bibirnya.
Ara hanya terdiam, mendengarkan nasehat Ibu mertuanya.
"Kita sebagai istri harus bisa menempatkan diri. Suami kita sudah lelah seharian bekerja untuk kita, tapi kita di rumah hanya berbuat semau kita," ujar Mama sembari memotong bahan-bahan.
Ara mengikuti aktifitas Mama, memotong sayur sambil mendengar wejangan dari Ibu mertuanya.
"Tidak salah menggunakan jasa Asisten rumah tangga, tapi tidak semua hal harus dikerjakan oleh Bibik. Contohnya menyiapkan pakaian kerja suami, menyediakan minuman hangat untuk suami saat ia lelah kerja seharian."
Lagi-lagi Ara hanya bungkam seribu bahasa.
"Apakah kamu pernah mendengar istilah, jika seorang istri adalah jantung rumah tangga?".
Ara menghentika aktifitasnya, menatap Mama dan menggeleng pelan dengan wajah datar.
"Jika seorang Istri atau Ibu mood nya sedang baik maka cerialah seisi rumah. Tapi jika sebaliknya, rumah akan menjadi seperti neraka."
Ara haya terdiam dan terdiam.
"Tapi Mama yakin, kamu adalah istri yang baik untuk Fawwaz. Mama percaya sama kamu," Mama meremas lembut tangan Ara.
Ara sedikit terkejut, tapi dia bisa segera mengatasinya. Ara tersenyum sambil mengangguk pelan.
"Apa kamu tau kalau Fawwaz pandai memasak?"
Ara mengangguk.
Kalau hal ini Ara tau karena Fawwaz biasa memasak makanan untuknya.
Ara bisa sangat hafal mana masakan Bibik dan mana masakan Fawwaz.
Mama tersenyum. "Syukurlah, setidaknya ada hal yang kamu tau tentang kelebihan Fawwaz."
Mama memasak beberapa makanan favorite Fawwaz.
"Nanti kalau suamimu pulang, kamu hangatkan makanan ini lalu kamu hidangkan untuk makan malam suamimu."
Ara mengangguk. "Iya Ma."
Dari ruang tengah tampak Ayah mertua Ara sedang berjalan ke arah dapur.
"Ma," pekik Papa.
Mama mengangkat keningnya.
Papa mengetuk-ngetuk jam tangan di lenganya.
"Sudah jam berapa Pa?" tanya Mama sambil sibuk memasukkan bahan-bahan ke dalam wajan penggorengan.
"Jam dua belas lebih Ma. Kalau kesorean nanti sampai rumah bisa sampai malam."
"Iya Pa, setengah jam lagi Mama selesai." Mama mempercepat aktifitasnya.
"Mama masih membuatkan makanan favorite Fawwaz."
"Ya sudah, Papa istirahat dulu di kamar ya." Seru Papa sambil beranjak meninggal ruang dapur.
****
Setelah selesai memasak, Mama kembali ke kamar untuk segera berkemas.
Ara, duduk termenung di tepi ranjang tidurnya, beberapa kalimat dari Ibu mertuanya seperti tertancap di pikiran.
Tapi suara ketukan pintu membuyarkan lamunanya.
"Neng," suara yang tak asing lagi baginya berada di depan kamarnya.
"Iya Bik." Jawab Ara dengan wajah datar.
"Ibuk sama Bapak mau pulang Neng,"
Ara dan Bibik segera mengantar kepulangan Mertua Ara.
"Mama sama Papa pulang dulu ya Ra." Pamit kedua Mertua Ara.
"Iya Ma. Mama sama Papa hati-hati di jalan." Ara menarik kedua tangan mertuanya bergantian kemudian menciumnya.
"Kamu juga hati-hati di rumah, juga suamimu."
Ara mengangguk dan Mama sama Papa beranjak ke Mobilnya.
Ara dan Bibik melambaikan tangan saat mobil mereka sudah berjalan keluar dari blok rumah Ara.
Bersambung.
•
•
•
•
Halo reader, Jangan lupa untuk selalu tinggalkan like, komen dan vote nya ya agar Author makin semangat Up nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
taki
terbyata pindah 😭😭
2020-08-03
1
taki
kirain gk update lagi thor(:
2020-08-03
1